CHAPTER 22

140 11 0
                                    

Selamat membaca! Semoga suka dan bermanfaat :)

🍂

Riuhnya tepuk tangan menghiasi lapangan. Seseorang yang disebut namanya menjadi sorotan oleh seluruh siswa, terutama di kalangan wanita.


Mulai dari cara dia berjalan ke depan untuk mendapat penghargaan, setiap langkah yang dia lakukan juga menjadi pusat perhatian. Kali ini, semua benar-benar terfokus pada Samudera.


Bahkan orang yang selama ini sangat tak menyukainya, ataupun mendengar namanya saja sudah risih. Tapi hari ini, entah kenapa hati Eska sedikit luluh. Hanya sedikit.


"Ini adalah salah satu siswa yang patut untuk dijadikan contoh. Teman-teman seangkatannya harus banyak belajar dari Samudera. Adik-adik kelasnya harus bisa memanfaatkan kakak kelas yang baik. Memanfaatkan di sini bukan berarti untuk hal yang tidak baik, ya" ucap bu Sania ketika Samudera sudah menginjakkan kakinya di depan seluruh siswa dan para guru.


"Baik, Samudera. Apa ada sepatah kata yang ingin kamu sampaikan, nak?" tanya bu Sania pada Samudera, dan mendapat jawaban anggukan olehnya.


Saat ini, mikrofon sudah berpindah ke tangan Samudera. Tak ada satupun yang berniat untuk menyia-nyiakan pandangan yang ada di depan mereka. Semua memusatkan perhatian hanya pada Samudera.


"Baik. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh" ucapnya di awal.


"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh!"jawab semua yang saat ini sedang berada di lapangan dengan suara yang sangat lantang. Seperti tak sabar dengan apa yang akan diucapkan oleh Samudera.


"Sebelumnya, saya ingin berterima kasih kepada bapak dan ibu guru. Tiga tahun sudah saya berpijak di bumi Lentera Bangsa. Banyak sudah perjalanan yang saya lewati. Semua pencapaian yang sampai detik ini saya dapatkan, tidak lepas dari support para guru dan teman-teman saya sekalian.


"Saya tau, tak banyak yang bisa saya beri untuk sekolah ini. Tak bisa juga saya membalas semua jasa bapak dan ibu guru yang ada di sekolah ini. Tak bisa juga saya ganti waktu teman-teman yang sudah rela meluangkan waktunya untuk membantu saya.


"Tapi yakinlah, sampai nafas terakhir saya akan tetap mengingat kalian semua. Waktu saya di SMA Lentera Bangsa sudah tak lama lagi. Bisa dibilang hanya menghitung jari saja.


"Teruntuk adik-adik kelas saya, jadilah penerus kami yang nantinya bisa lebih dari kami. Bapak dan ibu guru yang ada di sini, nggak bakal minta pengakuan ketika kamu sukses nanti. Mereka hanya akan tersenyum bangga, ketika anak didik yang mereka bina bisa menjadi orang sukses, bahkan lebih sukses dari dirinya.

"Tetap semangat untuk kita semua. Jadilah manusia yang tak hanya berbekal ilmu, melainkan berbekal kebermanfaatan untuk orang banyak. Terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh" panjang lebar Samudera mengeluarkan kata-kata yang membuat semua orang seakan terhipnotis olehnya. Dan suara gemuruh tepuk tangan kembali menghiasi lapangan.


🍂

Plak!


"Kenapa kamu itu selalu buat masalah aja, ha?! Adik kamu ini tidak setiap hari di rumah! Kenapa jaga dia beberapa jam aja kamu nggak bisa?!Memang dasar anak bodoh!"makian kembali diterima oleh Eska.


Sepertinya kali ini dirinya tak bisa berpura-pura baik-baik saja. Karena sakit di kepalanya juga kembali berulah. Dan sekarang, batin dan fisiknya harus dihantam oleh Abdi, papanya.


Hari ini, kedua adik Eska memilih untuk tinggal beberapa hari bersama kedua orang tua dan satu kakaknya. Rindu dengan sekeliling rumah, mereka memutuskan untuk bermain di sekitaran halaman depan.


Hanyut dalam bahagianya dunia bermain, Bela sampai tak melihat kalau ada motor yang lumayan kencang ingin melintas.


Atika, adik Eska yang pertama tak sempat menolong adiknya dari kejadian tersebut. Dan saat ini, Bela masih terbaring lemah di atas tempat tidur. Ditemani dengan jarum infus yang masuk ke dalam tubuhnya.


Sebenarnya tak cukup parah. Hanya ada beberapa luka di bagian kakinya Bela. Namun rasa syok yang menghampiri membuat Bela belum sadarkan diri sampai sekarang.


Tapi papa Eska tetaplah papa Eska. Sedikit kesalahan yang bahkan bisa dibilang ketidak sengajaan olehnya, membuatnya harus kembali merasakan sakit. Baik yang terlihat maupun tak terlihat.


Saat ini Eska sudah berada di rumah bersama dengan papa dan mamanya. Atika yang menjaga Bela di rumah sakit. Sementara kedua orang tua Eska masih belum siap untuk memberikan pelajaran pada Eska.


"Dasar anak nggak tau diri kamu! Kamu itu anak paling tua, Aneskaaa! Kenapa sedikit aja nggak bisa buat saya senang, ha?!" jleb. Bahkan untuk menyebut dirinya sebagai papa di depan Eska saja, rasanya sangat berat.


Sangat hancur hati Eska ketika kata tersebut keluar dari mulut papanya sendiri. Hanya empat huruf, tapi semakin membuat dirinya tak berdaya.


Saat ini, tangan papa Eska sudah berpindah di atas kepalanya. Tangan yang kekar itu dengan sangat mudahnya menarik rambut putri sulungnya. Tangisan. Hanya tangisan yang dapat keluar dari mulut Eska.


"Sakit, paah...." lirihnya

Bersambung
• • •
Stop jadi pembaca gelap! Jangan lupa vote dan commentnya, ya

Aku Trauma [TAMAT] ✔Where stories live. Discover now