obsesi

156 20 0
                                    


"Kak Genta,"

"Hm," gumam Flo menanggapinya santai seraya melanjutkan kegiatannya membalas pesan yang barusan dikirim oleh Genta.

Tak ingin terlalu kepo, Hanna pun kembali memperbaiki posisinya dengan bersandar di tepian ranjang milik sahabatnya tersebut. Cewek itu memang diminta menginap oleh Gita guna menemani putri bungsunya agar tidak terlalu merasa bosan sendirian di kamar. Awalnya wanita paruh baya itu sedikit ragu apakah Flo akan menyetujui keputusannya yang meminta Hanna bermalam, namun syukurnya gadis itu tidak keberatan sama sekali. Bahkan ekspresi yang ditampilkan juga terkesan langkah bagi Gita. Flo justru nampak begitu bersemangat dan sangat bahagia mengetahuinya.

Tak hanya sang mama, rupanya perubahan pada diri Flo juga begitu diperhatikan oleh kakak-kakaknya serta papanya. Mereka semua terkejut sekaligus sangat bahagia secara bersamaan mengetahui kabar baik tersebut. Akhirnya, perlahan-lahan si bungsu kesayangan mereka mulai terbiasa dengan orang-orang baru dan kekhawatiran akan sikap dingin Flo pun sedikit terobati. Ternyata tidak sia-sia mereka memaksa gadis itu kuliah.

"Lo lagi dekat sama kak Genta?" Hanna yang tidak tahan akhirnya menyuarakan rasa penasarannya setelah mengamati kalau dari tadi sahabatnya itu terus fokus pada layar handphone.

Flo menggeleng pelan. "Baru aja kenal, nggak langsung dekat kali,"

"Berarti ada rencana bakalan makin dekat dong," celetuknya dengan usil.

Seketika raut Flo berubah masam, ia mendelik tajam kearah sahabatnya tersebut. "Apaan sih. Gak jelas," semburnya datar.

Tawa Hanna lagi-lagi membuat gadis itu menggerutu. Menyadarinya, Hanna lantas semakin gencar melakukan aksi jahilnya. "Terus gimana caranya, kok lo bisa punya nomor telepon kak Genta?" Cewek itu memicing curiga.

"Emang lo doang yang bisa dapat nomor senior?" Ejek Flo membuat Hanna memanyunkan bibirnya.

"Ish, Flo," rengeknya setengah merajuk karena tahu arah pembicaraan sahabatnya tersebut.

Hanna memang senang sekali bertindak sok akrab terhadap para seniornya. Tak jarang dengan seribu jurus dia bisa dengan mudah mendapatkan kontak nomor handphone mereka yang kebanyakan didominasi oleh kaum Adam. Flo sampai keheranan menyaksikan tingkah laku sahabatnya tersebut yang kelewat berani. Sangat bertolak belakang dengan dirinya yang selalunya merasa insecure.

Soal nomor Genta, waktu itu mereka memang sempat bertukar nomor telepon. Yakni ketika peristiwa pulpen. Sejak saat itu juga kedekatan Flo dan Genta semakin hari semakin akrab. Mendengar penuturan Flo tentang kondisinya dan soal anggota keluarga yang skeptis membuat Genta menjadi memusatkan perhatiannya pada gadis itu. Dia paham bagaimana keadaan Flo karena dia pernah mengalami hal yang sama dengannya meskipun hanya beberapa saat.

Dengan berbekal informasi yang dia ketahui, Genta berjanji akan selalu menjaga Flo. Anggap saja sebagai bentuk balas budi sebab Flo pernah menyelamatkan nyawanya. Sebagai gantinya, Genta menawarkan diri untuk melindungi gadis itu dari kemungkinan apapun kedepannya termasuk membantu dalam menyembuhkan kondisinya.

"Gue masih kesel sama lo deh, Flo,"

Flo mengerutkan keningnya dan seketika mengalihkan pandangannya dari layar ponsel, menatap bertanya pada orang disampingnya tersebut.

"Selama ini gue mengagumi orang yang ternyata kakak dari sahabat gue sendiri. Mana lo nya diem aja lagi dengerin gue muji-muji kakak lo. Malu banget tahu kalau diingat-ingat," Hanna mengaku dengan jujur.

"Dih, sok banget. Bukannya urat malu lo udah putus?"

"Flo," lagi-lagi Hanna merengek bak anak kecil.

Flo hanya bisa tertawa renyah menanggapinya. Sejujurnya, dia tidak pernah mempermasalahkan jikalau pun Hanna memang menyukai kakak keduanya tersebut. Toh, gadis itu juga baik dan sekarang juga sudah dikenal oleh orang tuanya. Hanya saja memang sifatnya kadang suka malu-maluin.

Sleeping beauty {END}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang