⸙36 . Entah ini akhir atau bukan

1.3K 139 50
                                    

⸙36》Dijaman sekarang ini sudah lumrah yang namanya hukum karet, yang bersalah bisa bebas yang tertuduh harus menanggung beban ✎... ΉΣƧΛ 1975

 ΉΣƧΛ 1975

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bugkh...!!

Buakhh...!!

"Mas Hesa!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Mas Hesa!"

Juna mencoba melerai pukulan dari Janaragung, pemuda itu hanya diam mematung tanpa berniatan untuk membalas sedikit pun.

"Tuan!, anda sudah keterlaluan!!... Berhenti memukul kakak saya!" Juna berdiri membelakangi Hesa, melindungi pemuda yang sudah mendapatkan cacian dan makian itu.

Karina tidak ikut mengantar jenazah Jaka pulang, sebab ayahnya yang melarangnya. Adininggrat pasti sudah menduga bahwa akan terjadi perkelahian hebat disana.

"Menyingkir bocah!!... Benalu ini harus tau dimana posisinya yang seharusnya!!, berani sekali kau merenggut nyawa anak ku!!. Dia putra ku satu-satunya dan bajingan yang tidak tau terimakasih ini, menghabisinya...!!"

"... Jika anak ku bisa menemui ajalnya saat ini... Maka dia juga harus merasakan hal yang sama!!"

Wajah pria itu memerah panas, dia mengamuk layaknya banteng lepas kendali. Di hempasnya tubuh Juna menjauh, dan mulai menghajar tubuh Hesa yang lemah itu.

Bekas jahitan di perutnya terlihat mulai terbuka lagi, darahnya mermbes tanpa henti. Seolah tau titik lemah pemuda itu, Janaragung terus memukulnya dibagian itu... Hingga dia bahkan kini tak mampu berdiri sempurna.

"Hentikan paman!!, atau aku akan menelpon polisi kemari" Restu mencoba mengancam pamannya yang gila itu.

Janaragung lalu menoleh menatap Restu dengan penuh benci, "telpon saja!... Biar ku jebloskan bajingan ini kedalam jeruji besi!" Dia malah berlagak menentang.

Benar saja Restu menelpon polisi, kematian Jaka adalah sebuah rencana pembunuhan jadi pelakunya harus segera di tangkap.

Saat para pria ribut dihalaman rumah, kini terlihat jelas di ruang tamu rumah itu seorang ibu tengah menangisi kepergian putra semata wayang nya. Bola matanya memerah, kantung matanya pun semakin berat. Dia memeluk tubuh ringkih yang pucat itu, jari-jemarinya bahkan sudah tak sehangat beberapa jam yang lalu.

HESA 1975 | Lee Heeseung ☑️Where stories live. Discover now