010 Neima Devira

515 99 14
                                    

”Yon! Yon! Coba kamu baca nih, salah satu guru yang diterima di sekolah kamu!”

”Kenapa, Mi?” Fashion mengambil ponselnya dari genggaman Mimi Riris.

Ada banyak sekali pesan dalam grup peserta seleksi yang lulus tersebut. Sejak pengumuman kelulusan dua minggu yang lalu dan artinya saat ini adalah waktu pemberkasan CPNS, Rismaya ikut memantau perkembangan di grup milik Fashion. Selain karena Fashion memang tidak telaten menyimak obrolan yang sering keluar dari konteks, Mimi Riris sangat bersemangat meng-update berita soal penerimaan pegawai negeri tersebut.

Riris yang meskipun tidak bersekolah tinggi mampu memahami dan meneruskan informasi kepada Fashion. Seperti pada minggu pertama, saat pengisian daftar riwayat hidup. Mimi Riris mengumpulkan seluruh dokumen yang kira-kira diperlukan untuk memudahkan saat mengisi DRH. Fashion tenang-tenang saja dan lanjut dengan kegiatannya membuat sketsa gaun pengantin. Mimi Riris juga orangnya hati-hati sehingga Fashion tidak cemas sedikit pun ada kesalahan.

Fashion tidak memahami apa yang dimaksud oleh Mimi Riris tentang melihat teman yang satu sekolah dengan Fashion. Ke arah mana pergibahan itu dimulai?

”Ion nggak ngerti. Mana yang aneh, Mi?”

Riris dengan semangat merebut kembali ponsel dari Fashion. Kemudian wanita berambut ikal cokelat itu menggulir layar percakapan dalam grup yang dimaksud.

”Ini nih, lihat. Teman kamu semangatnya empat lima. Semua kegiatan dia share ke grup. Seantusias itu, Yon. Masa dia minta pendapat rumah mana yang mau dia tempati nanti?”

”Biarin, Mi. Memangnya yang begitu aneh?”

”Itu tidak penting. Mana ada hubungannya dengan pemberkasan. Dan lihat ini, hal-hal kecil seperti ini dia tanya ke grup. ‘Nomor ijazah ada di bagian mana?’” Riris membaca tulisan di grup itu. ”Dia bisa mencari di Google. Dia pasti gak ada pekerjaan lain. Dua puluh empat jam orang ini memantau grup.”

Fashion hampir tertawa dan ia tidak membiarkan tawanya lepas. Apa bedanya dengan Mimi?

”Sepertinya dia sudah ibu-ibu. Anaknya masih kecil. Seharusnya dia sibuk menjaga anak saja.”

Mimi Riris menutup lagi foto profil perempuan yang dia gibahi. Fashion tak habis pikir dengan miminya yang sibuk sendiri mengurus hal tak penting seperti itu.

”Oh iya, Yon, Mimi lupa di mana naruh dasi kamu. Buat lagi, ya. Kata pihak BKD, warnanya merah. Kemeja putih mau pakai yang terakhir dipakai tes SKB itu? Celana dasarnya kamu buat satu lagi atau dua lagi. Celana hitam akan sering kamu pakai nantinya.”

Fashion mengangguk saja. Konsentrasi Fashion tetap stabil, walaupun Mimi Riris sejak tadi mengajaknya berbicara. Fashion terus menggoreskan pensil ke kertas dan kini bagian pengarsiran pada tepi gaun.

”Semua dokumen sudah lengkap. Suket jasmani, rohani, bebas narkoba, ijazah S1, transkrip nilai, SKCK, DRH, dan surat pernyataan tidak pindah selama sepuluh tahun.” Mimi Riris bergumam untuk diri sendiri. Dia sambil terus mencari informasi yang sekiranya terlewat di grup yang berisi 250-an CPNS seprovinsi.

”Mimi ingin tulis ulang yang rapi surat lamaran kamu. Kalau keluar, beli meterai dua, Yon. Beli lebih banyak malah bagus untuk berjaga-jaga.”

Atur saja, Mi. Fashion berdiri. Dia mengambil kunci mobil di laci. Pekerjaanya dia tinggalkan dengan meja sudah ia bersihkan terlebih dahulu.

”Sekarang?” tanya Riris kaget.

Tanpa berniat membawa gawainya, Fashion mengangguk.

”Mimi bilang, kalau kamu keluar. Bukan sekarang.”

NEIMA Berdua Paling BaikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang