kesayanganku

165 19 0
                                    

"Terimakasih, dok," ujar Gita saat lelaki berpakaian putih itu selesai memasangkan infus untuk membantu menunjang asupan nutrisi di tubuh si bungsu. Segera, dia mendekati putrinya setelah dokter tadi menepi.

"Seperti biasa ya pak, bu, tolong diperhatikan terus kondisi Flo. Setiap harinya saya akan rutin menyuruh perawat kemari untuk mengecek juga, jadi usahakan di rumah jangan sampai tidak ada orang. Lusa saya akan datang kembali sekalian mengganti selang infus," ia memaparkan hal yang sama seperti sebelum-sebelumnya.

Gita dan Sam mengangguk paham. "Mari, saya antar ke depan," ucap Sam kemudian menuntun dokter tersebut menuju keluar kamar.

Gita merengkuh pundak Hanna dari samping, berupaya memberikan ketegaran yang sebenarnya juga dia perlukan. Sangat terbalik, seharusnya Hanna yang bersikap demikian, ini malah Tante Gita yang menenangkannya. Sungguh, gadis itu tidak bisa menutupi rasa sedihnya melihat keadaan sang sahabat sekarang yang kini terbaring lemah di atas kasur dengan ditemani selang infus.

Tangisnya pecah begitu saja dalam dekapan hangat Gita. Bukannya mengapa, sebab ini pertamakali dia dihadapkan pada situasi begini. Sesak sekali, nyatanya corak kesedihan lagi-lagi harus menoreh pada lembar persahabatan mereka yang baru saja dirintis. Belum sempat mereka puas melalui canda tawa, bermain seru, saling curhat, selalu saja berita buruk yang datang lebih awal. Hanna merasa gagal menjadi sahabat yang baik.

"Do'a in yang terbaik supaya Flo bisa cepat bangun," wanita setengah baya itu nampak tegar sekali, mungkin karena ia sudah terbiasa menyaksikan keadaan seperti itu. Sejujurnya mana ada orang tua yang tidak sedih mendapati kondisi putri kesayangannya menderita begini, namun apa boleh buat. Gita tidak bisa melakukan banyak hal selain hanya menunggu anaknya siuman. Itupun entah dalam jangka waktu berapa lama lagi untuk yang kali ini.

Keduanya kemudian berjalan keluar meninggalkan kamar Flo meskipun dengan berat hati. Tidak tega rasanya, tapi tidak mungkin juga Hanna menunggui Flo berhari-hari. Lagipula Tante Gita juga sudah memberikan penjelasan untuknya bahwa Flo membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk kembali terjaga dari tidurnya.

"Mending kita keluar," ajak Felix tak tahan lagi menyaksikan kondisi adik bungsunya itu. Semakin lama dia di dalam akan semakin sakit pula hatinya.

Genta masih bergeming seraya memperhatikan wajah damai seorang gadis yang terlelap dalam tidurnya tersebut, sebelum akhirnya keningnya berkerut bingung dan raut mukanya pun tiba-tiba berganti panik. "Kakinya Flo, Lix," ia menunjuk salah satu titik pada kaki gadis itu yang secara mengejutkan berubah lebam hanya dalam kedipan mata.

Terdengar Felix bergumam kecil lalu bergerak menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuh sang adik. "Udah biasa, nanti juga sembuh dengan sendirinya. Sekarang lo ikut gue keluar," ujarnya lagi dengan raut tak sesantai ucapannya. Iya, Felix seperti marah pada dirinya sendiri tapi lagi-lagi, dia tidak bisa berbuat banyak.

Pemandangan baru yang dijumpai oleh Genta barusan ialah hal biasa yang sering Felix dapati. Memang mustahil untuk dijelaskan, sebab dahulu pun pernah dia menyaksikan bagaimana tulang kaki kiri Flo bergeser dengan sendirinya tanpa ada yang menyentuh. Akan tetapi sekeras apapun dia meyakinkan keluarganya tetap tidak ada yang percaya atas apa yang dia lihat. Malahan dia justru kena marah karena dituduh berujar hal yang aneh-aneh semacam itu.

_____

Dua orang bersalaman menjadi pemandangan yang cukup menarik perhatian kedua laki-laki itu. Dari atas balkon kamar Felix, mereka mengamati interaksi antara Sam dan dokter yang tadi sempat memeriksa Flo. Tidak ada hal yang patut dicurigai ataupun yang membuat mereka ingin tahu lebih detail mengenai percakapan yang tengah dibahas Sam dan pak dokter. Hanya saja atensi mereka sendiri yang spontan menoleh ke sana, sebab memang entitas kedua orang itu cukup menonjol diantara berbagai hal lain di pekarangan rumah.

Sleeping beauty {END}Where stories live. Discover now