Keluarga 30

699 75 17
                                    

Sudah 3 hari, Krist selalu menemani Fiat. Bahkan Fiat tak membiarkan Krist pergi dari rumah. Fiat memaksa Krist agar tetap di dalam rumah. Menemani Fiat bermain.

Ryn datang ke rumah Krist. Membawa tas yang berisi baju-bajunya. "Krist... aku datang..." teriak Ryn.

Fiat yang mendengar teriakan Ryn pun menyahut, "Aunty, berisik. Ini bukan hutan. Jadi jangan teriak-teriak," teriak Fiat tak kalah kencang.

"Kalian sama saja. Teriak gak jelas." Krist keluar dari kamarnya.

Krist menatap tas yang dibawa Ryn. "Taruh di kamar tamu saja, Ryn. Aku juga sudah mengemasi bajuku."

Ryn menatap Krist. "Berapa hari di rumah sakit?" tanya Ryn memastikan.

"Kalau sudah sembuh, aku akan langsung pulang. Aku juga gak tega meninggalkan Fiat." Krist menatap Fiat yang memainkan mainannya.

"Aku letakin tas dulu. Kamu mau langsung pergi atau masih nanti?" tanya Ryn.

"Sebentar lagi. Aku juga masih nunggu ojekku datang." Krist berjalan, lalu duduk di samping Fiat.

Tangan Krist mengelus rambut Fiat. "Fiat jangan nakal ya. Yang harus Fiat tahu, Papa sayang banget sama Fiat."

Fiat menatap Krist lalu mengangguk. "Fiat gak bakal nakal, Pa. Fiat janji."

Ryn duduk di kursi yang kosong. "Ini bocil sudah di kasih makan, Krist?"

"Aunty, kenapa sih, suka banget manggil Fiat bocil? Fiat sudah besar ya." Fiat menatap Ryn protes.

"Hilih, umur 8 tahun besar dari mana? Besar itu kalau sudah umur 17 tahun." Ryn semakin membuat Fiat cemberut.

"Pa, Aunty Ryn jahat. Usir Aunty Ryn, Pa." Fiat menarik-narik lengan baju Papanya.

"Kamu sementara tinggal sama Aunty Ryn ya, Sayang. Papa pergi sebentar saja." Krist mengelus rambut anaknya.

Krist berdiri dari duduknya menuju ke kamar. Krist mengambil tasnya. Fiat dari tadi senantiasa mengikuti Krist.

"Papa mau kemana? Papa sudah janji loh sama Fiat. Mau temani Fiat main." Fiat menarik-narik celana sang Papa.

Krist mensejajarkan tubuhnya dengan Fiat. "Papa pergi sebentar saja. Papa janji bakal balik secepatnya. Tapi, Fiat jangan nakal." Krist memeluk tubuh anaknya.

Krist melepaskan pelukannya, lalu berdiri. Krist ingin melangkah, namun Fiat menahan kaki Krist.

"Pa, jangan pergi. Fiat gak mau ditinggal Papa. Papa jahat. Jangan tinggalin Fiat." Fiat masih terus menarik celana sang Papa.

Ryn datang membantu Krist lepas dari Fiat. Ryn memeluk Fiat dengan erat. "Kamu pergi saja, Krist. Biar Fiat, aku yang jaga. Aku janji bakal jagain Fiat."

Krist melangkah menjauh. Namun, tangisan Fiat semakin kencang. Air mata Krist terjatuh ketika mendengar tangisan Fiat.

"Papa, balik... Fiat gak mau Papa pergi. Fiat gak mau Papa donorin buat Om. Fiat gak mau. Balik, Pa. Fiat mohon." Fiat mencoba meraih sang Papa.

"Fiat bakal benci Om. Fiat gak mau Papa kenapa-kenapa. Jangan pergi, Pa. Fiat gak mau," teriak Fiat semakin menjadi.

Ryn mencoba menenangkan Fiat. "Fiat. Ini demi kebaikan Fiat loh. Biarin Papa pergi ya? Katanya Fiat sayang sama Papa. Papa juga sayang loh sama Fiat, makanya Papa ngelakuin ini. Papa gak mau Fiat menderita."

Fiat semakin memberontak. "Fiat lebih baik menderita, asalkan ada Papa yang selalu di samping Fiat. Fiat gak mau Papa pergi. Om jahat. Om pasti maksa Papa kan? Fiat benci Om. Aunty, bantu Fiat larang Papa pergi. Fiat gak mau Papa pergi."

