022 Selalu Terbayang

391 75 15
                                    

"Bang Arjun!"

Malam di hari ia sampai rumah, Fashion menemui abang-abang tetangga pemilik warung nasi yang sudah bercabang-cabang tersebut.

"Pulang, Yon." Laki-laki yang ditemui seperti biasa sedang mengemut benda panjang beracun yang kemudian mengepulkan asap berbentuk bola-bola awan ketika diembuskan ke udara.

"Ya. Mau bilang terima kasih secara langsung Bang Arjun udah jemput Mimi waktu itu."

"Gak penting terima kasih lo."

Fashion telah menduganya.

"Gak butuh, ya, sudah," balas Fashion menjatuhkan tubuhnya di bangku. "Urusan Bang Arjun sendiri sama Mimi kalau ujungnya ke masalah give and take."

"Gak bisa diandelin lu."

Arjun menekan puntung rokok ke asbak. Api tersebut padam. Asapnya serta merta hilang. Udara kembali segar.

"Kasihan lihat Bang Arjun. Ion gak bisa bantu apa-apa. Bang Arjun gak mau udahan aja sama Mimi?"

"Dimulai juga belum, terus apanya yang udahan?"

"Selesaikan wacana merebut hati Mimi. Mimi udah sayang juga sama Bang Arjun. Ngarep apa lagi?"

"Gue ngarep jadi bapak lu. Habis dah lu di tangan gua."

"Yakin banget bakalan diterima. Sampai kapan rumah makan gak ada ibu-ibunya? Nunggu Mimi, mah, lama. Ion tahu gimana perasaan Mimi kepada Bang Arjun. Kita di tempat yang sama. Antara Ion dan Bang Arjun gak berbeda, anaknya Mimi Riris. Jangan aja sebentar lagi Mimi gantian mencarikan jodoh untuk Bang Arjun."

"Eh, yang benar aja. Ngapain juga Mimi lu nyariin gue jodoh? Elu aja yang anaknya belum dapat."

"Makanya, Bang Arjun mulai move on aja. Mending dapat perempuan pilihan sendiri, daripada pilihan Mimi. Kita gak tahu orangnya seperti apa."

"Serius amat lu ngomong. Tante masih suka jodohin lo atau sudah enggak?"

"Gak. Giliran Bang Arjun."

"Sempak lu ketat! Perkataan itu kalau jadi kenyataan, gua masukin cewek-cewek ke kosan lu. Habis lu diperawanin mereka."

"Karena Ion kasihan menyaksikan Bang Arjun gak ada kemajuan. Tembok Bang Arjun lebih kokoh daripada yang Ion punya."

"Yang lo punya. Gua ingat! Minggu lalu perasaan kita bahas ini, ya kan? Lu udah nemu orangnya?"

Sejak tadi ingin dibahas dan baru berkesempatan sekarang. Sudut-sudut bibir Fashion melebar.

"Gak ada."

Fashion membatalkan niatnya. Apa yang bisa ia beritahukan? Belum ada. Ia jadi bertanya-tanya apa sebetulnya yang terjadi dengan dirinya? Hanya sedikit lebih sering memikirkan seorang perempuan bukan berarti ada perasaan. Hanya merasa senang mendengar pengakuan seseorang di ruangan kepala sekolah bukan berarti akan turut menemani dia memusnahkan buku tersebut. Hanya ikut tersenyum melihat dia tertawa bersama seorang gadis kecil bukan berarti suka. Hanya terlalu gembira mengingat kata haram sudah tak lagi ada bukan berarti punya harapan.

"Yon! Lo beneran gak mau cerita ke gue?"

"Cerita apa? Gak ada lagi yang mau dibahas." Cowok yang meninggalkan kacamata dalam tas laptopnya di rumah itu hendak berdiri.

"Muka-muka modelan lu sekarang ini kelihatan jelas lagi berbunga-bunga, Fashion. Lu bilang ama gue, dia cewek atau cowok!"

"Astaga! Yang bener aja kalau ngomong!"

Tepukan khas perempuan itu dilakukan lagi kepada Arjun. Gimana dia gak curiga? Image yang susah-susah dibentuk sebagai pria kontan luruh ketika Fashion berteriak kecil dan main tepuk seperti yang para wanita lakukan.

"Balik ngondek lagi lu, tiati ketahuan Tante bisa disunat lagi."

"Biasa aja. Gak perlu nuduh kalau kesal. Itu justru seperti perempuan."

"Lah dia ngambek. Yon, gue tanya sekali lagi, dia cowok apa cewek?" Arjun terpaksa teriak karena Fashion telah meninggalkan warungnya. "Beneran penasaran gue. Apa perlu pancing dia sama cewek beduaan di kamar?" batinnya. "Tapi gue yang bakalan disunat habis kalo ngelakuin itu." Lelaki itu bergidik jadinya.

***

Pagi itu Arjun sudah mandi dan wangi. Karyawan kakek yang tukang masak telah datang sejak Subuh dan memasak dengan dada bersimbah keringat. Seperti yang Fashion katakan, tidak ada ibu-ibu di rumah makan utama tersebut. Arjun meletakkan perempuan di rumah makan cabang. Ia jaga-jaga saja jika nanti ada yang baper saat perhatian dan hati Arjun seutuhnya untuk Tante Riris.

Siangnya Arjun mengantarkan satu rantang paket lengkap, dengan nasi, ke rumah sebelah. Ia berpapasan dengan Fashion yang keluar dari kamar sambil menguap. Kelihatannya cowok berkulit putih itu baru saja bangun dan masih mengantuk.

"Anak perawan jam segini baru melek. Jauh rezeki jauh jodoh."

"Ngomong apa, sih?" balas Fashion berjalan ke kamar mandi sambil menyandang handuk.

"Begadang lu, Yon! Gue ke sini bawa makan siang, lah elu baru bangkit. Pasti gak tidur. Ngapain aja semalam hah?"

"Letakkan di meja dan cabut dari sini, Bang. Ngapain juga ganggu orang mau me time?"

"Me time sempak lu Doraemon."

"Fashion mana, sih, sejak tadi Mimi panggil. Fashion!" Riris baru saja melongok ke kamar Fashion. Ia justru kaget melihat penampakan Arjun di dapur.

"Kamu bawa apa ini?" Riris membongkar rantang tersebut. Wangi masakan dengan rempah yang khas langsung menyerang indra begitu penutupnya dibuka.

"Pindang daging, acar timun sama wortel, sayur bening bayam tanpa minyak. Kerupuk pun ada." Arjun mengabsen isian wadah-wadah yang dibuka Riris.

Wanita ber-blouse ungu itu mengangguk. Ditinggalkannya makanan-makanan yang menggugah selera itu untuk berjalan ke pintu kamar mandi, lalu menggedor, "Fashion! Jangan lama-lama! Dari semalam perut kamu belum diisi nasi, mau kerja apa mesin penggiling dalam lambung kamu? Buruan keluar!"

Tak ada sahutan sama sekali dari dalam. Suara air mengalirlah yang menjadi jawaban.

Arjun sudah duduk di salah satu bangku, mengambili kerupuk untuk mulutnya sendiri.

"Kenapa sama Ion? Perasaan ada yang aneh. Tante ngerasa dia berubah gak, sih?"

Riris telah berbalik ke meja makan dan malah memicing ke arah Arjun. "Kamu yang tahu apa yang terjadi sama Fashion. Dia selalu cerita sama kamu. Gak usah sok gak tahu apa-apa."

"Beneran, Tante. Saya juga gitu, makanya nanya. Dia senyum-senyum sendiri, Tante?"

"Kalau lagi senang biasanya begitu. Dan itu waktu kita kebanjiran jahitan. Tapi sejak pandemi ini, pelanggan kita berkurang. Apa yang bikin dia jadi seperti ...."

"Ngomongin orang jangan di dekat orangnya." Fashion keluar dengan telanjang dada dan mengelap rambutnya pakai handuk.

Cowok itu langsung ambil posisi duduk di sebelah Riris. Dia melihati makanan yang ada di hadapan mereka. Cacing-cacing dalam perutnya berontak. Fashion segera mengambil piring dan nasi. Mengisinya dengan lauk bawaan Arjun dan menambah sambal bikinan Mimi Riris. Melihat Fashion makan dengan lahap, Mimi Riris tak lagi khawatir tentang lambung putranya.

"Sepanjang sejarah kehidupan kamu, baru hari ini keluar kamar jam satu siang. Subuh lewat?"

"Urusan Ion, Tuhan, dan malaikat di kiri kanan itu, Mi. Mimi cukup ingatin Ion aja biar gak tinggalin solat."

"Iya itu Mimi ingatin makanya. Gak boleh bolong ibadahnya. Biarpun kelakuan bobrok sekalipun, selalu ingat Allah."

"Baik, Mimi." Fashion menunduk.

Masalahnya, ia juga selalu ingat Neima. Dan Fashion ingin segera melompat ke Senin.

*** 

Sabtu menanti Senin, 3 Desember 2022

1000 kata

NEIMA Berdua Paling BaikWhere stories live. Discover now