023 Jatuh Bersama

390 74 22
                                    

Arjun menyipitkan mata ketika Tante Riris masuk ke rumah makan bersama perempuan muda yang memakai kerudung. Pikirannya melayang pada pembicaraan dengan Fashion semalam. Lelaki itu menampik semua ucapan Fashion bahwa Tante Riris berniat mencarikan ia jodoh. Barangkali gadis itu hanyalah salah seorang yang dahulu magang di butik dan datang bersilaturahmi. Bisa jadi dia perempuan untuk dicalonkan sebagai menantunya sendiri alias calon pacar Fashion Klein. Tebakan kedua lebih mendekati benar. Arjun memukul kepalanya sebab sempat mengingat ucapan Fashion.

"Di sini, Lin. Setiap hari makan masakan warung ini, tapi tidak pernah bosan. Kamu juga coba, deh, masakan di sini." Tante Riris melakukan promosi terselubung.

Arjun tersenyum sejak Riris melihat kepadanya dan berjalan ke arahnya.

"Hari ini masak pindang daging kan, Jun? Buatkan satu porsi untuk Kalin. Oh, iya! Kenalkan, Lin, ini yang punya rumah makan namanya Arjun. Dan yang manis di sebelah Tante ini Kalin, Jun."

Arjun menerima uluran tangan Kalin dan kembali mengulang namanya sendiri.

"Mari duduk, Kalin. Tante," ucapnya, "sebentar, ya." Arjun melipir ke belakang khusus membuatkan tamu Tante Riris makanan yang diminta.

Dari jauh terlihat Kalin dan Tante Riris berbincang sambil tertawa. Kelihatan sangat akbar. Dan, ya, Arjun tidak yakin juga kalau Kalin memang kenalan lama. Sebab jika itu Tante Riris, orang baru kenal saja seperti teman lama.

Andres datang membawa nasi, sambal bawang, sayur bening bayam, serta acar seperti yang dibawakan Arjun ke rumah Riris siangnya. Arjun meletakkan mangkuk pindang ke meja para wanita.

"Dimakan, Kalin. Tante," ucapnya hendak meninggalkan keduanya, lalu dicegah oleh Riris.

"Di sini aja, Jun. Tante pulang sebentar. Itu Fashion akan berangkat ke Bukit."

Pikiran Arjun mulai suuzan lagi kepada miminya Ion. Laki-laki tinggi berlesung pipi tersebut duduk di bangku yang tadi diduduki Tante Riris karena itu berhadapan dengan Kalin. Dalam pikiran Arjun, apakah Kalin nyaman ditemani? Mungkin dia akan lebih leluasa makan jika sendirian. Mana etis mengajak orang makan berbicara. Lalu ngapain Arjun di sana kalau cuma diam? Menghitung berapa kali Kalin mengunyah dan mencatatnya? Seandainya tadi Arjun belum duduk, dia akan berpura-pura ada urusan di dapur. Kalau begini, dia sendiri jadi serba salah.

Kalin yang memulai di sela menelan makanan, "Dagingnya gurih, Bang." Tampaknya awalan basa-basi dari Kalin cukup sesuai. Bukan basa-basi yang basi.

Gadis itu kemudian menyendok lagi dan mengunyah lambat-lambat. Tampaknya itu cara makan yang ia lakukan sehari-hari karena tidak kelihatan seperti dibuat-buat untuk menarik perhatian. Juga bukan kunyahan penuh decapan seperti orang endors makanan lalu bilang, "Selembut itu dagingnya" atau "Sumpah, pedasnya muantep banget."

"Bang Arjun orang Palembang?" tanya Kalin ketika mulutnya kosong. Dia juga sempat minum dulu. Lalu menyuapkan makanan lagi saat Arjun bicara.

"Kenapa nanya seperti itu?" Sungguh, kalimatnya diucapkan Arjun bukan secara sinis layaknya wanita yang suka suuzan apabila ditanyai. Arjun murni penasaran datang dari mana clue seperti itu.

Agak lama Kalin bisa menanggapi karena ia tetap mengunyah dalam tempo yang sama tanpa tergesa sebab ingin segera menjawab. "Setahu aku, nih, pindang adalah masakan orang Palembang."

"Saya asli sini dan ini rumah makan paling tua di antara seluruh cabang. Memang iya, kita bikin menu spesial pindang daging di rumah makan padang cabang Palembang."

Kalin terpana. "Cabangnya lintas provinsi juga?"

"Saat ini baru di Palembang, Jambi, dan Riau. Untuk Jawa juga ada. Doakan saja bukan hanya lintas pulau, juga buka cabang di negara tetangga."

NEIMA Berdua Paling BaikWhere stories live. Discover now