part 40

466 32 2
                                    

HAPPY READING 🌻
****

Huek.

Huek.

Huek.

Aqila terduduk lemas di atas kloset, dia sangat lelah sedari tadi terus saja muntah. Namun, yang di muntahkannya hanya keluar cairan putih saja.

Sekarang masih jam dua pagi, dan dia sudah bangun dari tadi karena merasakan mual.

"Sayang." Ervan masuk ke kamar mandi dengan muka bantal.

"Sayang kamu muntah lagi?"

Ervan menuntun aqila keluar dari kamar mandi, lalu mendudukkannya di pinggiran kasur.

"Pusing," lirih Aqila pelan.

Ervan duduk di belang Aqila, dengan telaten tangannya memijat dahi Aqila.

"Kenapa enggak bangunin aku?"

"Kamu tidur pulas, enggak tega banguninnya."

"Lain kali bangunin aku."

Aqila hanya membalas dengan gumaman, dia memejamkan matanya menikmati pijatan tangan Ervan di dahinya.

Aqila menutup mulutnya lalu berlari ke kamar mandi saya merasakan mual kembali.

Ervan langsung mengikuti Aqila, tangan kirinya memegang rambut Aqila yang menutupi wajah perempuan itu, sedangkan tangan kanannya memijat leher belakang Aqila.

"Udah?" tanya Ervan saat Aqila berbalik menghadap dirinya.

Aqila hanya mengangguk lemah, dia sangat lemas tenaganya seperti terkuras.

Ervan yang peka, dia langsung mengendong istrinya membawanya ke kasur.

"Tidur lagi, masih pagi ini."

"Pijitin."

Ervan dengan telaten memijit dahi Aqila yang tidur di pahanya.

Ervan mengehentikan pijitan tangannya saat memastikan istrinya itu sudah benar-benar tidur.

Ervan memilih memejamkan matanya untuk tidur kembali sembari mengelus rambut Aqila.

****

"Mas!" Ervan langsung membuka matanya saat merasakan tubuhnya di guncang.

"Kenapa?" tanya nya dengan suara yang serak khas bangun tidur.

"Telur gulung."

Ervan mengerutkan keningnya mendengar keinginan Sanga istri, lalu dia menatap jam yang berada di atas nakas.

"Nanti kita beli, sekarang masih pagi."

"Gak mau, aku maunya sekarang."

Ervan menghela nafasnya, kalau duduk berhadapan dengan Aqila.

"Ini masih jam lima, sayang. Beli di mana?"

"Ya, terserah. Aku maunya sekarang! Kamu mau anak kita ileran?" Ervan menggeleng cepat, dia tak mau anaknya nanti sampai ileran karena saat ngidam tidak di turuti padahal dirinya ini kaya.

"Ya, udah aku berusaha cari."

Setelah mengatakan itu Ervan langsung bangkit mengambil jaket, ponsel, dompet, dan kunci mobil.

"Aku pamit," ucap Ervan pamit kalau mengecup kening Aqila.

Setelah itu dia langsung keluar dari kamarnya.

Saat menuruni tangga, tak sengaja di berpapasan dengan Raka yang ingin menaiki tangga dengan tangan kanan membawa segelas air minum.

"Mau kemana, Van?"

"Adek lo pengen telur gulung."

"Hahaha anjir beli di mana masih gelap gini?"

"Entahlah, gue berusaha keliling dulu."

"Ya, udah. Semangat, Van. Gue bantu doa."

Ervan hanya mendengus mendengar ucapan Raka, kakak iparnya itu bukanya bantu cari malah hanya bantu doa.

Ervan pergi ke garasi mobil, lalu mengeluarkan mobilnya pergi dari area rumah orang tua Aqila.

Ervan menghela nafasnya, dia sudah setengah jam berkeliling tapi tak ada penjual telur gulung yang sudah buka. Ini masih pagi mana ada yang jualan telur gulung sepagi ini.

Ervan mengacak-acak rambutnya frustasi, wanita kalau sedang mengidam kenapa yang di inginkan ya itu susah-susah.

Kenapa tidak minta belikan villa, mobil, rumah gitu yang lebih mudah di beli.

Sultan mah beda ya:v

****

"Nih, makan." Ervan memberikan satu kantung plastik yang berisi telur gulung kepada Aqila yang sedang asik bermain ponsel.

Setelah satu jam mencari akhirnya dia mendapatkan telur gulung, itu pun dia dapat harus menghampiri rumah penjual terus gulung.

Dengan mata berbinar Aqila mengambil kantung plastik tersebut, dia langsung memakan telur gulung dengan lahap.

"Makasih, sayang!"

Ervan tersenyum senang saat mendengar Aqila memangilnya dengan sebutan 'sayang'. Ini pertama kalinya, padahal Aqila itu sangat susah untuk memanggil dirinya sayang.

Ervan mengelus rambut Aqila dengan sayang, sembari memperhatikan istrinya yang masih asik memakan telur gulung nya.

Setelah memakan telur gulung nya, Aqila langsung bersiap-siap untuk sekolah. Sekarang Aqila sudah siap untuk berangkat sekolah.

"Mas enggak ke kantor?" tanya Aqila sembari menatap Ervan melalui cermin riasnya.

Ervan sedang duduk di pinggir kasur sembari bermain ponsel, pria itu berpenampilan santai hanya menggenakan kaos dan celana selutut.

"Nanti siangan."

Aqila hanya menjawab dengan oh saja. Dia berdiri lalu berjalan ke arah Ervan.

"Ayok."

Ervan langsung bangun dari duduknya, dia mengandeng tangan Aqila keluar dari kamar.

Mereka berdua berjalan ke arah dapur, sesampainya di dapur di meja makan sudah terdapat Dian, Yudha, dan Raka yang duduk menunggu mereka untuk sarapan bersama.

"Pagi!" sapa Aqila.

"Pagi, sayang."

"Pagi."

Aqila dan Ervan duduk bersebelahan, mereka semua langsung memulai acara sarapan pagi.

Namun, baru saja satu sendok Aqila langsung berlari ke wastafel di ikuti oleh Ervan.

Aqila kembali memuntahkan cairan putih, setelah beberapa menit muntah Aqila akhirnya berhenti.

"Aaaa mas capek," rengek Aqila sembari memeluk tubuh Ervan.

"Sabar sayang, nanti juga enggak lagi." Ervan dengan setia mengelus rambut Aqila dengan sayang.

Ervan mengendong Aqila seperti koala lalu dia duduk di kursi dengan Aqila yang masih di pangkuannya.

"Makan, ya?" Aqila menggeleng, dia menaruh dagunya di bahu Ervan.

"Kamu harus makan, makan sedikit ya."

"Tapi nanti mual lagi."

"Kalau gitu makan roti aja, ya." Aqila hanya mengangguk pelan.

Ervan mengambil satu lembar roti lalu mengoleskannya dengan selai coklat.

Ervan menyuapi Aqila dengan roti, untungnya Aqila tak merasa mual lagi.





om, nikah yuk! Where stories live. Discover now