Fiat menatap Papanya yang terdiam. "Pa, Fiat mohon. Jangan pergi. Papa janji bakal temani Fiat main. Kalau Papa ingkar, Fiat bakal benci Papa. Fiat gak mau Papa pergi. Tolong, Pa. Tolong jangan pergi."

Krist membalik tubuhnya. "Fiat mau benci Papa?" Krist tersenyum. "Benci Papa semau Fiat. Tapi, Papa harus pergi. Papa gak mau, ke depannya, hidup Fiat susah. Papa ngelakuin ini demi kehidupan Fiat. Karena Papa sayang sama Fiat. Papa mau yang terbaik buat Fiat."

Fiat terdiam, namun, air matanya terus menetes. "Pa..." Fiat menghapus air matanya. "Fiat gak bisa benci Papa. Bolehkah Fiat minta sesuatu? Fiat mau peluk Papa."

Krist terdiam sejenak. Perlahan, kaki Krist berjalan menghampiri Fiat. Krist memeluk anaknya erat, begitupun Fiat. Air mata Fiat membasahi baju Krist.

"Pa, maafin Fiat. Fiat gak bisa benci Papa." Fiat mengeratkan pelukannya. "Boleh Fiat temani Papa? Fiat mau rawat Papa."

Krist menatap Ryn seolah bertanya. Ryn hanya mengangguk.

Krist mengelus punggung anaknya. "Kenapa Fiat mau ikut? Kan enak di rumah. Papa janji, kalau sudah sembuh, Papa bakal cepat pulang. Biar Fiat yang rawat Papa."

Fiat menggeleng. "Fiat mau rawat Papa di rumah sakit. Fiat gak bisa menunggu Papa di rumah."

"Ya sudah, Fiat ikut ya. Tapi janji ya. Jangan rewel. Duduk yang manis ya nanti." Krist tersenyum melepaskan pelukannya.

Fiat mengangguk dengan semangat. "Iya, Pa. Fiat janji gak rewel."

Ryn bahkan sudah menyiapkan tasnya dan tas Fiat. Fiat mengacungkan jempolnya kepada Ryn.

Krist menatap mereka berdua. "Kalian kerja sama ya?"

Fiat dan Ryn dengan otomatis menggeleng. Mulut mereka masih terbungkam. Ojek yang dipesan Krist sudah dibatalkan. Mereka memutuskan untuk naik mobil Ryn.

🌼🌼🌼🌼🌼

Krist sudah tidur di brankar nya. Selang infus sudah terpasang di tangannya. Sedangkan Fiat, masih setia berdiri di samping Krist memijat tangan Krist.

"Pa, sakit ya?" tanya Fiat.

Krist menggeleng. "Gak kok. Terima kasih ya, sudah mijatin Papa."

Perawat masuk bersama Dokter. Memeriksa untuk yang terakhir kali, sebelum masuk ke dalam ruang operasi.

Dokter memeriksa semua peralatan yang terpasang. Lalu menatap Krist. "Santai saja. Gak usah takut. Yakin semua akan baik-baik saja."

Krist tersenyum. "Gak takut kok, Dok."

"Ya sudah, masuk ke ruang operasi sekarang saja ya?" Dokter itu menatap Krist lalu menatap perawat.

Perawat itu membawa brankar Krist keluar dari ruang rawat. Dokter ingin keluar dari ruang rawat, namun, tangan kecil Fiat menahan baju Dokter itu.

"Dokter. Boleh gak, jagain Papa di sana. Jangan sakitin Papa ya, Dokter. Kalau suntik pelan saja, jangan sampai Papa sakit. Tolong jagain Papa ya, Dokter." Fiat menatap Dokter itu dengan wajah polos.

Dokter itu mensejajarkan tubuhnya dengan Fiat. "Iya, nanti Dokter jagain Papa kamu. Kamu percayakan sama Dokter?"

Fiat mengangguk. "Fiat percaya sama Dokter. Tolong jagain Papa."

Dokter mengangguk. "Tos dulu dong."

Fiat dan Dokter melakukan tos. Setelah itu, Dokter keluar dari ruang rawat Krist.

Fiat dan Ryn mengikuti Dokter itu. Ryn dan Fiat hanya bisa menunggu di depan ruang operasi. Mengucapkan doa, agar operasi bisa berjalan dengan lancar.

🌼🌼🌼🌼🌼

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang