BAB 57 : Palung Jiwa

Start from the beginning
                                    

Jeviar merengut, “Semenjak ada tiga buntut itu, lo nggak sayang gue lagi.” Berapa kali dipertanyakan pun, Jeviar takkan lelah berkata bahwa dia pencemburu berat, walau terdengar menggelikan bahkan untuk dirinya sendiri. “Lo lebih perhatian ke mereka dibandingkan ke gue.”

“Je, jangan mulai.”

I'm not.”

Ghaitsa sedikit mengendurkan pelukan dan menangkup wajah laki-laki itu pemilik iris elang tersebut, selagi Jeviar enggan melepaskan lingkaran tangan pada pinggul lawan. Puan tersebut mengusap lembut pipi sulung kembar menggunakan ibu jari dan tersenyum menenangkan. “Harus berapa kali gue bilang kalau gue sayang banget sama lo, Je?”

Nggak cukup bagi gue, Sa, nggak akan cukup. Sial. Jeviar menurunkan pandangannya, enggan bersitatap begitu lama kalau-kalau bila untuk menemukan jiwanya kembali jatuh dalam lubang neraka yang sama. “Lo … nggak akan ngerti,” sahutnya lemah.

Jemari lentik itu mengangkat dagu lawan agar mereka kembali bertukar pandangan, dia tersenyum manis sebelum mencuri satu kecupan pada dahi Jeviar. “Gue nggak perlu ngumbar, tapi semesta udah tau kalau gue sayang banget sama lo. Sayaaaang banget sama Jejenya Aisa ini. Tanpa terkurang sedikitpun, tanpa cacat sedikitpun dan bakalan begitu seterusnya. Selamanya. Walaupun dunia sering jahat sama kita, nggak papa. Aisa tetap sayang dan peduli sama Jejenya ini. Got it?

Ha, sial. Getaran menyakitkan apa ini yang bersarang pada jantungnya? Ck! Jeviar sangat-sangat membenci dirinya, tetapi untuk kembali mundur pada batas seharusnya? Laki-laki ini juga sangat enggan.

Jeviar mengeratkan pelukannya, menyandarkan telinga tepat pada suara detak jantung Ghaitsa dan mengulas senyum tipis. “Gue juga sayang sama lo, Sa. Sayang banget sampai mau gila,” cicitnya.

“Lo bilang apa, Jeㅡ”

“Ya Allah, anak kembar berdua ini bener-bener, dah. Buta kali, ya, mata sipitnya. Manusia jadi-jadian ini lagi sakit tapi kalian malah berbagi pelukan, kehangatan, keromantisan, kekeluargaan dan kekerabatan. Nanti dikira lagi pacaran sama orang yang nggak tau terus timbul fitnah, gimana?” Kanaya memotong tiba-tiba usai membuka pintu ruangan dengan kasar, dia kemudian tersenyum penuh makna setelahnya. “Nah,  berhubung gue anak broken home, mau ikut pelukan juga dooong!” sambungnya semangat seraya merentangkan tangan dan berlari menuju dua anak kembar di sisi jendela.

Jeviar buru-buru menarik Ghaitsa menjauh sebelum Kanaya berhasil melancarkan aksinya. Gadis itu cemberut dan menatap penuh permusuhan pada laki-laki di sana. “Anak kingkong lo emang, pelit amat sama orang yang nggak punya orang tua ini.”

“Kualat lo. Orang tua lo, 'kan, masih hidup.”

“Nyokap-Bokap, mah, masih ada.” Kanaya menjawab lugas, “Orang tuanya yang nggak ada,” lanjutnya santai sambil mengusap peluh pada dahi Joanna. “Persis kayak anak ini, orang tuanya udah lama nggak ada.”

Tanpa perlu dipaparkan secara runtutpun mereka mengerti, sebab kondisi manusia-manusia di ruangan itu tidak jauh berbeda. Oleh karena itu Ghaitsa memeluk Kanaya erat-erat, “Nggak papa. Kalian punya gue, begitupun sebaliknya.”

Segaris getir muncul ke atas permukaan, dia menarik oksigen sejenak dan menggandeng Ghaitsa kemudian. “Bunda bilang kondisi Joanna bakalan membaik setelah infus ke dua nanti. Jadi kita disuruh makan dulu di kantinㅡgue ninggalin Zira dengan para serigala kelaparan, gue khawatir nanti Sugar Mommy kita tinggal tulang, ayo buruan ke kantin. Mana ada satu singa napsuan lagi. Cepet, Sa, cepet. Perasaan gue mulai nggak enak. Awas aja nanti ada yang colek-colek Mami Gula gue.”

Namun belum sampai kakinya menginjak daun pintu, Kanaya cepat-cepat berbalik guna meninggalkan satu kecupan pada dahi Joanna dan berkata. “Pas lo bangun nanti, kita adu panco. Babai, Jo! Cuma bentar, jangan kangen.” lalu menghilang dari balik pintu bersama Ghaitsa.

Sementara itu Jeviar masih di sana dengan tangan di saku, dia menilik dalam-dalam setiap inci wajah lonjong milik Joanna. Wajah pucat bagaikan mayat. Dua mata bulat terpejam gusar. Dahi dan hidung mancung pun sedang dibuat merengut selagi bibir merah nan memudar akibat sakit yang diderita itu bergetar pelan. Ah, sepertinya kondisi Joanna belum kunjung membaik usai kehilangan kesadaran saat perjalanan menuju rumah sakit sampai-sampai tidak nyenyak dalam pembaringannya.

Tidak lama setelahnya pemuda tersebut berjongkok, mengarahkan telunjuk dengan lancang menuju dahi lawan guna ditarik lambat membentuk garis lurus melewati hidung, menyeberangi sepasang belah bibir dan berhenti pada garis dagu. Jeviar menahan napas sesaat sebelum bangkit dan menutup area mata Joanna lewat telapak tangannya.

“Ck, ribet. Tidur sana.” dan pergi begitu saja.

Terik matahari menuntun cahaya masuk melewati tirai jendela, membawa hangatnya masuk menyelimuti ruangan. Namun bagi Joanna yang enggan terlelap sedari tadi, ia justru merasakan dingin membalut jiwa usai dilempar ke dalam palung kekalutan.

Sial, dia kacau dalam racauan hati.

HAI!HELLO!HEY-YO!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

HAI!
HELLO!
HEY-YO!

Semoga harinya berjalan lancar, ya
Semoga awal hari esok lebih baik lagi dan penutupnya jauh lebih damai lagi
Semoga kita dalam keadaan sehat wal'afiat
Semoga dilimpahkan kebahagiaan sebanyak-banyaknya untuk kita semua, aamiin~
Jangan lupa tersenyum, guys
Becandain aja dulu lelucon semesta sampai akhirnya kita yang ngetawain bebannya
🤗🤗🤗

How 'bout this chapter?

AYO SPAM KOMEN, GENGS!
MANA YANG KANGEN, SPAM LIKE&KOMEN, YAAA!!!

Ditulis :

Senin, 02 Januari 2023

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitWhere stories live. Discover now