Rajendra yang tidak ingin terganggu, langsung menyalakan televisi dan menyetel film kartun anak-anak.

Dengan cepat sang ayah itu mendudukan Maren di antara kakinya, karena Rajendra sudah mengambil tempat di tengah ranjang.

Maren memfokuskan matanya pada film yang di putar oleh sang ayah.

Sedangkan sang ayah fokus pada game di handphonenya.

Keduanya memiliki fokusnya masing-masing.

Hingga tak berselang lama, sang bunda keluar dari kamar mandi dengan dress berwarna putih.

Tubuh Maureen bisa di katakan indah, meskipun sudah berisi.

"Jen, siap-siap sana." Suruh Maureen yang sudah duduk di samping kasur.

"Nanti. nanggung ini, kalo ini udah selesai langsung ganti baju."

Mendengar ucapan suaminya, Maureen langsung memutar bola matanya.

Kemudian matanya beralih menatap sang anak yang sedang fokus pada film yang sedang di putar.

Ia mendekati Maren kemudian menggenggam tangan anak itu, dengan perlahan ia mengecup tangan mungil itu.

Maren langsung mengalihkan tatapannya pada Maureen.

"Ndaa." Sapa Maren sambil tersenyum.

"Makan dulu yuk, sebelum berangkat." Ajak sang bunda.

Maren menganggukkan kepalanya, kemudian merangkak ke arah Maureen.

Dengan bantuan sang bunda, anak itu berhasil turun dari ranjang.

Keduanya berjalan sambil bergandengan, meninggalkan Rajendra yang masih fokus dengan handphonenya.

Menurut Maureen jarak kamar dan dapur itu cukup jauh dan melelahkan.

Setelah sampai di dapur, ia bernafas lega. kemudian ia mendudukkan Maren di sebelahnya.

"Bibi masak apa?" Tanya Maureen pada bi Murni yang masih berkutat dengan alat masak.

"Sop ayam sama sayur capcay neng, ini sebentar lagi selesai kok." Jawab bi Murni sambil menoleh.

Maureen menganggukkan kepalanya.

Sambil menunggu bi Murni menyelesaikan masakannya, ia mengambilkan 1 buah pisang untuk sang anak terlebih dahulu.

Saat sedang memperhatikan anak sulungnya, tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi dari handphonenya.

Itu dari mertuanya, yang mengatakan bahwa ia akan sedikit terlambat karna terjebak sedikit kemacetan.

Maureen langsung membalas pesan dari mertuanya dan setelah selesai, ia langsung menyimpan handphonenya kembali.

Tak lama setelah itu, makanan sudah di hidangkan dan Rajendra sudah turun dari kamarnya.

Ketiganya mulai memakan makanan yang sudah di siapkan oleh bi Murni.

***

Sekarang suasana dalam mobil sedikit mencekam sejak ibunya bertanya soal Maren.

"Siapa itu?" Tanya ibu Rajendra tanpa ada keraguan.

"Maren, anak aku sama Maureen." Jawab Rajendra.

"Anak? ngaco kamu, perut Maureen aja masih besar."

"Anak angkat." Ulang Rajendra.

"Kenapa kamu mau-maunya ngangkat anak yang asal usulnya gak jelas, Rajendra." Kata Rena, ibu dari Rajendra.

"Rajendra gak butuh komentar mama, aku cuman butuh persetujuannya aja."

Rena terdiam cukup lama, memikirkan baik buruknya sang anak yang mengangkat anak orang lain untuk menjadi sebagian dari keluarga mereka.

Ibu Rajendra bingung, jika ia menolak Rajendra akan keras kepala dan malah menentangnya dan jika ia menyetujui, ia sejujurnya tidak menyukai anggota keluarga yang tidak ada aliran darah dari Moreno.

"Tanya ayah kamu." Ini lah jalan keluarnya.

Rajendra hanya menjawab dengan anggukan, kemudian ia menoleh kearah istrinya yang terlihat cemas.

Satu tangan ia gunakan untuk mengelus punggung Maren yang tertidur di dadanya dan satu lagi ia gunakan untuk mengelus tangan sang istri.

Maureen yang merasa elusan langsung menoleh dan tersenyum.

Finished!

ini krinj banget, nanti malem tak lanjut yaa.

gomen lama dan makasih udah sabar, muah muah.

gomen juga kalo gak memuaskan, intinya nanti malem tak lanjut.

dadahh

RajendraDonde viven las historias. Descúbrelo ahora