Keluarga 13

684 88 6
                                    

Krist menatap Fiat yang masih tertidur. Hari ini, hari terakhir Krist berstatus pasangan Singto. Dan, ini hari terakhir Fiat mengemis perhatian Ayahnya. Selama 2 hari kemarin, Fiat sama sekali tak bertemu Ayahnya.

Krist menatap anaknya dengan wajah sedih. "Papa kira, kehidupan kamu akan lebih baik kalau Papa bertahan. Ternyata gak ada bedanya. Bahkan, kamu sampai sesakit itu," batin Krist.

Krist menghampiri anaknya, mengelus rambut anaknya pelan. Perlahan, tangan Krist turun untuk mengelus kening Fiat.

Fiat yang merasa ada yang menyentuhnya, segera membuka mata. Menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam matanya. Fiat menatap Papanya. "Selamat pagi, Pa. Hari ini, Fiat gak sekolah ya. Fiat mau sama Papa saja. Sekalian nunggu Ayah pulang untuk hari terakhir. Kalaupun Ayah gak pulang, Fiat sudah gak papa. Fiat sudah kasih kesempatan ke Ayah."

Krist hanya tersenyum. "Kita ke rumah baru kita ya. Bukan rumah baru sih, tapi rumah lama Papa. Maaf kalau nanti rumahnya gak sebesar rumah Ayah. Maaf banget kalau rumahnya sederhana, bahkan bisa dibilang jelek juga."

Fiat tersenyum dengan polosnya. "Gak papa, Pa. Buat apa rumah besar, kalau yang nempatin cuma 2 orang. Hampa rumah ini."

"Ya sudah, sekarang mandi. Terus beresin barang-barang yang mau kamu pindahin ke rumah baru." Krist berdiri dari duduknya.

"Pa, Fiat mandi sendiri ya. Tangan Fiat sudah gak sakit kok." Fiat memperlihatkan tangannya yang sudah tidak diperban.

"Ya sudah, Papa saja yang beresin barang kamu ya. Kamu mandi." Krist tersenyum.

Fiat mengangguk, lalu beralih dari ranjangnya. Fiat memasuki kamar mandinya. Baju sudah disiapkan oleh Krist sedari tadi.

Krist mulai mengambil koper yang ada di dalam lemari Fiat. Memasukan barang yang mungkin Fiat butuhkan.

Tak berapa lama, Krist sudah selesai membereskan pakaian dan barang-barang Fiat. Krist meletakkan koper itu di samping ranjang Fiat.

Fiat keluar dari kamar mandi. Membawa handuk di tangannya. "Pa, Fiat sudah selesai mandi."

"Mau makan dulu, atau makan di rumah nanti?" tanya Krist kepada Fiat.

"Nanti di rumah saja, Pa. Fiat gak sabar mau ke rumah baru." Fiat meletakkan handuk itu di tempat pakaian kotor.

Krist membawa koper itu keluar dari kamar Fiat. Sedangkan Fiat, dia mengikuti di belakang Krist. Fiat melompat-lompat kecil. Dia tak sabar ingin pindah ke rumah baru, dan hidup bahagia bersama Papanya.

Krist meletakkan koper Fiat di atas motornya. Lalu memasang helm di kepalanya.

Fiat pun ikut menaiki motor Papanya. Fiat sudah memakai helm kecil di kepalanya. Memeluk erat pinggang Papanya agar tak terjatuh.

Krist mulai menjalankan motornya dengan pelan, meninggalkan halaman rumah besar itu. Dia akan kembali lagi untuk mengantarkan surat perceraiannya, dan mengambil beberapa barangnya.

🌼🌼🌼🌼🌼

Sesampainya di rumah Krist, Fiat turun dari motornya. Menatap rumah itu dengan kagum. Sederhana, namun terasa sangat nyaman. Sedikit berantakan, namun masih terlihat sangat layak di tempati. Hanya butuh mengecat kembali temboknya, serta membersihkan halaman dari rumput liar.

 Hanya butuh mengecat kembali temboknya, serta membersihkan halaman dari rumput liar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Fiat berlari menuju pintu rumah itu, namun, pintu masih terkunci. Krist tersenyum melihat Fiat yang begitu semangat.

Krist menurunkan koper yang ada di motornya. Lalu menghampiri Fiat. Mengeluarkan kunci yang ada di saku bajunya.

Pintu sudah terbuka. Fiat dengan cepat masuk ke dalam rumah. Mengitari rumah itu dengan rasa kagum yang tak pernah hilang.

Fiat melihat motor-motoran yang dia inginkan, lalu, Fiat menghampiri motor-motoran itu.

Krist menatap Fiat yang menatap motor-motoran itu. "Itu buat Fiat," ucap Krist.

Fiat menatap Papanya. "Fiat gak mau terima ini, Pa. Harga motor ini mahal. Fiat dulu cuma asal bicara kok. Fiat gak mau motor ini. Lagian, Fiat masih kecil gak boleh bawa motor ini."

Krist tersenyum. "Ini tabungan Papa. Jadi, Fiat harus terima. Ini bukan uang Ayah kok. Fiat boleh bawa motor ini keliling sini saja. Jangan di jalan raya. Dari dulukan Fiat gak pernah minta apapun ke Papa. Sekarang, tanpa Fiat minta, Papa belikan. Maaf, karena Papa gak bisa langsung belikan motor ini. Papa harus menabung dulu. Semoga kamu suka ya, Nak."

Fiat berlari menghampiri Krist, lalu memeluk kaki Krist. "Pa, terima kasih karena sudah membelikan motor ini. Tapi, Papa gak perlu repot-repot. Papa harus berhemat, ya."

Krist mengelus rambut anaknya. "Iya, nanti Papa bakal hemat. Sekarang terima motor itu ya. Khusus buat Fiat. Maaf, kalau Papa belum bisa jadi seperti yang Fiat mau. Maaf, karena Papa belum bisa kasih Fiat keluarga yang hangat. Papa belum bisa mengurus Fiat dengan benar."

Fiat menggelengkan kepalanya. "Gak Papa. Papa sudah menjadi yang terbaik. Bagi Fiat, keluarga itu cuma Papa sama Fiat."

"Mungkin, setelah ini Papa bakal buka usaha roti. Biar kita ada penghasilan. Papa bisa belikan apapun yang Fiat mau." Krist melepaskan pelukan Fiat dari kakinya, lalu mensejajarkan tubuhnya dengan tinggi Fiat.

"Fiat bakal bantu Papa. Fiat kan anak yang bisa diandalkan Papa." Fiat tersenyum.

"Ya sudah, sana main sama motor kamu. Papa letakkan koper kamu di kamar ya. Nanti kamu punya kamar sendiri. Maaf kalau kamar kamu kecil, gak sebesar kamar dulu."

"Gak papa, Pa. Fiat mau keluarin motor itu dulu ya. Mau main di halaman." Fiat beralih menuju motornya.

Fiat mulai keluar dari dalam rumah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Fiat mulai keluar dari dalam rumah. Memainkan motornya yang baru dibelikan oleh Papanya.

Krist memasuki salah satu kamar di rumah itu. Menatap sekeliling, lalu tersenyum sedih. "Kamar Ibu dulu. Sekarang dipakai anakku. Bu, anak Ibu sudah besar, bahkan, Ibu sekarang sudah punya cucu. Tapi, kehidupan aku memang selalu buruk. Gak peduli sebesar apa aku usaha buat memperbaiki hidup. Hidup aku terlalu sial. Bu, apa Ibu gak mau jenguk cucu Ibu? Bu, kembali. Aku juga butuh pelukan Ibu."

Krist duduk di ranjang di kamar itu. Menatap foto di dinding. Foto Krist yang selalu sendiri. Krist tak mempunya foto semasa kecil. Makanya, sejak Fiat lahir, Krist selalu mengabadikan moment itu. Untuk ingatan masa depan.

Krist duduk sejenak di kamar itu. Merindukan Ibunya, yang mungkin sudah bahagia dengan keluarganya yang baru. Sedangkan Krist, masih berusaha bangkit dari kegagalan rumah tangganya.

🌼🌼🌼🌼🌼

Keluarga [ Singto x Krist x Fiat ]Where stories live. Discover now