BAB 35 : Sepasang Sayap

1.5K 351 31
                                    

*・゚゚・*:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*・゚゚・*:.。..。.:*゚:*:✼✿


9:45 WIB, denting lonceng dan secangkir kopi susu. Perpaduan manis yang ditambah keelokannya dengan seikat bunga di meja. Ghaitsa menggigit pipi bagian dalam, menarik napas dan tersenyum tipis menatap Hanleia di seberang meja. Sepenggal pertemuan singkat namun kapabel menyeret semua akal dan kesadaran kembali pada waktu tertera. “Haidden lolos tes beasiswa ke Jerman. Semua persyaratan udah di-apply dan tinggal nunggu waktu keberangkatan buat pesan tiket, tapi lima hari sebelum pengumuman keberangkatan, Haidden ngajuin pengunduran diri. Dia nggak ngambil beasiswanya karena nggak mau pisah dari lo, Ghaitsa.”

Perempuan itu tersenyum pahit saat memandangnya dengan mata berkaca-kaca. “Haidden mencintai adik perempuan satu-satunya sepenuh hati. Hidupnya selalu berpusat pada Ghaitsa. Itu elo, Sa. Dia … sesayang itu sama lo meskipun dia nggak pernah koar-koar seperti kak Archie.”

Kemudian, konversasi berisi permintaan puan itu resmi mengabur dari ingatan. Ghaitsa terpaku pada penyebab mengapa kakak keduanya itu mendadak sibuk suatu hari dan mendung tidak menentu tatkala malam menjemput beberapa hari belakang ini.

Deru napas terdengar halus, jemari mencengkeram kuat ujung rok sebelum memejam sejenak mengais udara jauh lebih banyak dibandingkan yang sudah-sudah di sebelah ranjang. Duduk bungkam sembari mendekap erat tungkai yang tertekuk sempurna. Ghaitsa masih mengenakan seragam sekolah tatkala terjaga di dalam kamarnya, untuk kesekian kalinya. Dan sial, tahu-tahu matahari sudah terbenam sehingga menyisakan semburat jingga tertawan dalam angkasa luas guna menyampaikan pesan. Hari telah resmi berakhir. Tetapi penderitaan tetap abadi menggerogoti akal. Bisikan realita nan mengecewakan jiwa mengetuk kewarasan.

Ghaitsa berhenti menatap pantulan mengerikan diri dalam cermin bersama sisa-sisa pertarungan hati dengan takdir guna berderap keluar dari kamar usai mendengar deru kendaraan familiar pada teras rumah, tidak lupa ia menyambar sebuah gantungan kunci di meja belajar yang sempat menjadi pusat perhatian sedari tadi. Puan tersebut lantas mengabaikan Archie yang terkejut lewat eksistensinya saat menuruni anak tangga dan melengos pergi tiada suara. Juga pada Jeviar dan Yaziel yang sedang bermain playstation di ruang tamu. Tungkai sang gadis berhenti tepat di hadapan Haidden sewaktu sang tuan tengah melepas sepatu.

Haidden mengerut samar menatap sang bungsu Alexzander dan memiringkan kepala memandang bingung pada para saudara yang sama herannya. Ia berkedip canggung, “Adek, udah bangun? Laper, ya?”

“Gendong.” Ghaitsa merentangkan tangan dengan ekspresi menggemaskan bukan main.

Oh, sedang ingin bermanja-manja, toh. Haidden terkekeh gemas sembari mengusak puncak kepala si manis untuk kemudian didekap erat-erat. Aroma buah segar menguar lembut menenangkan hati dari rambut panjang nan menjuntai penuh keelokan di balik punggung. Rehat sejenak. Mengambil jeda demi menjumpai damai pada pelukan hangat gadis kecil dikungkungan. Haidden mengulum senyum geli saat menangkup wajah yang lebih muda tatkala berujar gemas, “Aduh, adeknya Abang lucu banget, sih. Fufufu~”

Story Of Ghaitsa | Zoo UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang