64. Mana Maafmu?

59 7 0
                                    

Ingat batasanmu karena status kita hanya pacar.

-Zilva 🐽

♫~♥~♫

"Aku lupa bilang satu hal ke kamu."

Zilva menelengkan kepalanya. "Apa itu?"

Levi membuang napas dengan kasar sebelum berucap, "Aku mau minta maaf, Zilva. Maaf, aku juga gak ngerti salahku di mana. Tapi aku merasa harus minta maaf."

"Sebentar, minta maaf dalam rangka apa?"

Levi membasahi bibir bawahnya sebentar. "Maaf, aku juga gak ngerti salahku di mana. Kamu marah dan nangis waktu di rumah sakit, aku bingung harus apa. Jadi aku harus minta maaf biar kita bisa kembali kayak dulu."

Zilva tersenyum kaku. Emosinya ketika di rumah sakit ternyata menimbulkan efek yang luar biasa bagi Levi. Bertingkah seperti bocah dengan marah-marah tidak jelas berhasil membuat seorang Levi over thinking.

"Enggak-enggak, Kak Levi gak salah apa-apa, jadi jangan minta maaf. Aku udah kek orang tolol karena marah-marah gak jelas waktu itu, justru aku yang harusnya minta maaf. Setelah kejadian itu, aku langsung sadar kalau Kak Levi gak sepenuhnya salah waktu kecil. Bahkan semua dugaan kalau Kak Levi jahat terpecahkan saat Papa kalian pergi karena tragedi Gabriel dulu. Dengan baiknya, Kak Levi tetap di Indonesia meskipun Kak Levi juga masih sedih dengan kepergian ibu kandung kalian, dan lagi meskipun Gabriel cuma adik tiri, Kak Levi tetap memilih untuk menjaga dan bekerja keras untuk hidupnya."

Levi menggeleng. "Kamu yang gak tahu, Zilva. Aku dulu jahat. Aku ikut-ikutan membenci Gabriel dengan alasan dia anak haram."

"Meskipun benci, Kak Levi tetep gak tega buat ninggalin Gabriel waktu itu. Pokoknya, Kak Levi itu sosok yang luar biasa karena sudah berhasil melewati semua dan menjadi 'orang besar'. Fix, no debat!"

"Zil-"

Belum selesai Levi berbicara, Zilva langsung membungkam mulut laki-laki itu. "Kak Levi tidak diizinkan untuk menyangkal kenyataan itu."

Levi terdiam mendengar ucapan Zilva. Bukan karena gadis itu berlaku tidak sopan, tapi baru kali ini ia mendengar kalimat itu.

Kalimat apresiasi karena ia telah berjuang sejauh ini yang diucapkan oleh Zilva membuat Levi berhasil menitikkan air mata.

"Loh, heh? Kak Levi, maaf-maaf kalau aku keterlaluan nutup mulutnya. Sakit banget?" Dengan cepat Zilva melepas tangannya dari mulut Levi.

"Zilva, terima kasih. Kamu selalu memandang positif ke arahku, kamu juga yang selalu beri aku semangat dari dulu, kamu yang selalu perhatian kalau aku lelah, kamu juga yang-"

Zilva menyela, "Oke, stop! Kalau Kak Levi puji aku terus kek gitu akunya jadi kesenengan nih."

Levi beranjak dari duduknya, mendekat ke arah Zilva, dan meraih kepala gadis itu. Dengan lembut Levi meninggalkan kecupan sayang di pucuk kepalanya.

"Sehat terus, Zilva. Kamu adalah harta paling berharga yang tidak ternilai harganya bagi kami."

Zilva tersenyum cerah. Ia bersyukur dipertemukan dengan Levi. Sosok yang selalu ada ketika ia membutuhkannya, sosok yang bersedia melindunginya dan juga sosok yang bahkan mampu menggantikan seorang Gabriel.

Tidak, bukan maksud Zilva untuk menggantikan sosok Gabriel, tetapi ia akui Levi adalah sosok yang benar-benar membuatnya nyaman.

"Kak Levi juga sehat terus, dong. Biar bisa traktir aku terus, hahaha."

Boyfriend In My DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang