27. Philophobia

Mulai dari awal
                                    

Sangat kontras dengan sifat Theodore di masa lalu.

Tak bisa mengelak, Lilly pun memilih untuk tetap diam. Louis yang mengerti bagaimana perasaan wanitanya pun tersenyum. Dia lalu menangkup wajah Lilly dan mengusapnya secara perlahan.

"Apa kamu ingin kembali ke sana, Lilly?"

Deg!

Lilly terhenyak mendengar pertanyaan itu, namun ia akhirnya kembali menggeleng.

"Aku tidak ingin mengambil resiko buruk itu Louis."

"Tapi lukamu juga tidak akan sembuh jika kamu terus seperti ini. Setidaknya, kamu harus mencoba mengikhlaskan—"

Namun Lilly langsung menghindar, membuat tangan Louis terlepas dari wajahnya.

"Aku masih belum bisa mengikhlaskan bayiku yang terkubur di sana Louis. Rasa sakit yang aku rasakan saat itu, tidak akan pernah bisa aku lupakan!" Lilly memotong ucapan Louis dengan iris cokelatnya yang memerah. Genangan air mata yang mulai bertumpu di pelupuk, seakan telah menjelaskan bagaimana rasa sakit yang Lilly alami bertahun-tahun silam.

"Lilly...."

"Aku merasa sangat hancur setiap kali memikirkannya... Bukankah dia harusnya masih ada di sini, Louis? Jika di hidup, dia pasti sudah bisa berjalan dan bahkan memanggilku dengan sebutan Mama, seperti Lillibeth..." Lilly memelankan suaranya di akhir kalimat, berusaha menekan rasa sesak yang kian mendominasi hatinya.

Melihat Lilly kembali terjatuh dalam dukanga, Louis pun langsung membawa tubuh Lilly ke dalam dekapan. Dia mendekap erat tubuh rapuh wanitanya yang cantik.

Sungguh, Louis tidak bermaksud membuat Lilly menangis.

"Shussshh... Maaf sayang, aku tidak tidak bermaksud membuatmu sedih... Aku hanya ingin kamu berdamai dengan masa lalu. Maaf jika aku terlalu lancang," gumam Louis dengan sebelah tangan yang mengusap pelan rambut Lilly. Lilly mencengkram lengan Louis, menumpukan kepalanya di dada bidang pria itu dan menangis kencang di sana.

"No... Ka-kamu tidak perlu minta maaf... Aku hanya.... Aku—"

"Shutttt sudah Lillyanne... It's okay baby.... Aku mengerti...." Louis berusaha menenangkan wanitanya yang menangis sesegukan. Mendengar Louis berkata seperti itu, tangis Lilly turun semakin deras.

Jujur, Lilly terkadang merasa bersalah pada Louis. Lilly merasa, tidak sepantasnya pria baik dan bertanggung jawab seperti Louis mendapatkan seorang wanita sepertinya. Kehadiran Louis dan Lillibeth dalam hidup Lilly seolah menjadi cahaya baru untuknya bertahan

Terlebih Lilibeth, kehadiran gadis kecil berusia empat tahun itu benar-benar membantunya sembuh dalam keterpurukan. Saat melihat Lillibeth, Lilly seakan melihat janin nya yang telah tiada. Meskipun dia bukan ibu kandung yang melahirkannya, tapi Lilly menyayangi gadis kecil itu. Dia sudah bersama Lillibeth sejak saat Lillibeth berusia satu tahun.

Tapi untuk Louis.... Lilly masih merasa ragu.

Pria itu terlalu "putih" untuk Lilly yang "hitam".

Masa lalunya sebagai seorang wanita simpanan yang menjual diri, terkadang membuat Lilly merasa bimbang saat Louis mengajaknya  menikah.

Lilly ingin, tapi Lilly takut.

Meski terasa tidak mungkin, tapi Lilly takut jika suatu hari Louis akan merendahkannya, seperti Theo. Lilly  takut jika Louis juga akan menyakitinya seperti Theo. Belajar dari pengalaman di masa lalu, Lilly sangat paham tentang arti kesetaraan dalam sebuah hubungan.

Apa yang akan dikatakan keluarganya soal Lilly?

Satu dua orang mungkin setuju, tapi sisanya pasti menentang.

The Escapes of MistressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang