BAB 19

81 22 23
                                    

Follow Instagram : @me_li805 atau @nonasenduu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Follow Instagram : @me_li805 atau @nonasenduu

Supaya kalian tau informasi, tentang kelanjutan hello future atau karya-karya lainnya dari aku.

✈️✈️

“Ayo kita pulang, Eun,” pinta Park Jaehwa, suaranya sudah terdengar samar-samar. Dengan kelopak mata, yang sesekali terpejam dan pandangannya pun sudah tampak buram.

Kyong dan Ha Joon, lebih dulu bangkit dari duduknya. Setelah menghabiskan seluruh makanan, dan mengakhiri permainan—yang dimenangkan Lee Ji Eun—karena tiga botol Soju dihabiskan olehnya. Mereka berdua mulai beranjak pergi dari restaurant, meski dengan langkah sempoyongan dan tidak dapat berjalan tegak. Sedangkan, Kim Seok yang tidak terlalu mabuk mulai menghampiri Park Jaehwa, untuk mengantarkannya pulang. Namun, sebelum itu Park Jaehwa lebih dulu mengubungi seseorang, menggunakan handphone miliknya. Kemudian, ia meninggalkan Lee Ji Eun seorang diri di sana.

“Ahg ....” Suara rintihan terdengar di sela-sela keheningan, angin yang menyelinap masuk melewati pintu telah membangunkan Lee Ji Eun.

“Jae, kamu di mana?” tanyanya parau, seraya mengedarkan pandangan ke segala arah. Kelopak mata yang sedikit terpejam, membuatnya kesulitan dalam menemukan keberadaan Park Jaehwa di sana. Minuman beralkohol itu sudah mengakibatkan kepalanya terasa berat.

Beberapa saat, handphone di atas meja bergetar—menampilkan layar yang menyala, karena sebuah panggilan; dari nomor tidak diketahui. Namun, Lee Ji Eun tetap mengangkat telepon itu, dan menempelkan layar handphone pada telinganya. Suara dari sebrang sana, tidak dapat Lee Ji Eun dengar. Sehingga, ia hanya berdeham tanpa membalas perkataan dari seseorang, yang terdengar sedang mengkhawatirkannya. Lantas, mematikan layar handphone sekaligus memutus panggilan itu secara sepihak, dan langsung berjalan ke luar dari restaurant setelah membayar semua makanan.

“Nee, gomapsseumnida! Iya, terima kasih,” ujar Lee Ji Eun lantang, terhadap penjual di restaurant itu.

Lee Ji Eun, terus menyeret kakinya yang berjalan gontai dalam keheningan malam. Menembus angin yang terus berlalu, menerbangkan rambut panjangnya yang tergerai bebas. Hingga, membuat sepasang kaki berhenti melangkah—menidurkan bulu halus yang berdiri akibat dinginnya angin malam. Berkali-kali telapak lunak itu mengusap lembut lengan tangan, dengan bola mata yang menyisir penuh ruas jalan; hening, sunyi dan senyap.

Napas yang terhela berat mulai mengudara—terbawa embusan angin, yang sudah membuat suhu tubuh menurun. Sepasang kaki Lee Ji Eun sudah tidak bertenaga, untuk berjalan pulang. Tubuhnya yang melemah pun mulai terjatuh pada bangku, yang berada di depan kedai cepat saji. Ia terduduk di sana dengan wajah yang memerah, dan tatapan kosong.

Lee Ji Eun merogoh saku celana, ketika handphone-nya bergetar. Kelopak mata memicing sinis saat menangkap nomor, yang tidak diketahui tertera pada layar handphone; untuk kedua kali. Lantas, ia pun mematikan panggilan itu dengan penuh kekesalan dan melempar handphone ke sembarang arah, ketika panggilan dari nomor tidak diketahui terus mengubunginya. Kemudian, ia merundukkan kepala dengan rambut panjangnya yang menutupi seluruh wajah, dan sesekali embusan napas berat terhela panjang.

HELLO FUTURE from 38.000ft [ END ]Where stories live. Discover now