Keluarga 22

648 84 16
                                    

Singto terbangun dari tidurnya. Melihat sekeliling, dia sudah tidak berada di kamarnya. Singto mulai mencari Mamanya.

"Ma..." panggil Singto.

Mama menghampiri Singto yang sudah sadar. "Kenapa? Ada perlu lagi?" tanya Mama dengan wajah datarnya.

"Terima kasih, Ma. Maaf kalau Singto ngerepotin Mama." Singto menatap Mamanya dengan wajah tak enak.

"Lain kali, minta tolong ke calon kamu. Jangan ke Mama. Atau cari wanita lain yang berguna. Jangan cuma yang temani kamu waktu sehat, sekalinya sakit gak terlihat tuh wajah." Mama masih menatap Singto dengan datar.

"Ma, kenapa sih Mama gak suka banget sama Gheza. Dia baik, Ma. Dia lebih sempurna dari Krist," protes Singto.

"Sempurna ya? Iya sih sempurna. Tapi kenapa waktu kamu sakit, dia gak ada? Ya sudah, Mama tunggu kamu miskin dulu saja baru sadar. Kayaknya, sekarang Mama gak bakal nyalahin Krist deh. Wajar kalau Krist selingkuh. Suaminya gak ada otak." Mama mulai membalik tubuhnya.

"Mama mau kemana?" tanya Singto panik.

"Cari makan. Malas juga lama-lama sama kamu. Gak berguna." Mama mulai berjalan menjauh. Mama ingin ke kantin untuk mengisi perutnya.

Mama menyusuri lorong sendirian. Namun, mata Mama menatap seseorang yang Mama kenal. Mama segera berlari mengejar orang itu.

Mama menahan tangan orang itu. "Krist," panggil Mama.

Krist menatap orang yang memanggilnya. Krist hanya terdiam, tak mampu mengucapkan kata.

Mama menatap Krist dengan wajah yang seolah menahan rindu. "Krist, kamu ngapain di sini? Siapa yang sakit? Mama kangen sama kamu."

"Maaf, Bu. Boleh lepas tangan saya? Ini sedikit sakit." Krist mencoba melepaskan tangan Mama Singto.

"Krist ini Mama. Kenapa kamu manggil Bu? Kamu ngapain di sini?" Mama Singto masih menanyakannya pertanyaan awal.

"Saya pikir, cuma menantu Ibu yang boleh manggil anda Mama. Saya cuma menghargai menantu anda. Saya di sini, karena anak saya sedang sakit. Maaf, Bu. Saya permisi." Krist akan kembali ke kamar Fiat.

Namun, Mama Singto menahan Krist. "Cucu Mama kenapa Krist? Fiat sakit apa?"

Krist hanya diam, tak menjawab. Krist tahu ini tidak sopan, namun, Krist segera meninggalkan Mama Singto sendiri.

Mama ingin mengejar Krist, namun, dokter yang menangani Singto memanggil Mama Singto. Mama dan dokter itu berjalan menuju ruang dokter untuk membicarakan keadaan Singto.

🌼🌼🌼🌼🌼

Krist masuk ke dalam kamar rawat Fiat, dan langsung menutup pintu. Krist hanya takut, Mama Singto mengambil Fiat dari Krist.

Ryn menghampiri Krist. "Kenapa Krist? Kok kamu ketakutan gitu?"

Krist mengatur napasnya. "Ada Mama Singto di sini. Aku takut Ryn. Aku takut, Mama Singto ambil Fiat dari aku. Aku takut."

Ryn mengelus pundak Krist. "Gak bakal. Mama Singto beda sama Singto nya. Mama Singto gak mungkin jahat misahin kamu sama anak kamu. Mungkin, Mama Singto cuma pengen tahu keadaan cucunya."

"Apa yang diharapkan Ryn? Aku bilang ke Mama Singto kalau aku selingkuh. Apa kamu pikir, Mama Singto gak akan misahin aku sama Fiat? Aku sudah jelek, Ryn. Kalaupun dibawa ke pengadilan, aku yang kalah." Krist mencoba tak emosi.

Krist menghampiri Fiat yang menatapnya. Mencoba tersenyum agar Fiat tak khawatir. "Jangan khawatir. Papa pasti jagain kamu."

Fiat mengangguk. "Fiat gak mau pisah sama Papa. Walaupun Nenek datang buat bujuk Fiat, Fiat gak akan mau. Fiat mau dampingi Papa terus."

Ryn mendekat ke arah Krist. "Aku bakal belain kamu, kalau memang benar Mama Singto mau merebut Fiat."

Krist membalas ucapan Ryn dengan tersenyum. Setelah itu, Krist menatap Fiat lalu mengelus rambut Fiat.

🌼🌼🌼🌼🌼

Mama Singto duduk terdiam di ruang dokter, sedangkan dokter, masih memeriksa hasil dari pemeriksaan Singto.

Dokter itu menatap Mama Singto. "Menurut hasil pemeriksaan, anak Ibu terkena penyakit gagal ginjal akut. Dan harus dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memeriksa jika ada penyakit lainnya. Anak Ibu diharapkan tinggal beberapa hari di rumah sakit."

"Apa bisa sembuh, Dok?" tanya Mama Singto dengan wajah yang begitu panik.

"Bisa, jika mendapatkan donor ginjal. Selama belum mendapatkan donor ginjal, anak Ibu harus cuci darah." Dokter itu mulai menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh Mama Singto dan Singto.

"Terima kasih, Dok. Saya permisi." Mama Singto tersenyum kepada Dokter itu.

Mama Singto keluar dari ruang dokter dengan wajah sedihnya. Mama Singto tak ingin lagi ke kantin, dia akan kembali ke kamar Singto.

Mama Singto berjalan dengan pandangan kosong. Beliau memikirkan cara untuk mendapatkan donor ginjal untuk Singto.

Mama Singto masuk ke dalam kamar Singto, melihat Singto yang terdiam menatap langit-langit kamarnya.

Mama Singto meletakkan tas di meja yang ada di ruangan itu. "Kamu harus dirawat beberapa hari di sini."

Singto menatap Mamanya. "Kenapa, Ma? Aku sakit apa?"

"Kamu kena gagal ginjal akut. Dan kamu harus cuci darah. Kita harus menunggu orang yang mau mendonorkan ginjalnya buat kamu." Mama Singto menatap Singto kasihan. "Kamu bisa kasih tahu ke calon kamu, biar dia bisa bantuin cari pendonor juga."

"Aku takut ditinggal Gheza, Ma. Aku takut dia gak nerima orang penyakitan." Singto menolak ide Mamanya untuk memberi tahu Gheza.

"Dia calon kamu. Seharusnya dia membantu kamu. Dengan kamu kasih tahu dia, mungkin dia akan di samping kamu, ngerawat kamu." Mama sudah terpancing emosi.

"Aku akan kasih tahu Gheza. Tapi gak sekarang, Ma. Aku masih takut ditinggal Gheza." Singto masih mencoba membujuk Mamanya.

"Terserah kamu." Mama Singto hanya bisa pasrah.

Mereka terdiam dengan pemikiran masing-masing. Mama dengan pikiran bagaimana mendapatkan donor untuk Singto, sedangkan Singto, memikirkan bagaimana cara memberitahu Gheza. Dia takut ditinggal Gheza karena penyakitnya.

🌼🌼🌼🌼🌼

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Where stories live. Discover now