Keluarga 4

749 78 1
                                    

Mama Singto keluar dari kamar Fiat, langsung menghampiri Krist yang duduk terdiam di depan televisi ruang tamu itu. Sampai di samping Krist, Krist masih belum sadar.

"Nak..." panggil Mama dengan suara halusnya.

Krist menatap Mama Singto. "Eh, Mama. Duduk, Ma. Mama mau makan? Krist siapkan ya?"

"Gak perlu. Mama kesini cuma mau tahu kabar mantu sama cucu Mama. Kalian jarang banget hubungin Mama. Ya, Mama juga sibuk sih." Mama Singto duduk di samping Krist.

"Mama sempatin datang ke sini saja, Krist sudah bahagia." Krist tersenyum.

Mama memeluk Krist. "Kamu kuat. Mama bangga punya mantu seperti kamu. Kalau ada apa-apa jangan sungkan cerita sama Mama. Mama sayang banget sama kamu."

Tangan Mama mengelus punggung Krist. "Jangan tahan kalau mau nangis. Bahu Mama siap jadi sandaran kamu. Tinggalin kalau kamu sudah gak kuat. Mama gak rela kamu tambah sakit."

Krist mengelus tangan Mama Singto. "Ma, jangan dengarin Fiat ngomong. Fiat cuma asal ngomong. Dia cuma kesepian. Paling juga rindu sama Ayahnya."

Pelukan Mama Singto semakin erat. "Jangan seperti ini. Nangis Krist kalau sakit. Jangan ditahan. Mama gak mau kamu sakit hati. Beri Mama waktu."

Krist menggeleng. "Krist gak papa, Ma. Waktu buat apa, Ma?"

Mama melepaskan pelukannya. "Gak buat apa-apa. Mama janji, semua akan membaik. Jangan sedih, Mama gak mau mantu Mama sedih."

"Krist gak sedih, Ma. Kan sudah Krist bilang, jangan dengerin Fiat ngomong. Mama jadi sedih gini kan?" Krist mencoba membuat Mama Singto tenang. Dia tak ingin permasalahannya membuat Mama sedih.

"Mama gak bisa lama-lama. Kamu sama Fiat jaga diri ya. Mama bakal sering kesini." Mama berdiri dari duduknya. Sebelum meninggalkan Krist, Mama memeluk erat menantunya itu.

"Ma, kenapa buru-buru? Gak nginap dulu?" tanya Krist bingung.

"Kapan-kapan saja ya. Mama pulang dulu." Mama pergi menjauh dari Krist.

Krist masih di tempatnya, terdiam sejenak. Setelah sadar, Krist segera menuju kamar anaknya. Dia akan menanyakan apa yang telah dia bicarakan dengan Neneknya.

Krist mengetuk pintu kamar anaknya. "Fiat, ini Papa. Papa boleh masuk?"

"Boleh, Pa. Masuk saja," teriak Fiat dari dalam kamarnya.

Krist masuk ke dalam kamar Fiat. Terlihat anaknya yang sedang membereskan mainannya.

Krist duduk di ranjang Fiat. "Kamu kenapa cepat dewasa sih? Papa ngerasa belum cukup ngerawat kamu. Papa juga belum siap, kalau kamu sibuk sama tugas dan teman kamu nanti."

Fiat menatap Papanya, lalu meninggalkan mainannya untuk duduk di samping Papanya. "Papa tenang saja. Fiat janji, nanti teman Fiat, bakal Fiat bawa ke rumah. Kita main di rumah. Nanti biar Fiat sama Papa terus." Fiat tersenyum. "Fiat harus cepat dewasa, biar bisa jagain Papa. Masak Papa lupa sama omongan Fiat."

Krist mengelus rambut anaknya. "Iya, Papa gak lupa kok. Tapi jangan cepat-cepat dewasanya."

Fiat tersenyum sangat polos. "Papa, ceritain satu kisah dong. Fiat selalu suka cerita Papa."

"Kan Papa sudah cerita semua. Fiat mau cerita tentang apa?" tanya Krist.

Fiat terdiam sejenak. "Fiat mau cerita tentang keluarga, Pa. Fiat mau tahu keluarga itu seperti apa. Fiat masih belum terima penjelasan nenek."

Krist terdiam. Hati Krist perlahan merasa sakit. Dia belum siap jika anaknya harus hancur karena keadaan orang tuanya.

"Di dalam dongeng, ada 3 kelinci yang hidup sangat bahagia. Kelinci itu terdiri dari Ayah, Papa, dan anak kecil mereka. Mereka saling melindungi. Bahkan Ayah dari kelinci itu menggunakan tubuhnya untuk melindungi anaknya dari serangan ular. Untung, Ayah kelinci itu masih diberi kesempatan untuk selamat. Rumah mereka hangat walau sederhana." Krist menatap anaknya yang terdiam.

"Namun, keadaan membuat Ayah kelinci harus bekerja keras agar bisa memberi makan Papa dan anak kelinci. Tapi, anak kelinci merasa kesepian. Anak kelinci terus menanyakan Ayah kelinci. Anak kelinci terus berbicara asal. Dimana Ayah? Ayah tidak sayang aku lagi. Ayah sibuk bekerja, Anak kelinci terus berbicara."

Fiat menyela omongan Krist. "No, Papa. Anak kelinci gak pernah bicara seperti itu. Anak kelinci mengerti kok kalau Ayahnya kerja."

Krist tersenyum. "Ini cerita kelinci, Sayang. Kenapa kamu bisa nyela? Kamu merasa ya?"

Fiat menggeleng. "Gak jadi. Lanjutkan cerita, Pa."

Krist tersenyum. "Tapi, setiap Ayah kelinci pulang, Anak kelinci berlari untuk memeluk kaki Ayah kelinci. Anak kelinci tahu, kalau Ayah kelinci capek, butuh isi tenaga. Pelukan Anak kelinci itulah tenaga Ayah kelinci."

"Anak kelinci tersenyum kepada Ayah kelinci. Fiat tahu gak, apa yang anak kelinci katakan kepada Ayah kelinci?" tanya Krist kepada Fiat.

Fiat mengangguk. "Anak kelinci bilang, Ayah jangan capek-capek. Kalau Ayah butuh tenaga, aku menunggu Ayah pulang ke rumah. Aku bakal peluk Ayah sampai tenaga Ayah penuh kembali. Terima kasih Ayah, sudah bekerja untuk aku dan Papa. Ayah itu pahlawan aku. Aku berharap, Ayah selalu kembali ke rumah aku dan Papa."

Krist terdiam sejenak. Entah mengapa air matanya menetes.

Tangan kecil Fiat menghapus air mata Krist. "Papa, cerita Fiat salah ya? Oke, Fiat diam, gak cerita lagi. Papa jangan sedih. Maaf, kalau Fiat nakal."

Krist mengelus rambut anaknya. "Gak, Sayang. Cerita Fiat buat Papa terharu. Jadi Fiat sudah tahukan apa itu keluarga?"

Fiat mengangguk. "Keluarga itu tempat kita kembali. Secapek apapun, keluarga yang beri kita semangat lagi. Ayah sibuk karena mau buat Fiat sama Papa gak susah. Fiat sayang banget sama Ayah. Ayah, pahlawan Fiat. Tapi masih belum jawab pertanyaan Fiat, Pa."

"Fiat kenapa? Ada yang lagi Fiat pikirkan ya? Anak kecil seusia Fiat harusnya pikirkan pembelajaran. Jangan yang berat-berat dulu." Tangan Krist mencubit pipi Fiat. "Mungkin, Fiat belum dapat jawabannya sekarang. Tapi nanti, Fiat akan dapat jawabannya suatu saat nanti. Ada pertanyaan yang harus ada jawaban, dan ada pertanyaan yang gak harus dijawab."

Fiat mengangguk paham. "Pa, besok temani Fiat beli peralatan sekolah ya. Pulang sekolah."

Krist mengangguk. "Siap bos kecil. Besok sekalian kita ketemu Aunty Ryn oke?"

Fiat mengangguk setuju, setelah itu Fiat kembali membereskan mainannya. Tak ada lagi pembicaraan dengan Papanya.

Krist hanya mampu terdiam dan menatap anaknya. "Ayah kamu sayang sama kamu, Nak."

🌼🌼🌼🌼🌼

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Where stories live. Discover now