4. Finn: Project Presentation

358 41 2
                                    

FINN
"Project Presentation"

○●○

Aku memasukkan mobil ke dalam garasi rumah, mematikan mesinnya sebelum mengambil semua barangku dengan satu helaan napas.

Pasta yang ada di tanganku sudah setengah dingin, jadi aku berjalan ke dapur dan segera memasukkan makanan tersebut ke dalam penghangat makanan yang ada di dapur.

Aku melepas jas dan kemeja, meletakkannya di atas kursi dapur sebelum mengusap wajah menggunakan air hangat wastafel. Mataku melirik jam yang ada di atas ruang makan. Sekarang sudah pukul delapan, sedikit telat dari biasanya.

Aku berjalan ke lantai atas, tidak lupa mengeluarkan pasta organiknya dari dalam penghangat makanan sebelum menyajikannya ke atas piring porselen koleksi ibu yang ia beli di luar negara. Warna-warni dan mahal. Ia selalu memberitahuku bahwa tidak semua piring yang ada di dapur dapat digunakan, beberapa hanya digunakan untuk pajangan saja.

Aku mengetuk pintu kamar beberapa kali sebelum membukanya. Aku sudah paham bau obat yang menyelimuti ruangan, juga mesin pembersih udara yang suaranya memenuhi kamar. Ibu duduk di atas kasur, tangannya sibuk merajut sementara matanya terpaku pada layar televisi.

Di sebelahnya ada Morgan, perawat usia tiga puluhan yang sudah merawat ibu sejak dua tahun yang lalu. Aku mempekerjakannya karena aku harus bekerja seharian penuh. Paling tidak ibu punya teman untuk diajak berbicara setelah ia mengkomplain kepadaku bahwa ia tidak punya banyak teman di Los Angeles.

Kadang aku frustasi, ingin ibu untuk kembali ke Sacramento agar ia bisa menghabiskan waktu bersama dengan Keluarga Barnes. Apa yang bisa aku lakukan? Ibu selalu menolak. Ia ingin tinggal di sini sampai akhir hayatnya. Ibu berpesan kepadaku jika di masa depan ia meninggal, paling tidak ia ingin dimakamkan di sebelah makam ayah. 

Dulu ayah dan ibu sangat dekat. Mereka seperti pasangan idaman orang-orang lain di perumahan kami, tapi ayah meninggal tiga hari setelah aku wisuda kuliah. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Ibu terlihat patah, meskipun begitu, ia masih menjadi ibu yang paling menakjubkan yang pernah aku punya.

Ibu juga kesepian, ia tidak punya banyak teman di Los Angeles. Ibu memilih tinggal di sini karena pekerjaan ayah, meninggalkan teman-teman dan keluarganya kembali di Sacramento. 

Sebelum ibu sakit, kami biasanya berkunjung ke Sacramento beberapa minggu sekali. Lagipula keluarga ibu dekat dengan kami berdua, membuatku juga dekat dengan saudara sepupuku yang tinggal di sana. 

Kadang aku melihat ibu berbicara sendiri sambil menonton televisi. Aku jadi tidak enak karena pekerjaanku membuatku jarang menghabiskan waktu dengannya. Morgan merupakan solusi paling tepat untuk menghindari hal ini. Wanita ramah tersebut selalu antusias setiap ia harus berurusan dengan ibu. Aku bersyukur karena dapat mempekerjakannya untuk membantu ibu.

"Hei." Aku mengecup pipi ibu sebelum membawakannya sepiring pasta.

"Kau pulang telat lagi hari ini ...." Ia berhenti merajut, tersenyum lebar saat melihat wajahku di hadapannya.

"Proyek besar di gedung utama dan aku harus menata meja kantorku. Aku juga harus rapat bersama dengan manajer lain untuk mengurus proyek besarnya." Aku duduk di samping kasur, melirik Morgan yang sudah menyiapkan beberapa obat di kotak medis miliknya.

"Aku tahu. Kau pasti lelah, cepat tidur, kau tidak mau mengantuk saat bekerja besok." Ia menepuk pipiku sebentar sambil tertawa, melirik piring di pangkuannya dengan mata lebar. "Terima kasih untuk pastanya."

"Sama-sama." Aku menganggukkan kepala, memainkan sebuah alat di sebelah meja yang menyambung langsung ke ponselku dan ponsel Morgan. Ibu hanya harus menekan tombolnya sekali agar aku atau Morgan dapat membantunya.

Reverie's Project [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang