"Bukan kerjaan lo kan?" seru Jingga tajam.

"Ya ampun Ga, masa gue setega itu sama teman sendiri. Gue emang pernah punya rencana pas bantu lo, buat jadi pacar bohongannya Keenan. Tapi, bukan berarti gue yang publikasikan juga di mading dong? Mikir dua kali gue," ujar Cahaya kegerahan.

"Terus siapa dong?!" geram Jingga hampir prustasi.

"Apa susahnya coba tanya sama anggota ekskul mading?" seru Cahaya memberikan arahan.

"Lo tahu?" tanya Jingga. Cahaya hanya menggelengkan kepalanya.

"Nggak usah ngomong Ca!" tekan Jingga.

Bersamaan dengan bel masuk di mata pelajaran ke lima, gerombolan Surya dan beberapa siswa lain masuk dengan segera. Lantaran, Bu Nina sudah berjalan ke arah kelasnya. Keenan juga ada di sana, berjalan sejajar dengan guru itu. Sedikit berbincang singkat diiringi dengan tawa yang tersisa.

Jingga menyaksikan dengan raut wajah tak suka. Merasa iri dengan kedekatan laki-laki itu dengan para guru. Saat atensi Keenan jatuh pada pandangan mata Jingga, ekapresi laki-laki itu mendadak berubah. Tidak lagi mengembang senyum.

Keenan duduk di kursinya dengan tenang.

"Baik, karena Saya tidak suka berbasa-basi dalam mengajar, langsung saja Saya tawarkan kepada kalian untuk memulai dengan latihan soal ataupula materi baru?" Bu Nina berdiri di depan dengan semangat yang bergelora.

Semua siswa serentak mengucapkan, "MATERI BARU!" Bu Nina terkekeh pelan.

"Giliran dikasih latihan soal aja nggak mau, maunya dikasih perhatian sama pasangan ya?" gurau Bu Nina. Beberapa siswa yang mendengarnya langsung bersiul-siul tidak jelas, termasuk Surya.

"Mau dong dikasih perhatian sama Mas Keenan diam-diam!" teriak Surya mengundang tawa seisi kelasnya. Bu Nina juga ikut-ikutan tertawa. Keenan hanya acuh tak acuh. Candaan seperti itu terlalu biasa baginya. "Oh, itu ya. Pasangan Goals tahun ini? Ibu juga dengar sih baru-baru aja. Dikira ada apa ramai-ramai di mading, tahu-tahunya ada yang mulai menampilkan diri. Udah gitu, pasangannya satu kelas dan sama-sama juara. Ibu sampai geleng-geleng kepala." Bu Nina menatap ke arah Keenan dan Jingga secara bergantian. Guru itu tersenyum.

"Tapi nggak apa-apa, asalkan keduanya saling supportif!" lanjut Bu Nina. Keenan merasa ada yang aneh disini. Tidak biasanya Bu Nina banyak membuang waktunya demi membahas hal-hal yang remeh. Lagi, guru itu juga mengaitkan dengan juara.

Sedangkan Jingga merasa was-was sendiri.

"Kok jadi bahas Keenan sama Jingga. Kita kapan belajarnya dong? Ah, Surya nih mancing-mancing."

Kenapa harus di spill sih, batin Jingga.

Keenan sontak terkagetkan. Ia memang tidak tahu apa yang sedari tadi dibicarakan. Tidak paham akan alur perbincangan. Laki-laki itu menoleh ke arah kanan. Mengamati sosok Jingga yang tengah memejamkan matanya yang sedikit dipaksakan.

[][][]

Jejak langkah kaki panjang-panjang itu, membuat Jingga kewalahan untuk menyejajarkan langkahnya. Jingga menyusul di belakang dan hampir tertinggal.

Area Natuna, sudah kelihatan sepi. Dan, mungkin hanya mereka berdua yang tersisa disana.

Sebelum benar-benar sampai pada tempat tujuan, Jingga diam-diam memperhatikan raut wajah Keenan saat laki-laki itu mengamati sebuah tulisan yang terpampang jelas di sebuah papan besar. Mading sekolah. Sorot matanya begitu tajam.

JINGGA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang