Keluarga 5

754 80 8
                                    

Hari ini Krist memasak lumayan banyak. Dia akan mengantarkan bekal untuk Singto, tak lupa membawakan bekal untuk Fiat.

Fiat sudah menunggu di meja makan, dengan tangan yang sibuk memainkan rambutnya. Tatapannya menatap depan, namun kosong.

Krist datang membawa sarapan untuk Fiat. "Sayang, makan dulu. Rambutnya jangan dirusak dong."

Fiat menatap Papanya, tersenyum. "Maaf, Papa. Fiat makan dulu, ya."

Krist mengangguk, lalu duduk di samping Fiat. Menatap anaknya yang makan dengan lahap. Tangan Krist menggapai air minum yang ada di depannya, lalu meletakkan di samping piring Fiat.

"Papa, sudah selesai. Ayo berangkat. Nanti Fiat terlambat." Fiat memakai tas ranselnya.

Krist dan Fiat berjalan dengan bergandengan tangan, meninggalkan rumah. Krist menaiki motornya, dan tak lupa Fiat berdiri di depan. Motor matic itu meninggalkan pekarangan rumah Krist.

🌼🌼🌼🌼🌼

Sesampainya di sekolah, Fiat dengan semangat turun dari motor. Dia ingin bermain bersama teman-temannya. "Papa, Fiat masuk dulu, ya." Fiat menarik tangan Papanya untuk bersalaman. Setelah itu, Fiat masuk ke dalam sekolahnya.

Krist pergi meninggalkan sekolah Fiat, dan menuju kantor Singto. Tak ada perasaan apapun untuk saat ini. Dia akan membujuk Singto untuk pulang, demi Fiat. Setidaknya, Singto menemani Fiat tidur walau cuma sekali untuk minggu ini.

Sesampainya di kantor, Krist memakirkan motornya di parkiran khusus motor. Krist masuk ke dalam perusahaan itu, semua menyapa Krist. Mereka tahu, Krist adalah pasangan dari atasan mereka.

Tanpa mengetuk pintu, Krist membuka pintu ruangan Singto. Krist terdiam melihat hal yang tak seharusnya dia lihat. Singto memangku wanita di dalam ruangannya. Pakaian Singto bahkan sudah tak berbentuk.

"Maaf mengganggu waktu kalian." Krist menutup kembali pintu ruangan Singto, dan segera pergi dari tempatnya.

Singto yang di dalam ruangannya segera mendorong wanita yang ada di pangkuannya. Dengan cepat merapikan pakaiannya. Singto mengejar Krist.

Singto melihat Krist yang berjalan dengan terburu. Tangan Singto menarik tangan Krist. "Tunggu. Ini gak seperti yang kamu lihat. Aku gak ngapa-ngapain sama dia. Aku cuma sayang sama kamu."

Krist menatap Singto, lalu tersenyum. "Gak papa kok. Aku cuma mau nganterin bekal saja. Tapi, sepertinya kamu gak butuh. Kamu bisa pergi makan sama pacar kamu."

Singto menarik bekal yang ada di tangan Krist. "Aku makan. Terima kasih sudah bawakan bekal buat aku. Aku akan jelaskan nanti di rumah. Aku sayang sama kamu. Aku pulang nanti."

Krist mengangguk. "Aku sama Fiat bakal nunggu kamu pulang. Rumah kamu selalu terbuka kalau kamu mau pulang. Fiat kangen sama kamu. Jangan telat makan."

Krist melepaskan genggaman tangan Singto di tangannya. "Aku pergi dulu. Rapikan baju kamu, gak enak dilihat pegawai kamu. Kalau mau pacaran, jangan di kantor. Jangan sampai Mama dengar dari pegawai kamu. Kasian Mama."

Krist pergi meninggalkan Singto yang masih terdiam. Krist tersenyum kepada pegawai kantor Singto. Namun, sesampainya di parkiran, tangisan Krist pecah. Krist sudah tahu, siapa pemilik lipstik merah yang nodanya menempel di baju Singto.

Sedangkan Singto, dia duduk di tangga darurat. Membuka bekal dari Krist. Singto menatap sejenak, lalu memakan bekal buatan Krist. Tak ada tatapan menyesal di mata Singto. Setelah selesai memakan bekalnya, Singto membuang kotak bekal itu.

🌼🌼🌼🌼🌼

Krist sampai di rumah, tangan Krist bahkan masih bergetar. Dada Krist terasa sangat sesak. Dulu, dia sangat yakin jika Singto akan berubah. Namun, semakin lama, Krist hanya bisa pasrah. Dia berusaha tak memikirkan Singto, namun, ketika melihat langsung, tetap saja dadanya terasa sakit.

"Aku harus beres-beres rumah. Aku gak mau jika Fiat mendengarkan pertengkaran karena rumah yang kotor." Krist masuk ke dalam rumah.

Krist memilih membersihkan sendiri rumah itu, daripada menyewa pembantu. Jika menyewa, mungkin Krist tidak ada kerjaan dan akan bosan.

Krist mengambil sapu yang ada di dapur. Menyapu setiap pojok rumah, hingga semua sudah tersapu bersih.

Krist memasuki kamarnya, dia akan mencuci semua pakaian. Namun, Krist teringat baju Singto yang berbau sangat manis itu. Krist mengambil baju itu.

"Ternyata beda orang." Krist meletakkan kembali baju Singto.

Tangan Krist mengambil buku yang ada di bawah tumpukan baju di dalam lemari. Menatap buku itu dengan tersenyum. "Aku kira, kamu masih ingat sama aku. Ternyata kamu lupa. Aku kira kamu bakal bahagia sama aku, ternyata bahagia kamu kebebasan. Tapi sekarang tenang saja. Kamu sudah bebas, cuma aku masih butuh kamu buat anak aku. Fiat butuh Ayahnya. Aku bodoh kalau ingat semua perselingkuhan kamu. Seakan-akan, aku ngejar kamu padahal kamu sudah nolak aku."

Krist meletakkan kembali buku itu. Lalu Krist berjalan menuju ranjangnya. Tatapan Krist menuju pada foto besar di ruangan itu. Foto pernikahannya dengan Singto.

"Dulu, kamu bilang sangat mengharapkan anak dari aku. Dulu juga, kamu bilang sayang sama aku. Tapi kenapa, sekarang aku ngerasa sayang itu hambar. Fiat bilang, kamu belum punya rumah untuk kembali. Tapi aku pikir, kamu sudah menemukan rumah kamu, hanya saja, kamu gak bisa meninggalkan rumah sementara ini." Krist tersenyum. "Mungkin secepatnya aku akan mengurus perceraian."

Krist memutuskan untuk tidur sejenak. Setiap malam, Krist selalu ketakutan. Overthingking selalu Krist rasakan setiap malam. Dia tak tahu harus seperti apa kedepannya.

"Tenang, Krist, tenang. Semua akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja. Jangan takut." Krist menggigit bibirnya untuk menahan tangisan. Bahkan, berpikir kedepannyapun membuat Krist takut.

Perlahan, mata Krist mulai tertutup. Berusaha melupakan kehidupan dunia untuk sementara.

🌼🌼🌼🌼🌼

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Where stories live. Discover now