BAB 34. DETIK-DETIK

Start from the beginning
                                    

“Gapapa kak pake aja,” pinta Syaira. “Aku gak ada kebutuhan yang gimana-gimana kok,” lanjutnya.

Syaira tahu keuangan kakaknya sedang sulit sejak beberapa bulan lalu. Kalau bukan karena Utara yang membantu biaya administrasi neneknya saat di rumah sakit lalu, Syaira yakin hutang mereka berdua mungkin akan membengkak di orang lain.

Hidup dengan dengan ekonomi yang rendah, memang sangat sulit di Jakarta.

Gavin tak merespon perkataan Syaira. Laki-laki itu seakan sibuk dengan pikirannya sendiri sambil merasakan pelukan sang adik yang semakin erat mendekapnya.

“Hidup yang baik ya, Kak. Syaira gak mau lihat kak Gavin kesusahaan,” kata Syaira.

Gavin hanya diam. Menggigit bibir bawahnya dengan mata yang memerah.

***

Pada jam istirahat ke dua. Utara berjalan ke arah lab komputer Nobel yang terlihat sepi dengan ponsel yang menempel di telinga kanannya.

Cowok itu sempat memperhatikan area sekitarnya sebentar. Memastikan tidak ada orang di dekatnya.

Setelah merasa keadaan aman. Utara langsung bersuara. “Gimana?” tanya Utara pada seseorang di seberang sana.

“‘Dia’ selalu dalam pantauan kita tuan muda.”

Utara mengangguk.

Ok! Don’t let your guard down. My patience can no longer be tolerated,” ujar Utara dingin.

“Yes, sir. Tonight we are ready to drag him accoding to our plan.”

“Hm.” Utara berdehem sambil meremas ponselnya semakin kuat.

Kemudian setelah pembicaraan mereka benar-benar selesai. Cowok itu menutup panggilannya, dan hendak langsung kembali menuju kelasnya.

Namun saat Utara membalikkan badannya, cowok itu langsung kaget karena dia menemukan seseorang tengah memperhatikannya. Berdiri tepat di belakang tubuh Utara.

Orang itu bergerak sangat senyap hingga Utara bahkan tidak menyadari suara langkah kakinya sama sekali. Benar-benar menakjubkan.

“Lo juga jangan lengah,” peringat orang itu pada Utara.

***

“Kenapa, Ra?” Gisa bertanya pada Syaira yang tiba-tiba berhenti melangkah setelah keduanya keluar dari kelas mereka.

Syaira diam. Tak mampu untuk menjawab.

“Ra ih, lo kenapa?” Gisa kini membantu menopang tubuh Syaira yang sekarang malah bersandar pada tembok saking lemasnya. Bahkan saat ini tangan Syaira terlihat gemetaran.

“Wajah lo pucet banget, Ra. Mau ke UKS dulu?” Gisa bertanya dengan khawatir.

Syaira menggeleng. “Ga..gak usah, Sa,” jawab Syaira sedikit terengah dengan napas pendeknya.

“Kayak..nya a..ku cuma.. kecape..an,” tambah cewek itu.

Gisa menatap Syaira semakin khawatir.

Cewek itu kemudian memilih mendudukkan Syaira terlebih dahulu pada kursi yang ada di dekat mereka. Kemudian menyodorkan air mineralnya untuk Syaira minum.

“Tubuh lo jangan terlalu diporsir, Ra. Gue gak tega lihat lo akhir-akhir ini selalu kaya gini,” kata Gisa sangat khawatir karena selalu melihat Syaira yang tampak selalu kelelahan.

Dari pada orang lain, Gisa adalah orang yang selalu di dekat Syaira. Jadi dia tahu akan hal ini.

“Jangan maksain untuk selalu kerja juga kalau lo emang lagi sakit ya, Ra. Fokus aja ke ujian sekolah minggu depan, ok?” pinta Gisa.

UTARA: ES DAN BUNGA TERATAI [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now