Part 33 - "Fuck! Just let me go!" -

Start from the beginning
                                    

"Fuck why are you so rude?" Dia berdiri di belakangku. "You cant get close with Calum, dont please."

"Why? Why Mr.Hemmings?" Tanyaku sambil melipat kedua tanganku di atas dadaku. "Are you jealous?" Aku tertawa licik.

"Im not fucking jealous well i mean im still love you so it's okay if im jelaous arent i? And you should know that Calum is worse than me i mean he's fucking naughty, he's naughty boy. Violin just dont you're-"

Apa yang dipirkan Luke? Dia menghasutku untuk tidak mendekati Calum karena dia jelaous? ha? "Just stop! You are naughty, you are fucking naughty, Luke. Smoking, drinking a lot what will happen with you in the future? Even your parents dont wanna meet you, god you're in trouble!" Aku tertawa licik lalu melanjutkan mengepak bajuku ke dalam loker sebelum Luke menghentikanku.

"No, Calum has made me like this. Imma good boy i swear before i met Calum, the first cigarrette i got was from Calum, so please dont get closer with Calum,"

Apa yang dia pikirkan? Calum mempunyai wajah yang polos dan mana mungkin dia yang lebih nakal dibanding Luke. Aku juga belum pernah melihat dia merokok atau semacamnya. Aku tidak mendengarkan Luke, jadi aku segera membawa koper keluar dari kamar.

-----------

Saat malamnya. Aku hanya belajar fisika di kamar. Dan kau tahu, aku mendepat HP baru yang di belikan oleh Ibuku. Aku tidak tahu kenapa Ibuku membelikannya tapi aku sangat bersyukur atas itu. Ibuku membelikan aku iPhone 6+ well, ukurannya lebih besar dan lebih tipis jadi aku susah untuk memegangnnya. iPhone 5 ku masih aku simpan, karena ada pesan suara dari Emily yang belum aku baca.

Aku mengambil iPhone 5 ku di laci meja riasku lalu kembali ke tempat tidur. Aku membuka pesan suaraku.

"Hii Violin, maaf aku tidak bisa mengebarimu bahwa aku sakit. Tapi aku sudah agak lebih baik. Kau tahu kan aku mempunyai alergi terhadap alkohol dan aku lupa tentang itu saat di pesta. Oh my god. Calum membuatku gila pada hari itu, dan semuanya tampak blur" Emily masih sempat tertawa di pesan suara ini. Aku sangat kangen dengan suara tertawanya. Air mata sudah membendung di kantong mataku "yaa, pestanya sangat keren walaupun aku harus ke rumah sakit. Tapi aku pasti akan sembuh nanti, dan kita bisa berkumpul bareng dengan Luke dan Calum lagi untuk main truth or dare. Aku sudah lama tidak masuk sekolah, tapi aku harap Angelina dan clubnya tidak membullimu lagi. Aku tidak mau mengucapkan selamat tinggal dengan kamu Violin, maksudku selamat tinggal untul di pesan suara ini. Aku menghubungimu tapi kau selalu tidak mengangkatku, akhirnya yang muncul pesan suara ini." Nada bicaranya seperti bercanda tapi aku tahu di saat itu dia sedang menahan sakit. Air mataku akhirnya membasahi pipiku. Aku sudah tidak tahan lagi, apalagi saat dia menyebut Luke. Jika dia masih ada aku pasti bilang bahwa Luke dan aku sudah tidak bersama lagi. "Jika kau mengangkat telponku, pasti aku tidak mau menutupnya, sama seperti pesan suara ini. Aku tidak mau mengakhirinya, tapi aku ada operasi kecil sehabis ini, jadi mungkin aku akan menelponmu lagi nanti. Ingat! Aku pasti akan sembuh dan bilang pada Luke dan Calum, aku kangen dengan mereka berdua. AKhirnya aku mengucapkan selamat tinggal padamu. I love you Violin!" Pesan suara itu selesai. Aku menangis saat aku menaruh HP lamaku kembali ke laci meja rias.

Andaikan aku bisa memberitahunya apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Luke. Andaikan aku bisa menceritakan Luke kepada seseorang yang aku percaya. Tapi sayangnya tidak ada yang mau mendengarkan aku. Aku tidak mau menceritakan ini kepada Ibuku karena Ibuku selalu tidak peduli. Tiba-Tiba iPhone 6+ ku bergetar dan aku melihat siapa yang menelpon, dan ternyata Luke. Ugh fuck! Aku lagi badmood dan aku juga lagi sedih, kenapa Luke menelponku? Lalu aku mengangkat telponnya.

"Just fucking stop calling me!" Kataku tanpa meminta Luke untuk membalasnya, aku langsung menutup telponnya.

Aku tambah menangis. Aku benar-benar rapuh sekarang. Aku tidak tahu kenapa tapi aku sudah sangat menyerah dengan keadaanku. Satu-satunya teman yang aku cukup percaya adalah Calum. Hanya Calum. Air mataku jatuh mengenai buku fisikaku yang ada di atas tempat tidur dekatku.

Everything I Didn't SayWhere stories live. Discover now