Keluarga 24

651 75 20
                                    

Mama keluar dari ruang rawat Singto dengan mengendap-endap, agar Singto tak terbangun. Berjalan dan mengingat dimana ruangan cucunya dirawat.

Mama Singto menemukan ruang rawat Fiat. Mama Singto mengetuk pintu. Pintu pun terbuka, terlihat Ryn yang berdiri di depan Mama Singto.

"Ryn..." Mama Singto menyapa Ryn.

Ryn tersenyum. "Eh, Tante. Masuk Tante."

Mama Singto masuk ke dalam ruang rawat Fiat. Sedangkan di kursi, Krist hanya menatap Mama Singto. Tak berbicara apapun.

Mama Singto menghampiri Fiat yang melihatnya. "Fiat. Cucu Nenek."

Krist yang melihat Mama Singto ingin memeluk Fiat, akhirnya memilih menjauh dari brankar Fiat. Krist duduk di kursi yang bersama Ryn.

Mama Singto memeluk Fiat erat. "Cucu Nenek kenapa? Sakit apa, Sayang?"

"Fiat gak papa, Nek. Cuma luka sedikit." Fiat mulai mendekatkan mulutnya ke telinga sang Nenek. "Gara-gara anak Ayah, Nek. Tapi Fiat gak berani ngelawan. Takut Ayah makin benci sama Fiat. Dan, Fiat gak mau ngerusak keluarga Ayah lagi."

Mama Singto menatap Fiat, lalu tersenyum. "Tunggu sebentar lagi ya. Nenek janji, keluarga Fiat bakal utuh lagi. Nenek janji. Fiat juga harus doakan, biar rencana Nenek berhasil. Fiat harus jagain Papa Fiat terus ya. Nenek sayang kalian berdua," bisik Mama Singto.

Mama Singto melepaskan pelukannya. Tangan Mama Singto mengelus rambut Fiat. "Cepat sembuh anak baik. Cucu Nenek itukan kuat."

Fiat membalas ucapan Neneknya dengan senyum. "Nek, Fiat sayang banget sama Nenek. Fiat beruntung punya Nenek yang baik."

Di kursinya, Krist hanya menatap Mama Singto dan Fiat yang saling berkomunikasi. Tiba-tiba, perasaan Krist merasa membaik dan lega.

Mama Singto menghampiri Krist. Dengan senyuman teduhnya, Mama menyapa Krist, "Krist..." Mama Singto menatap Krist.

Krist hanya menatap Mama Singto. Krist tak tahu harus berbuat apa. Keadaannya terlalu canggung saat ini.

"Boleh Mama peluk kamu?" tanya Mama Singto dengan suara yang bergetar.

Cukup lama hening, Krist akhirnya mengangguk. Mama Singto segera memeluk Krist.

Tangan Mama Singto mengelus punggung Krist. "Bertahan ya, Nak. Maafin Mama untuk semua ini."

Krist bingung dengan ucapan Mama Singto. Krist pasti bertahan untuk Fiat, tapi, kenapa Mama Singto meminta maaf? Krist pikir, mungkin ada sesuatu.

"Bu, kenapa minta maaf? Ibu gak salah apa-apa." Krist melepaskan pelukan dengan Mama Singto.

Mama Singto hanya menggeleng, lalu pergi meninggalkan Krist dan ruang rawat Fiat. Mama Singto memutuskan kembali ke ruang rawat Singto.

Mama Singto masuk ke dalam ruang rawat Singto. Dan terlihat Singto yang sudah terbangun dari tidurnya.

Singto menatap Mamanya. "Ma, darimana?"

"Gak perlu tahu. Sekarang, kamu istirahat saja." Mama meletakkan tasnya di meja.

"Ma. Mama darimana?" tanya Singto dengan nada memaksa.

"Apa sih yang kamu mau tahu? Mama gak darimana-mana." Mama mencoba mengatur emosinya.

"Ma, Singto cuma tanya. Kenapa Mama marah-marah sih? Ada yang Mama sembunyikan?" Singto mencoba memancing emosi Mamanya.

"Mama dari ruang rawat Fiat. Puas kamu. Anak kamu bikin Cucu Mama masuk ke rumah sakit. Kamu bisa gak sih jaga anak kamu?" Emosi Mama pun terpancing.

"Ma, maksudnya? Fiat ada di rumah sakit ini?" Singto menatap Mamanya dengan wajah khawatir.

"Iya, Cucu Mama masuk ke rumah sakit ini karena anak kesayangan kamu." Mama menatap Singto dengan wajah marahnya.

