BAGIAN 30

60 14 14
                                    

Perihal tugas Matematika yang kurang dipahami dalam otak kecilnya, Kanaya terpaksa meminta bantuan Keenan. Rupanya, saat pulang sekolah Kanaya membawa Keenan ke kedai kopi yang letaknya tidak jauh dari Natuna. Saat Kanaya mengagguk-angguk paham, saat itupula atensi Keenan selalu saja menuju ke arah luar. Ada perasaan bersalah yang menghantui kepalanya.

"Lo bisa pulang dengan siapapun, sesuka lo. Lo nggak ingat Nan? Kita cuma teman.."

Jari-jemarinya sengaja diketukkan ke meja secara berulang. Membuat Kanaya tidak lagi terfokuskan. Gadis itu membaca ekspresi wajah Keenan yang menggambarkan kekhawatiran. Kanaya berhenti menulis demi mengamati gerak-gerik laki-laki itu.

"Ada apa Nan? Lo belum izin sama orang tua lo ya?" tanya Kanaya membuyarkan lamunan Keenan.

Wajah Keenan seakan dipaksa untuk terlihat baik-baik saja. Laki-laki itu tersenyum singkat dan menggelengkan kepalanya.

"Rumus yang tadi sudah dicatat semua kan? Ada yang belum lo pahami? Lo baru selesai sampai soal nomor berapa?" ujar Keenan bertubi-tubi. Kanaya terkekeh heran. Gadis itu terlalu paham akan jalan pikiran Keenan.

"Lo boleh pulang duluan kok. Sebentar lagi gue selesai. Sorry, kalau sampai buat lo nunggu lama."

"Enggak juga. Tapi sebenarnya, gue juga ada rencana hari ini," jelas Keenan.

"Sama si cowok kardus itu?" suara Kanaya terdengar tidak mendukung. Alias, tidak suka.

"Lo sensi banget kayaknya sama dia." Keenan menyeringai.

"Lagian, baru ketemu sehari aja bisa-bisanya ngegombal. Siapa coba yang tidak suka? Pengen gue tampol aja rasanya," ucap Kanaya bersungut-sungut.

"Memangnya, apa yang biasanya cewek suka?"

"Hah?" kaget Kanaya.

"Yang biasa cewek suka itu apa?" kata Keenan sekali lagi. Kanaya mendadak gagu dan kaku. Keenan yang menyadari itu, seketika langsung memperjelas kalimatnya. Agar tidak menjadi kesalahpahaman.

"Ya, barangkali gue dapat bocoran. Soalnya, gue juga nggak terlalu paham mengenai hal-hal yang disuka cewek. Kalau lo mau kasih tahu dan nggak keberatan. Bukan apa-apa. Gue juga butuh belajar."

Kanaya tertawa singkat.

"Cowok kayak lo emang idaman banget kayaknya Nan. Sekarang gue tanya, memangnya lu punya pacar?" kata Kanaya sedikit meremehkan yang dibarengi dengan tawanya. Keenan menatap ke arahnya serius. Memangnya ada yang lucu? Ada yang salah dengan penjelasanannya?

"Pacar? Maksud lo cewek?"

"Yaiyalah Keenan, masa iya lo suka sama cowok." Rasa-rasanya Kanaya ingin menyentil kening laki-laki itu. Tapi, tidaklah mungkin dilakukan. Terlebih mereka baru kenal dua hari. Tapi serius, Kanaya memang tidak bisa bercanda sembari menggunakan tangan. Entah sekadar memukul ataupula mencubit lawan bicara. Tawa Kanaya harus terhenti saat Keenan merespons kalimatnya.

"Gue ada pacar."

Kanaya terkesima.

"Serius?! Kok lo nggak bilang?"

Keenan mengangkat satu alisnya. Seterkejut itu reaksi Kanaya mengenai informasi yang dilontarkannya barusan?

"Lo udah izin sama dia kalau sekarang lo lagi sama gue?" tanya Kanaya malah panik. Keenan malah bersandar pada kursi lebih santai.

JINGGA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang