Serpih ke 26 : LINDUNG

2.5K 219 6
                                    


something have to end for better things to begin


LINDUNG

.

.

.

Menit berlalu setelah Hara mengantar Nara kembali dengan selamat ke rumahnya, lelaki itu masih terdiam di balik kemudi bersama kepalanya yang berisik. Hari ini Hara merasa bahwa semuanya menjadi lebih ringan, menghabiskan hari bersama Nara cukup membuatnya mampu bernapas dengan lebih leluasa. Namun tepat ketika pintu gerbang gadis itu tertutup sempurna, Hara sadar bahwa rasanya masih sesakit itu.

Pikirannya kini hanya tertuju pada Narel dan segala yang telah disampaikan dokter Benua tentangnya. Meskipun kelegaan tentang Narel yang akan mendapatkan bantuan itu nyata adanya, namun sebuah fakta tentang Narel yang baru ia ketahui cukup mencabik hatinya dalam-dalam.

Delusi.

Narel mengalami delusi.

Mengapa di antara segala kesakitan di keluarga ini hanya Narel yang harus menelannya seorang diri?

Mengapa segala dosa dosa itu seolah hanya Narel yang menanggungnya sendirian?

Dalam hening mobil itu, Hara terdiam menatap langit malam. Menatap salah satu bintang paling terang di sana dengan ribuan lantunan harap. Hingga detik selanjutnya isaknya datang lagi. Mencekik napasnya hingga kesulitan mengeja.

"Ma... Mama mau maafin Hara, kan, Ma? Maaf ninggalin Narel sendirian. Maaf udah nyakitin Narel sampe dia udah sehancur ini. Maaf, Ma. Maaf..."

Malam itu, Hara terisak lagi. Menyampaikan banyak maaf tentangnya pada mama yang mungkin saja kini melihat dirinya hancur sendirian. Sebelah tangannya mencengkram kaos di bagian dadanya erat, mencoba mengurangi sesak sebagai perwujudan rasa sesal yang menyakitinya berlebihan. Hara terus menyampaikan maaf, hingga sehembus angin lembut menyapu wajahnya pelan. Menghentikan isaknya begitu saja demi menerka, apakah kini mama datang padanya setelah sekian lama?

Mama sayang Hara. Sekarang temani Narel, ya. Dia butuh kamu sekarang, karena cuma kamu yang dia punya saat ini.

Desir suara lirih itu menyadarkan Hara tentang banyak hal. Bahwa sedalam apapun rasa sesalnya, segalanya tak akan pernah mengubah apapun karena kini Narel bahkan tak mampu lagi terselamatkan dari kesalahan masa lalunya. Kini ia hanya perlu pulang dan menemaninya dengan dekap paling hangat yang ia punya. Berjanji bahwa semuanya akan membaik dan Narel tak akan lagi sendirian.

.

.

.

Tepat setelah Hara memarkirkan mobilnya dan menemukan presensi mobil papa di sisinya, Hara merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak seharusnya terjadi. Karena kini firasatnya, mencekiknya hingga sesak, mencemaskan satu manusia lain yang seharusnya masih mendekam di kamarnya dengan tenang. Semoga.

Maka bersama rasa cemas itu, Hara bergegas masuk demi menemukan presensi papa yang duduk manis bersama secangkir kopi panas di sisinya. Pria itu nampak baik meski sudah lama sekali sejak ia bertemu terakhir kali. Tidak ada yang berubah, bahkan ketenangannya. Menyadari bahwa ketenangan itu nampak mengerikan di matanya, Hara bergegas pergi. Bersama harap bahwa tidak ada sesuatu yang buruk telah terjadi selama ia pergi.

"Papa pulang dan kamu pergi gitu aja, Hara?"

Kalimat papa menghentikan pergerakannya. Tanpa sadar mendengus keras dan menyadari bahwa papa bukanlah seseorang yang harusnya ia patuhi di masa lalu.

You're Doing WellWhere stories live. Discover now