Singto bangun dari tidurnya, lalu menghampiri Mamanya. "Ma, kasih tahu Singto, di mana Fiat dirawat, Ma?"

"Buat apa kamu tahu? Bukannya kamu gak anggap Fiat anak? Anak kamu bukannya cuma anak dari wanita itu?" Mama enggan menatap Singto.

Singto memilih untuk berlutut di kaki Mamanya. "Ma, Singto mohon. Fiat anak Singto, Ma. Singto juga harus tahu keadaan anak Singto."

Mama Singto hanya diam. Tak menjawab apapun. Dia tak ingin Singto membuat kekacauan. Namun, lama-kelamaan, rasa kasihan hinggap di hati Mama Singto.

"Fiat dirawat di kamar wijaya nomor 2," ucap Mama Singto tanpa menatap Singto.

Singto berdiri, dan dengan cepat Singto berjalan menuju kamar rawat Fiat. Mama Singto hanya mengikuti dari belakang.

Singto masuk tanpa mengetuk pintu. Terlihat Fiat yang menatap Singto dengan tatapan yang tak bisa dibaca.

"Sayang, ini Ayah. Kamu sakit apa, Nak?" tanya Singto. Singto berjalan mendekat ke arah brankar.

Saat hendak memeluk Fiat, tangan Fiat mendorong Singto. "Pergi. Jangan pernah Om kesini. Fiat gak mau lihat Om."

"Nak, ini Ayah. Kenapa kamu panggil Om?" Singto berusaha memeluk Fiat.

"Pergi, Om. Jangan ganggu Fiat. Pergi. Jangan ganggu hidup Fiat sama Papa lagi. Om itu jahat. Fiat gak mau kenal Om." Fiat mendorong Singto hingga terjatuh.

Krist berniat membantu Singto untuk berdiri. "Aku bantu bangun. Setelah ini, kamu pergi dari sini. Aku gak mau anakku kenapa-kenapa."

Namun setelah berdiri, Singto menampar Krist. "Pasti kamu yang ngajarin Fiat bicara seperti itukan? Kalau kamu benci sama aku, jangan hasut anak aku biar dia benci sama aku," teriak Singto.

"Goblok banget sih. Fiat masih butuh aku di hidup dia. Uangku habis untuk biayain hidup dia, tapi apa? Lihat sekarang. Aku membiayai seorang pemberontak. Mau jadi apa dia kalau dididik kamu?"

"Om pergi. Jangan sakiti Papa. Papa gak pernah ajarin Fiat macam-macam. Ini kemauan Fiat sendiri. Ini bukan salah Papa. Om pergi dari sini, Fiat gak mau lihat Om. Dan untuk uang biaya merawat Fiat. Fiat janji, kalau sudah dewasa, Fiat bakal ganti uang itu. Fiat mohon, sekarang Om pergi dari sini," teriak Fiat.

Dada Fiat terasa sangat sesak. "Pa, sakit."

Krist segera memeluk anaknya, sedangkan Ryn, dia sudah memanggil dokter untuk memeriksa keadaan Fiat. Singto hanya terdiam.

Mama Singto masuk dan menarik tangan Singto untuk keluar. "Ayo kembali ke kamar kamu. Jangan bikin rusuh di sini."

Singto memberontak. "Ma, gak mau, Ma. Anak aku kesakitan, Ma."

Mama menampar Singto. "Fiat kesakitan karena kamu. Daripada Fiat makin parah. Kita kembali ke kamar. Jangan sampai Cucu Mama kenapa-kenapa gara-gara kamu."

Singto dengan pasrah ditarik keluar dari ruang rawat Fiat. Singto menatap Fiat seolah minta Maaf.

Krist memeluk anaknya yang kesakitan. "Sayang, tenang ya. Jangan dengerin kata-kata Ayah kamu ya. Atur napasnya, Sayang. Tenang, Sayang."

"Pa, sakit, Pa." Fiat menggenggam erat tangan Krist.

"Iya, Sayang. Sebentar lagi dokter datang. Atur napas, Sayang." Krist mencoba menenangkan Fiat.

Krist melepaskan pelukannya, lalu mengelus dada Fiat. Berharap, sesak Fiat dapat berkurang.

Dokter datang dan memeriksa keadaan Fiat. Menyuntikan obat pereda rasa sakit di selang infus Fiat. Tak lama, Fiat mulai tenang dan tertidur.

🌼🌼🌼🌼🌼

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz