part 22

572 40 2
                                    

HAPPY READING 🌻
****

Aqila keluar dari kelasnya dengan lesuh. Tangannya memijit keningnya, yang sangat pening akibat pembelajaran matematika. Selama dua jam berkutat dengan angka-angka yang memusingkan otaknya akhirnya dia bisa bernafas lega karena pembelajaran sudah usai.

Aqila berjalan menyusuri lorong sekolah menuju parkiran. Teman-temannya sudah pulang duluan, dia sengaja keluar kelas paling akhir. Tidak mau berdesak-desakan dengan teman-temannya.

Aqila membuka aplikasi bewarna hijau yang berlogo telpon di handphonenya, lalu mencari kontak seseorang.

"Halo." Alis Aqila mengerut ketika mendengar suara wanita di sebrang sana.

Aqila menatap layar ponselnya, dia kira salah telpon. Namun, dia benar menelpon nomer Ervan.

Ini bukan suara sekertarisnya, karena dia sudah hafal dengan suara sekertaris Ervan.

"Halo?"

"Iya, halo." Aqila langsung tersadar dari lamunannya.

"Ini siapa?"

"Emm mbak siapa?" Bukan menjawab Aqila malah bertanya balik.

"Saya pacarnya Ervan." Mata Aqila membulat mendengar penuturan wanita di sebarang sana. Buru-buru Aqila mematikan sambungan teleponnya.

"Om Ervan punya pacar? Dia selingkuh?" tanya Aqila entah ke siapa.

Tangannya terulur memegang dadanya, kenapa rasanya sangat sesak ketika mendapat fakta bahwa Ervan mempunyai pacar.

Tangannya mengusap air mata yang entah kapan sudah membasahi pipinya, kenapa dia menangis?

Aqila mendudukkan dirinya di kursi halte. Kedua tangannya ia gunakan untuk menutupi wajahnya, gadis itu menangis. Orang-orang yang berada di halte menatap bingung ke arah Aqila.

"Aqila." Aqila menurunkan kedua tangannya, mendongak menatap orang yang memanggilnya.

Ternyata Bintang yang datang. Ia mengharapkan kan apa sih, tidak mungkin Ervan akan datang. Dia kan sedang bersama pacarnya.
Tangan Bintang terulur menghapus air mata aqila. "Lo kenapa nangis?"

"Enggak papa."

"Ayok ikut gue."

Bintang menuntun Aqila berdiri, dia memakaikan Aqila helm. Lalu, melajukan motornya, membawa gadis itu ke sesuatu tempat.

Bintang memarkirkan motornya di pinggir jalan.

"Kenapa, Bin?"

"Turun."

Mereka berdua turun dari motor, Bintang mengandeng tangan Aqila membawanya ke bangku kayu yang ada di depan danau.

Aqila memejamkan matanya, menikmati suasana tenang.

"Mau tau cara agar perasaan lo lega?"

Aqila membuka matanya lalu menatap Bintang yang sedang menatapnya juga. "Apa?"

"Teriak sekencang-kencangnya, luapkan apa yang ada di hati lo."

Aqila mengganguk, dia berdiri berjalan ke pinggir danau.

"GUE BENCI LO!!"

"DASAR COWOK BRENGSEK!"

"HATI MUNGIL GUE SAKIT WOII!"

Aqila mengatur nafasnya yang ngos-ngosan akibat teriak-teriak. Dia kembali duduk di sebelah Bintang.

"Lega?"

"Iya. Makasih, Bin."

"Buat?" tanya Bintang dengan satu alis terangkat.

"Karena lo udah bawa gue ke sini."

"Iya. Sekarang lo mau kemana?"

"Ke mall, yuk. Gue enggak mau pulang dulu."

"Oke."

Mereka berdua langsung pergi dari danau, menuju tempat yang Aqila sebutkan tadi.

Aqila dan Bintang menghabiskan waktu dengan berkeliling mall sampai menjelang malam.

"Makasih untuk hari ini." Aqila baru saja sampai di depan rumahnya.

"Sama-sama. Gue pamit, jangan sedih lagi."

"Siap!" ucap Aqila sembari memberikan hormat kepada Bintang. Sedangkan Bintang terkekeh pelan melihat tingkah lucu Aqila.

Setelah kepergian Bintang, Aqila langsung masuk ke dalam rumah.

Aqila menatap sebentar Ervan yang sudah berdiri di pintu sembari bersidekap dada, lalu melewatinya tanpa menyapa.

"Dari mana?"

"Bukan urusan, om."

Langkah Aqila berhenti saat Ervan menahan tangannya.

"Saya suami kamu Aqila!"

Aqila tertawa mendengar ucapan Ervan. "Ila aja enggak larang om pacaran, kenapa om marah saat Ila sama cowok?"

"Maksud kamu?"

"Ck! Jangan pura-pura."

"Saya enggak paham." Ia semakin tak paham apa yang di bicarakan Aqila.

Tanpa membalas ucapan Ervan, Aqila langsung pergi ke lantai dua.

Setelah membersihkan diri dan berganti baju, Aqila langsung merebahkan tubuhnya di kasur lalu memejamkan matanya.

Ervan membuka pintu kamar, dia menghela nafasnya melihat Aqila yang sudah tertidur.

Padahal dia ingin menanyakan banyak hal kepada gadis itu.

****

Pagi harinya. Pagi-pagi sekali saat Ervan mandi, Aqila langsung pergi berangkat sekolah tanpa sarapan terlebih dahulu.

Dia malas bertemu dengan Ervan, dia masih kesal dengan Ervan yang mempunyai pacar. Memang itu bukan haknya untuk peduli Ervan punya pacar atau tidak, apa lagi hak untuk ia cemburu. Tetapi tetap saja, ada rasa tak rela di hatinya.

Terlalu asik melamun, dia sampai tidak sadar ojek yang di ditumpanginya sudah sampai membawanya ke sekolahan.

"Makasih, mang." Setelah memberikan ongkos ojek, Aqila langsung memasuki kawasan sekolah yang masih sepi.

"Bintang!" Aqila berjalan ke arah Bintang yang sedang duduk di atas motornya yang berada di parkiran.

"Tumben udah datang, La."

"Lagi pengen datang pagi aja." Padahal dia datang pagi hanya untuk menghindari Ervan. 

"Soal ajakan gue kemarin, gimana?" tanya Bintang.

"Gue terima tawaran Lo untuk makan, nanti malam."

"Beneran?"

"Iya."

"Oke, gue jemput jam delapan malam."

om, nikah yuk! Donde viven las historias. Descúbrelo ahora