29. Our Eyes

38.3K 3.5K 333
                                    

"When a pair of eyes meet again after going through a lot of pain,"

-Our Eyes
_____________________________

Matahari pagi belum menampakkan seluruh cahayanya ketika Theodore dan Alana sampai di Bandara Ngurah Rai Bali. Dengan langkah lebar dan kepalanya yang berdiri tegak, Theodore berjalan dengan cepat melintasi arrivals hall-diikuti oleh Alana yang tengah menarik koper di belakangnya. Kedua orang yang telah melewati perjalanan udara antar benua itu, saat ini sedang berjalan menuju mobil hitam yang telah terparkir di depan.

Tak ada kalimat yang keluar dari mulut Theo sejak ia sampai di Bali. Kekesalannya atas sikap pramugari di dalam pesawat masih mendominasi hati-membuat sebagian besar mood nya hancur berantakan. Alana yang tidak ingin terkena imbas pun juga memilih untuk bungkam, membiarkan Theodore melepaskan kekesalannya seorang diri.

"Over here, Mr.Alford!" Seorang pria asing dengan perawakan khas Indonesia terlihat menyapa mereka dengan senyuman hangat. Lambaian tangannya membuat Theodore dan Alana mendekatinya tanpa kata.

"Welcome to Bali. Sir. I'm Nicholas, someone who was ordered by Mr.Mike to escort you while you are in Bali," Pria itu memperkenalkan dirinya dengan sopan di hadapan Theo. Theo menanggapi kalimat itu dengan senyuman tipis. Alana yang merasa tidak enak dengan sikap dingin Theo pun berinisiatif mendekat.

"Senang bertemu denganmu Nicholas. Saya Alana, sekretaris Mr.Alford." Raut keterkejutan jelas tergambar di wajah Nicholas saat mendengar Alana fasih berbahasa Indonesia. Namun ia segera mengganti ekspresi itu dengan senyuman hangat.

"Oh senang bertemu denganmu Miss. Silakan masuk. Biar saya yang membawa koper Anda," ujar Nicholas sambil mempersilakan Theo dan Alana untuk masuk ke dalam mobil. Walau tidak mengerti apa yang dibicarakan, namun Theodore paham bahwa pria muda di hadapannya ini sedang mempersilakannta masuk.

Ya setidaknya gerakan tangan yang terarah ke pintu yang mobil yang terbuka adalah kunci dari instingnya.

Theo yang tidak suka berbasa-basi jelas langsung melesat masuk, menduduki bangku belakang mobil dengan bahasa tubuh yang angkuh.

"Miss?" Nicholas memanggil Alana yang terlihat tidak beranjak dari tempatnya. Tahu jika Nicholas mungkin mengira ia akan duduk di samping Theodore, Alana pun menggeleng.

"Tutup saja pintunya, aku akan duduk di samping kemudi," ujar Alana. Nicholas yang paham pun segera menutup pintu mobil dan beralih mengambil koper Alana.

"Biar saya bantu, Miss," ujar Nicholas sambil mengangkat koper itu menuju bagasi mobil. Setelah semuanya beres, kedua orang itu juga ikut masuk ke dalam mobil dan langsung melesat meninggalkan bandara.

Di dalam mobil, suasana hening kembali memerangkap mereka. Rona jingga yang sejak tadi bersembunyi di balik langit, kini mulai menunjukkan diri-membuat bias cahaya matahari menyinari laut biru yang tersaji di sepanjang perjalanan. Theo terhanyut di dalam keindahan panorama yang tersaji di hadapannya. Matanya menatap kosong, sementara pikirannya melambung tinggi memikirkan seorang wanita yang masih menghilang entah ke mana.

Oh rasanya Theo ingin bertanya kepada langit, di mana dia menyembunyikan Lilly?! Harus di mana lagi ia mencari seorang Lilly Brown yang melarikan diri? Namun semua pemikiran konyol itu jelas tak dapat diwujudkan sampai kapan pun.

Langit mana mungkin berbicara!

Tak berbeda jauh dengan Theo, Alana yang juga tengah terhanyut di dalam keheningan pun sebenarnya sedang memikirkan seseorang. Seseorang yang dulu sempat menjadi pemenang hatinya. Seseorang yang akhirnya membuat Alana percaya jika "pria sempurna" hanya bisa ia temukan di dalam novel romantis yang sering ia baca. Tak ada pria yang benar-benar akan bertahan dengan seorang wanita seperti di dalam novel.

The Escapes of MistressWhere stories live. Discover now