BAGIAN 12

103 25 0
                                    

Kalau begini akhirnya, Cahaya sudah pasti angkat tangan. Dia tidak mau ikut campur mengenai urusan Jingga dan juga Arumi yang akan membuat acara konyol di tengah lapangan. Cahaya sudah prustasi menghadapi tingkah sahabat karibnya yang kadang-kadang menyebalkan tapi tetap tidak menghilangkan rasa sayangnya. Gadis itu mengaum seperti singa kelaparan. Menjambak rambutnya kasar. Tidak tahu lagi akan mengatakan apa.

Bagi Cahaya, ini sama saja seperti menyerahkan diri ke kandang harimau ataupula semacan manusia yang dengan sengaja menceburkan dirinya ke kolam. "Lo cari mati Ga!" Gadis itu bolak-balik melewati Jingga yang juga dilanda kecemasan.

"Arumi yang duluan!"

"Ya, tapi kenapa lo malah terima tantangan? Harusnya kan lo nolak Ga!"

"Lo mau mempermalukan diri sendiri?"

Jingga menggeleng.

"Masa gue bakal diem kalau dikatain sama Arumi?" di satu sisi, Jingga merasa membela dirinya.

"Liat dulu kondisinya."

Cahaya menggigit bibirnya. Dia menggeram prustasi. Jingga yang mengamati malah semakin menyesali akan tindakan konyol yang dibuatnya.

"Gue nggak bisa bantu kali ini Ga."

"Terus gue harus ngapain?"

Sembari menenteng tas ranselnya, Cahaya pamit lebih dulu untuk pulang. "Nanti malam, kita bicarakan lagi." Jingga menatap kepergian gadis itu. Memang, ini adalah kesalahan yang sengaja dibuatnya. Jingga melakukan kesalahan besar. Bukan hanya sekadar rasa, tapi juga terkait harga dirinya. Gadis itu menenggelamkan kepalanya. Sesenggukan di balik kedua lipatan tangannya.

Keenan yang berniat mengambil tas nya di dalam kelas, seketika mendengar isakan dari arah samping mejanya. Jingga memang tidak menyadari akan kehadiran laki-laki itu.

Tidak mau ambil pusing, Keenan tidak sama sekali ingin mengganggu. Lagipula, dia juga tidak tahu harus melakukan apa di saat melihat seorang gadis tengah menangis. Dia bukan seorang ahli dalam menangani seorang gadis. Apalagi gadis semacam Jingga. Serba salah nantinya.

Isakan tangis semakin terdengar kencang. Keenan mengamati pergerakan sosok Jingga disana, suara tangis dari gadis itu terdengar lebih mengerikan di suasana sepi semacam ini. Keenan bergidik ngeri.

"Lo kalau mau nangis kejer mending di rumah, kalau disini cuma ngundang makhluk astral."

Jingga sempat menghentikan tangisnya. Melihat siapa yang bersuara disana. Lagi-lagi yang didapatkannya hanyalah seorang Keenan yang tengah bersiap akan pulang.

"Cuma makhluk astral, bukan Ditya."

Keenan menggelengkan kepalanya. Jawaban itu benar-benar diluar nalar. Keenan rasa, Jingga memang sudah terkena virus mematikan sehingga tidak lagi bisa membedakan mana yang realistis dan idealis. Benar-benar diluar dugaan.

Sampai esok pagi pun, Ditya nggak bakal datang.

"Nangisnya jangan lama-lama. Takut keburu hujan. Gue pulang duluan." setelah mengatakan itu, Keenan berlalu meninggalkan Jingga yang masih sesenggukkan di atas meja.

Tidak mau sendirian di kelas, Jingga akhirnya memutuskan pulang juga. Gadis itu harus berpapasan dengan Arumi, yang tengah bersedekap di depannya. "Gue tunggu besok! Jangan lupa!"

Jingga semakin pasrah dan hampir ingin menyerah.

[][][]

"Gue nggak ada cara lain, selain lo harus..."

