64. selfishness

65.2K 12.7K 8.2K
                                    

Wkwwk
Ternyata bisa up sekarang juga ya🤭

PENGUMUMAN
: JANGAN BERHENTI ATAU HAPUS CERITA INI DENGAN ALASAN MENUNGGU ENDING YA.
BECAUSE AUTHOR HANYA AKAN MEMPUBLISH ENDING ASLINYA NANTI DALAM HITUNGAN JAM SAJA.

Deg-degan gak menuju ending?

Tenang aja, endingnya belum tentu kok.

Happy apa?

⚔️⚔️⚔️

Sudah hampir seratus kali wanita itu menghubungi suaminya namun tetap tidak diangkat.

Rai berusaha untuk menenangkan diri dan kembali mencoba menelfon dan mengirimkan puluhan pesan. Kemudian tatapan wanita itu beralih pada putrinya yang merengek dalam tidurnya di atas brankar rumah sakit. Rai mengusap rambut Stella dengan pelan dan meraba keningnya. Demamnya masih belum turun juga.

Tadi pagi Stella memang sudah pucat, tidak berselera makan dan tidak masuk sekolah. Rai menyuruhnya istirahat tetapi siang tadi balita itu malah kabur untuk bermain bersama the rongsokan.

Dan sekitaran dua jam yang lalu, suhu tubuh balita itu malah semakin tinggi membuat Rai segera melarikan ke rumah sakit.

Suara dering ponsel mengalihkan perhatian Rai, ia melihat nama bik saron tertera di layar handphone. Lantas ia pun menggeser tombol ke arah warna biru.

" Halok bik!" Sapa Rai, hatinya semakin tidak tenang saat mendengar suara tangisan bayi yang begitu jelas.

" Halo nyonya, ini atuh si kembar nangis terus. Udah dikasih susu sama digendong juga tetap gak mau diem."

Rai mengusap wajah dengan frustasi.
" Bik, kak Gio belum pulang ya?"

" Belum atuh nyonya."

" Ya udah. Rai segera ke sana ya." Ujar Rai lalu mematikan sambungan. Ia mengecup sekilas kening putrinya dan keluar dari ruang inap.

" Pak, bapak disini dulu jagain Stella ya." Ujar Rai seraya mengambil kunci mobil dari tangan pak supir yang menunggu di depan ruang inap. Ia tidak punya banyak waktu sehingga langsung segera berlari menuju parkiran.

Sesampainya di parkiran, Rai langsung tancap gas menuju rumah. Mobil itu melaju dengan kecepatan sedikit di atas rata-rata. Ia harus cepat sebelum Stella kembali terbangun dan menangis mencarinya.

" Laki-laki brengsek." Umpat Rai disela-sela sibuk mengebut.

Tadi pagi suaminya memang mengirimkan SMS bahwa ia malam ini akan lama pulang. Tapi Rai tidak tau bahwa handphonenya malah tidak aktif.

Karena kecepatan yang tinggi, akhirnya Rai telah sampai di rumah. Ia turun dari mobil dan berlari memasuki rumah menuju kamar si kembar.

Dilihatnya baby Alice yang masih menangis ditemani wajah memerah. Sementara baby Allard mulai tenang di gendongan pembantu lain.

Rai segera mengambil alih baby Alice dari gendongan bik saron dan menepuk-nepuk punggungnya pelan.
" Cup cup cup... Kenapa sayang?"

Wanita itu meraba kening putrinya tetapi ia merasakan suhunya normal-normal saja. Bayi kecil itu mulai memelankan suara tangisnya sebab ia sepertinya mulai mengenali ibu kandungnya.

Kemudian setelah bayi tersebut benar-benar tenang, Rai duduk di atas sofa dan memberikan ASI kepada sang anak. Sekarang ASI-nya sudah mulai lancar sehingga tidak perlu memakai pompa ASI lagi.

" Aduh, khawatir banget atuh bibi." Bik saron bernafas lega.

Rai tersenyum tipis, ia mengusap bekas air mata di pipi baby Alice dan mencium hidungnya gemas.
" Rewel banget."

GIONATAN 2: Harta, Takhta, Stella. (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang