036 Akhirnya Rindu Terurai

372 84 14
                                    

Pengintaian Dika membuah hasil saat melihat anak kecil bermain di halaman rumah mantan mertuanya. Cukup lama Dika memantau dalam mobil. Ibu Neima, Meida, pergi ke arah samping rumah. Anak kecil memakai kaus oblong itu tak mengikuti Meida. Dia melompat-lompat di tanah sendirian dan menari-nari dengan bonekanya.

Dia memberanikan turun.

"Hai," katanya dengan berjongkok menyamakan tinggi dengan anak itu.

Anak perempuan berhenti melakukan permainan. Dia memeluk boneka dan menatap Dika dengan waspada.

"Nama aku Dika." Dika mengulurkan tangannya dan juga tersenyum lebar.

Perempuan kecil versi Neima sekali. Cantik. Bahagia Hingga Janna. Nama itu juga cantik.

"Om dari mana? Mau perlu apa datang ke sini?"

Dika menarik tangannya.

"Om dulu, dulu sekali, tinggal di sini."

"Di kampung ini?" tanya Hagia.

"Iya di kampung ini," tidak tinggal, tapi justru meninggalkan seseorang di kampung ini, ralat Dika. "Ini rumah Neima. Neima ada?"

"Om kenal sama Nei?" teriak Hagia. Kenal berarti teman, begitu dalam pikirannya.

"Nei? Kamu panggil dia siapa?"

"Nei."

Dika terpana sampai-sampai mulutnya menganga, "Nei itu siapanya kamu?"

"Nei siapanya Hagia?" Anak kecil itu bergumam. "Kata Nenek, Nei itu ibu Hagia."

"Terus kenapa tidak dipanggil ibu? Oh, sebentar, nama kamu Hagia?"

Hagia mengangguk.

"Mama Nei?" Laki-laki itu menawar.

Hagia pun menggeleng.

"Nei aja. Kita berdua kata Nei, sweet friend," pungkas Hagia dengan senyuman lebar.

Dika mengangguk-angguk dan kembali mengulurkan jabatan tangan, "Kalau begitu, panggil aku Dika."

"Tapi kan Om sudah besar."

Dika menggeleng. "Dika aja."

"Is!" Hagia memajukan bibirnya.

"Nei-nya ada?"

"Gak ada. Nei kan sekolahnya jauh."

"Di mana?"

"Jauh pokoknya."

"Yah gak bisa ketemu, dong."

"Nanti kalo Hagia ke sana, Om Dika Hagia ajak ke rumah Nei." Jiwa malaikat dalam diri Hagia mengepakkan sayapnya ketika menyaksikan wajah sedih Dika.

"Aku bukan om-om," rajuk Dika. Dia kembali mengulurkan tangannya. "Daddy."

"Katanya Dika? Kenapa sekarang jadi Dedi?" tanya Hagia dengan ekspresi bingung bercampur kesal, merasa dikerjai.

"Kamu gak suka panggil nama aku Dika. Aku gak terima kamu panggil om. Ya udah, gantinya jadi daddy. Pilih yang mana?"

"Ya udah, Dedi aja. Tapi kok namanya aneh?"

Dika tersenyum saja. Mengacak rambut Hagia sebelum pergi. "Kita berteman 'kan?"

Hagia menerimanya dengan mengangguk.

"Jadi, kapan-kapan aku ke sini lagi untuk mencari Hagia."

"Iya, Dedi."

"Iya, Dad," koreksi Dika.

NEIMA Berdua Paling BaikNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