Cahaya menggantung kalimatnya. Mencoba memejamkan matanya sembari menenangkan pikirannya. Gadis itu merebahkan diri di atas kasur milik Jingga. Pasalnya, sudah setengah jam yang lalu, Jingga menunggu keputusan dari seorang Cahaya. "Kalau gue pilih Surya kayaknya nggak bakalan cocok jadi perannya," gumam Cahaya.

"Kok ke Surya-Surya sih?" ketus Jingga.

"Diem dulu Ga! Gue lagi fokus mikir."

Jingga membungkam suaranya. Mencoba menuruti perintah sang suhu. Mau tidak mau gadis itu harus mengikuti arahan agar tidak celaka di tengah jalan.

"KEENAN!"

"Gue baru inget dia!"

Jingga yang melihat reaksi Cahaya demikian antusias sekali, membuat dirinya was-was sendiri.

"Keenan cocok banget jadi peran utamanya."

"Ca, ini kita lagi bahas apaan dah? Kok ke peran-peran utama segala?" protes Jingga.

Cahaya mulai duduk tegak dan tersenyum lebar. "Mau nggak mau, lo harus pura-pura jadi pacarnya Keenan." Jingga seketika melototkan matanya.

"Maksudnya?!"

"Iya, lo bisa pura-pura jadi pacarnya Keenan, sekalian panasin Arumi. Bilang aja sama dia, kalau sebenarnya lo sama Keenan tuh udah lama ngejalanin hubungan, cuma nggak terbuka aja. Kalau perihal lo sering kali tidak akur sama Keenan, lo tinggal bilang aja, perdebatan kan tandanya sayang," jelas Cahaya. Ini tidak masuk akal bagi Jingga. "Lalu, hubungannya sama Ditya?!"

"Bilang aja, kalau perasaan lo ke Ditya hanya sekadar mengagumi, bukan ditahap mencintai," ujar Cahaya santai. Sedangkan Jingga sudah dilanda panas dingin. Jingga terheran sendiri.

"Apa bedanya coba?" geram Jingga.

"Ya beda la Jingga, gimana sih juara dua! Kalau mengagumi ya sekadar kagum, kalau tahap mencintai ya berarti perasaan itu tidak akan pernah pudar, tidak akan luntur, tidak akan hilang, melekat kuat bagai baja, juga tumbuh tanpa perlu alasan apapun. Gitu aja nggak tahu."

Jingga menggaruk tenguknya yang tidak gatal. Mencintai sosok Keenan? Ide Cahaya memang beneran gila! "Nggak ada cara lain, Ca?"

"Nggak ada, itu sih lebih bagus daripada lo mesti menjatuhkan harga diri lo di keramaian. Gue sih lebih pilih opsi ini." Cahaya tampak serius sekali mengatakannya. Berusaha meyakinkan sahabatnya.

"Lo yakin Arumi bakalan percaya?"

"Seratus persen!"

"Tapi kan Ca, lo tahu kan tingkah gue kalau bahas Kak Ditya kayak apa. Mana mungkin, Arumi percaya kalau gue tiba-tiba gue mendadak punya pacar. Ini nggak masuk logika," jelas Jingga.

"Siapa yang nyangka juga kalau Kak Ditya sama Kak Bunga tiba-tiba pacaran? Nggak kalah mendadak pula. Informasinya terlalu mengejutkan."

"Cari opsi lain Ca!"

"Gue udah cape mikir ya Ga. Terserah mau pakai cara apa lagi. Gue udah kehabisan ide. Kalau nggak ada rasa terima kasih, mending dari tadi gue tidur aja kali nggak usah bela-belain ke rumah lo."

"Pilihan ada ditangan lo, mau menyeburkan diri ataupula bertahan demi diri lo sendiri."

Jingga menjatuhkan dirinya di atas kasur. Tidak kuat lagi menahan beban yang ditanggungnya.

"Gimana besok deh Ca,, ngantuk soalnya."


_______________

Apa jadinya jika rencana Cahaya terjadi juga? Kira-kira, masalah apa yang akan muncul selanjutnya ya? Ikuti terus kisahnya ^^

JINGGA [Completed]Where stories live. Discover now