BAB 8B : IKATAN

110 46 223
                                    

Hii!!
setelah 1 bulan hiatus akhirnya On lagi nih... dijamin ceritanya makin seru 👻

Happy membaca 😎

Kenapa Aksa ngomong gitu? Orang tuanya nggak peduli sama dia?

"Orang tua gue sering ngebandingin Angga (kakak) sama gue, khususnya Bokap. Gue sadar kalo otak gue nggak encer-encer amat dibanding Angga yang kelulusan Dokter UI." ucap Aksa.

Aksa berbicara sambil mengarah ke langit. Walaupun tidak memandangku, tapi matanya tidak bisa menipu. Kesepian. Kata itu yang bisa kurasakan darinya.

"Sorry kalo gue nanya soal ini, sebenarnya apa pilihan lo ke depannya? Udah hampir 4 bulan setelah kelulusan SMA, lo nggak kepikiran mau jadi apa?" tanyaku.

"Hahaa... gue udah bilang sebelumnya, gue iri sama lo. Lo bisa punya impian pengen jadi Perawat, lo lulus di tes perguruan tinggi. Rasanya mudah banget dan kerasa lurus banget jalan lo. Kalo gue udah dari dulu dituntut sama Bokap harus jadi TNI sama kayak dia."

Aksa menghela napas panjang, lalu merilik ke arahku.

"Lo tau nggak kenapa Bokap gue maksa banget gue jadi TNI?" sambung Aksa tersenyum.

Wajahnya tersenyum, tapi kenapa rasanya perih? Aku tak tahan melihat Aksa terus melanjutkan obrolan ini.

"Aksa..."

"Karena gue nggak pinter, g*blok, b*go. Angga yang dari dulu udah pinter selalu di bangga-banggain di keluarga. Sedangkan gue? Nggak sebanding otak gue sama dia. Bokap gue yang berpangkat Jendral malu anak kedua-nya nggak bisa apa-apa, dan itu yang bikin gue dituntut jadi TNI. Padahal gue nggak suka dunia militer karena ngingetin gue sama Bokap yang paling gue benci."

Setelah memberikan penjelasan, lagi-lagi matanya mengarah ke langit. Sepi, gelap. Seperti sekarang, sedang duduk di taman malam.

"Siapa bilang lo b*go? Lo jago masak. Bahkan lebih enak dari resto." sahutku.

"Ah, bisa aja lo... Hal yang begituan dianggap tabu dikeluarga gue. Orang tua gue pengennya kalo nggak mau jadi TNI minimal kuliah. Gue nggak bisa begituan. Bisa stress gue."

Aksa melirik jam tangan, lalu berdiri dan mengajakku pulang. Namun wajahnya tampak lesu setelah membicarakan keluarganya. Aku masih duduk di alas rerumputan taman dan tanpa sadar terucap kalimat dari mulutku.

"Kapan terakhir nelpon keluarga lo?"

"Maksudnya?" tanya Aksa heran.

"Gue tanya, kapan terakhir nelpon keluarga lo?"

"Lupa. Ayo pulang."

"Kapan terakhir nelpon keluarga lo?" tanyaku lagi.

"Gue bilang gue LU-PA. Jangan tanya lagi! Gue nggak mau berurusan sama mereka, apalagi Bokap. Gue benci."

"Kenapa? Kenapa nggak mau diomongin baik-baik? Setidaknya keluarga lo akan paham dengan semua masalah lo..."

"Lo tau apa, hah? Lo yang punya orang tua baik, sayang anak mana ngerti perasaan gue. Setiap hari selalu dibandingin otak gue sama Angga. Setiap hari dimarahin, dibentak Bokap gue. Bahkan setiap hari gue keluar rumah karena nggak tahan! Menurut lo rumah tempat lo pulang kan? Tapi bagi gue nggak ada tempat untuk pulang."

Selama ini dia menanggung penderitaannya sendirian. Sering keluar malam itu bukan alasan, tapi kebiasaan. Terbiasa karena merasa rumah bukan tujuan untuk pulang. Dia mencari tempat singgah untuk menghilangkan sedikit rasa cemasnya.

"Ayo pulang." ucap Aksa dingin.

"Sorry kalo gue ngomong gini. Gue emang nggak tau gimana rasanya jadi anak broken home. Gue juga nggak pernah tau rasanya jadi orang tua, tapi gue tau rasa sayang orang tua ke anaknya. Walaupun didikan keras, tapi kasih sayang orang tua itu lebih besar dari yang lo pikirkan. Lo cuma dengar pendapat dari Bokap lo aja kan? Pernah nggak lo ngutarain pendapat lo juga?"

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 20, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

KEPENTOK JODOH [ON GOING]Where stories live. Discover now