[ RAYA - 23 ]

43 6 3
                                    

HELLO GUYSS!!

Siap untuk part ini?!

Koreksi bila ada typo dan sebagainya.
Dukung cerita ini bila kamu suka.

Happy reading!!

[ RAYA : Fidelity ]
Bab 23
+

“Ada yang tau kemana Aya, Diva, dan Meisya?”

Pertanyaan itu membawa keheningan di ruang kelas. Guru berjilbab hitam itu memerhatikan siswa maupun siswi yang terindikasi dekat dengan ketiga anak didiknya.

“Raka nggak tahu?” tanyanya.

Pemuda itu dengan lemas menggeleng. “Nggak, Bu,” jawabnya, “mereka susah dihubungi.”

“Dari rekap absensi, mereka sudah terlalu banyak izin dengan alasan banyak hal. Kalau sampai terus berlanjut, terpaksa ibu akan mengirimkan surat pada orang tua mereka,” tutur wanita paru baya itu.

“Ibu harap kalian bisa mengikuti pelajaran setiap hari sesuai jadwal, tanpa membolos ini itu kecuali memang sakit. Karena itu akan berpengaruh pada nilai kenaikan kelas kalian.” Ucapan itu dijawab serentak oleh muridnya.

Mereka mulai membuka buku paket sesuai instruksi ibu guru. Lia menghela napas melihat bangku kosong milik Diva dan Aya. Tak beda jauh, Raka terlihat lemas memerhatikan papan tulis dengan tangan yang menopang dagu.

“Nggak ada mereka sepi, ya?” gumam Raka yang terdengar Septa.

Lelaki pecinta photography itu menghela napas. “Gue juga heran mereka kemana.”

“Gimana kalau kita nanti main ke rumah Diva?” Raka menoleh dengan antusias.

Septa berpikir, menimbang ide Raka. “Boleh,” jawabnya, “lo bilang anak-anak.”

“Sip, istirahat nanti gue bilangin.”

Lelaki itu terlihat bersemangat dari sebelumnya. Mulai membuka buku paket dan mendengarkan guru di depan.

***

Meisya sudah berdiri sejak tadi di samping brankar Gasa dengan tangan melipat di dada. Pagi-pagi setelah ia selesai membersihkan diri, segera ia menuju klinik kecil yang ada di markas—tempat Gasa dirawat. Malam tadi ia belum sempat melihat lelaki itu, dan semalam tidurnya tak nyenyak memikirkan kemungkinan yang terjadi pada Gasa.

“Gue masih kepo gimana bisa lo kenal sama dia,” ucapan Aya didengar olehnya namun tidak membuat Meisya mengalihkan perhatian dari Gasa yang masih terlelap.

Gadis yang baru saja datang itu melangkah mendekati sofa.

“Gue bicara sama dia waktu kita berkunjung ke asrama buat liat Bang Frengky olah TKP di kamar Tora,” jelas Meisya.

Aya menduduki sofa tersebut, membawa kakinya naik ke atas meja sambil menumpu tangannya di bagian atas sofa.

“Jadi nama korban pertama itu Tora,” kata Aya, “makanya malam tadi dia bilang Marko yang bunuh Tora.”

“Dan yang gue hajar semalam adalah anak buah Makro.”

Meisya mengangguk berjalan mendekati tembok di samping tiang infus Gasa. Ia menyandarkan tubuhnya di sana.

“Pertanyaannya, Marko itu yang mana?” Aya mengerutkan keningnya dengan semua kerumitan yang mereka hadapi.

“Gue juga nggak ngerti.” Meisya menjawab dengan pelan.

“Kemungkinan besar mereka orang dalam atau orang luar?” tanya Aya membuat Meisya ikut berpikir tentang hal itu.

“Tapi berdasarkan hipotesis gue sih mereka itu ordal yang nggak setia. Imannya nggak kuat buat setia sama Eagle Hell. Terus kemakan rayuan duit gede, jadinya gitu deh,” ungkap Aya mengangkat bahu setelah mengatakan itu.

RAYA : Fidelity Where stories live. Discover now