BAGIAN 21

83 15 0
                                    

Ada yang aneh dengan tingkah laku Jingga semenjak kedatangan Keenan di kelas kala itu. Mendadak gadis itu jadi pendiam dan tidak banyak bicara. Hal demikian membuat Keenan keheranan. Keenan pikir, mungkin gadis itu sedang marah lantaran telah menunggu lama. Tapi, bukankah cara marah Jingga tidaklah elegan? Maksudnya, bisa saja gadis itu protes dengan mulut pedasnya ataupula dengan kalimat makian yang meletup-letup, menyalahkan sosok Keenan. Bisa saja kan? Itulah yang membuat Keenan heran, sebenarnya gadis di depannya ini kenapa? Jika diawasi, Jingga tampak sekali menghindari tatapan dengan sosok Keenan.

"Maaf deh kalau nunggu lama," ujar Keenan dengan nada pelan. Jingga yang celingak-celinguk ke arah kanan dan kiri itu seketika meresponnya santai.

"Enggak apa-apa," sahut Jingga tanpa menoleh pada lawan bicara. Keenan mengerutkan kening. Aura-aura menyeramkan mulai terasa di sekelilingnya. Pasalnya, di area parkiran ini hanya ada mereka berdua. Bagi Keenan, ini bukanlah sosok Jingga.

"Lo kenapa sih?" tanya Keenan lagi.

"Enggak apa-apa."

Fix! Ini bukan Jingga!

Tidak mau ngeri sendiri, akhirnya Keenan membuka helmnya dengan segera dan turun dari motornya. Memang, sedari tadi Keenan sudah akan menyalakan mesin motornya. Tapi, melihat ekspresi Jingga yang tidak berubah membuat dirinya mengurungkan niatnya.

Dengan tanpa aba-aba, laki-laki itu menarik surai milik Jingga dengan sedikit kasar. Dengar, hanya sedikit saja. Jingga yang merasakan tarikan itu seketika meringis sakit. "Lo gila, Keenan?!"

Ekspresi Jingga melotot tajam. Tangannya dengan segera membenarkan surainya yang hampir berantakkan, sedangkan Keenan bernapas lega.

Alhamdulliah, sudah normal.

"Masih enggak kenapa-napa?"

Jingga menatap ke arah Keenan tajam. Gadis itu pasti kesal. "Lo emang nyari masalah ya?"

Bukannya merespons, justru Keenan terdiam saat melihat mata gadis itu. Ada yang aneh. Mata gadis itu tampak sembap. Hidungnya memerah. Keenan menyipitkan matanya. Jingga yang ditatap semacam itu, seketika itu juga memalingkan wajahnya.

"Lo habis nangis?" ucap Keenan hati-hati.

"Sok tahu!" tekan Jingga.

Keenan tidak mau bertanya lagi. Tidak mungkin juga gadis itu mengiris bawang di sekolah kan? Ataupula terkena sebutir debu sampai memerah seperti itu? Kalau bukan menangis, apalagi coba alasannya. Jelas-jelas gadis itu menangis.

"Kita jadi pulang nggak sih?" ucap Jingga menatap ke arah Keenan jengkel. Seperti tersadarkan dari lamunan, Keenan buru-buru memakaikan helmnya kembali. "Dari tadi gue nunggu lo naik, tapi lo diem aja. Bau-bau minta ditinggal," canda Keenan.

Tanpa aba-aba, satu tangan Jingga bertumpu pada punggung tegap laki-laki itu. Memudahkan dirinya untuk naik. "Jadi pulang nih?" tanya Keenan.

"ENGGAK! GUE MAU NGINEP!"

Keenan terkekeh, "Yaudah, turun."

Mendengar kalimat itu, Jingga menjambak rambut Keenan ke belakang. "ADUH! SAKIT GA!"

"Pembalasan yang tadi," ketus Jingga.

JINGGA [Completed]Where stories live. Discover now