PROLOG

2.4K 115 40
                                    

"Aku tidak mencintainya," gumam Chakra meyakinkan dirinya. "Aku harus bisa membatalkan pernikahan kami."

Pria bertubuh jangkung dengan paras oriental di wajahnya, duduk di sebuah kursi dalam kedai kopi. Seringkali dia menoleh ke pintu kedai. Kakinya menyentak-nyentak. Jari-jarinya bergerak-gerak di atas meja. Dia gugup. Pikirannya dipenuhi skenario tentang dirinya yang akan memberitahu tunangannya bahwa dia tidak bisa melanjutkan hubungan mereka.

Tak lama dari itu, sosok perempuan cantik dengan rambut hitam panjangnya dan kulit kuning langsatnya, masuk ke dalam kedai kopi. Chakra mengeluh dalam hatinya. Perempuan ini. Leora, gadis yang ditaksirnya memang cantik, bukan hanya tampak luarnya yang sesuai dengan selera Chakra, tapi senyum di wajahnya setiap bersama Chakra-lah yang membuat Chakra jatuh hati.

Chakra hampir saja mengurungkan niatnya untuk membatalkan pernikahannya dengan Leora namun ucapan Kirani mengingatkan dalam benaknya.

"Kau mendekati Leora untuk hartanya, Chakra, bukan karena kau mencintainya. Sebaiknya kau sudahi hubungan kalian. Kau hanya mencintai aku, Chakra!"

"Tapi keluarganya sudah mengenal aku, bahkan sudah menjanjikan aku jabatan jika aku bisa meminang Leora, Kirani...," gumam Chakra menunjukkan keraguan.

"Tidak! Kau harus tinggalkan dia! Chakra." Kirani menatapnya sendu. "Aku sakit, dan umurku bisa saja tak lama lagi. Aku ingin, di sisa hidupku, aku bersamamu, Chakra. Kumohon. Apalah gunanya harta jika kau sendiri tidak bahagia, Sayang?"

Leora bisa menemukan pria yang lebih baik dari aku, pikir Chakra menatap Leora yang tampak ceria di hadapannya. Lagipula siapa aku di matanya? Aku hanya pria dari desa yang punya mimpi besar yang tidak tulus padanya. Saat aku tahu dia anak bos di perusahaan tempatku bekerja, aku mendekati dia sampai dia luluh padaku. Oh, Leora. Kukira hidupku akan mudah-mudah saja. Menikah denganmu, punya jabatan, menaikkan derajat keluargaku yang miskin, dan aku akan punya kehidupan yang lebih baik. Tapi jauh dari Kirani juga akan menyiksaku. Kirani selalu menungguku di saat aku berjuang di kota metropolitan ini dan dia sedang melawan penyakitnya.

"Jadi, apa alasanmu untuk berkencan siang-siang begini?" tegur Leora, membuyarkan lamunan Chakra. "Apa karena kau rindu aku?"

"Leora, apa rencanamu jika kau tidak pernah bertemu aku?"

"Heh? Kok bertanya begitu? Hm.." Leora masih tidak melihat gelagat Chakra yang aneh. Dia berpikir sejenak, lalu menjawab, "Aku rasa aku tetap ingin jadi seperti sekarang, menjadi pelukis, mungkin untuk beberapa tahun ke depan aku akan membuat galeri. Kenapa memangnya?"

"Kau akan berbahagia jika kita tidak pernah saling mengenal?"

"Ya tentu tidak," jawab Leora cepat. "Sebelum aku bertemu denganmu, hidupku penuh dengan tekanan, apalagi papaku itu pengen banget aku nerusin usaha konstruksinya. Sejak ada tunanganku yang ganteng ini, Papa kan jadi berharap sama kau, bukan aku lagi?"

Memandang kebahagiaan yang terpancar di wajah gadis itu menimbulkan rasa bersalah di hati Chakra. Dia mencoba untuk fokus. Wajah Kirani diingatnya terus agar dia menjalankan rencananya sesuai keinginannya.

"Apa kau berjanji akan terus bahagia sekali pun tak ada aku di hidupmu, Leora?"

"Kenapa sih? Kok kau bersikap tidak biasanya?" tanya Leora mengerutkan dahinya. Kebingungannya semakin menjadi-jadi saat dilihatnya Chakra melepaskan cincin tunangannya dan meletakkannya di atas meja.

"Sampaikan maafku pada ayahmu, Leora," kata Chakra menatap Leora datar. "Dan aku harap kau juga memaafkan aku. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini."

"Ba-bagaimana? Apa maksudmu?"

Chakra menarik napas panjang. "Berapa lama kita saling mengenal, Leora? Lima atau enam bulan? Terlalu cepat kan untuk menikah?"

"Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan sekarang, Chakra. Bagiku tidak penting berapa lama kita harus saling mengenal."

"Lalu apa yang penting?"

"Yang penting kita saling mencintai. Cinta adalah fondasi yang paling kuat dalam sebuah hubungan, iya kan?"

"Aku tidak mencintaimu, Leora." Chakra kemudian mengeluarkan selembar foto dari kantong bajunya. Ditunjukkannya ke Leora. "Ini Kirani. Wanita yang kucintai. Leora, ada yang harus kujelaskan padamu." Chakra tak bisa berkata apa-apa. Hatinya terasa sakit saat melihat kesenduan sekaligus kebingungan di mata Leora. "Semua yang aku lakukan di sini, kulakukan untuk Kirani, termasuk mendekatimu. Aku ingin mengubah nasibku menjadi orang kaya, agar suatu hari aku bisa membahagiakan Kirani dengan uang yang aku punya."

"Kau... Kau tidak mungkin," desis Leora, mulai terisak. "Apa maksudmu, kau tidak mencintai aku? Semua yang kau lakukan padaku, hanya pura-pura?"

Chakra mengangguk.

"Semua perhatianmu, sentuhanmu dan kata-kata manismu..." Air mata Leora menurun ke pipinya. "Semua itu bohong, Chakra?"

"Aku minta maaf, Leora."

"Lalu apa rencanamu? Kau akan resign dari kantor papaku? Dan me... menikahi gadis ini?" Rahang Leora mengeras. Dia tak bisa menahan kemarahan dalam dirinya mengetahui ada wanita lain di hidup Chakra.

Wanita lain? Justru Leora-lah wanita lain itu! Cinta pria itu, kekasih utama pria itu, adalah gadis yang ada di foto itu. Gadis bernama Kirani-Kirani ini!

"Aku tidak bisa menipumu untuk seumur hidupmu, bukan?" sahut Chakra membela dirinya. "Karena itu lebih baik kita putus saja daripada harus memaksakan hubungan yang tidak kuinginkan."

"Kau keterlaluan, Chakra," desis Leora dengan matanya yang memerah. Air matanya terus mengalir deras tapi dia tidak mau terisak. Dengan kesedihan di hatinya, dia tetap menatap Chakra tajam. "Kau pikir kau bisa melakukan ini padaku? Kau pikir kau bisa berbahagia setelah kau mempermainkan aku seperti ini? Apa kau tidak berpikir, kau justru menghancurkan masa depanmu sendiri?" Leora menarik napasnya kuat-kuat. Dia merasa sesak sekali. "Meninggalkan putri dari seorang pengusaha konstruksi ternama se-Indonesia, hanya akan merusak namamu. Kau takkan bisa kerja di mana pun setelah ini!"

"Kirani tidak butuh aku yang jadi ini dan itu. Dia hanya butuh aku di sampingnya," kata Chakra.

"Hanya karena seorang perempuan, kau rela kehilangan masa depanmu?"

"Ya."

Jawaban yang singkat dan penuh ketegasan itu sungguh mengoyakkan hati Leora. "Aku takkan memaafkanmu, Chakra. Tidak akan pernah!"

"Aku tahu dan kuharap kau menemukan cinta sejatimu, Leora." Tanpa memedulikan kepiluan yang melanda Leora, Chakra berdiri dari duduknya. "Aku minta maaf sekali lagi." Lalu pria itu berjalan ke arah pintu.

Leora menoleh padanya dan berteriak, "Chakra!"

Satu alis Chakra menaik.

Leora menatap pria itu lekat-lekat. Diingatnya wajah pria itu yang sama sekali tidak menunjukkan penyesalan. Perlahan, Leora menggeleng dan membiarkan pria itu pergi.

Dia mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Hasil tes dari rumah sakit tiga hari lalu, yang menyatakan dirinya positif hamil. Hamil anak Chakra. Dimasukkannya lagi kertas hasil tes itu.

Leora menggeleng kuat. Dia tak perlu memberitahu pria brengsek itu soal anak yang dikandungnya!


** i hope you like the story **

Cintai Aku, Chakra #CompletedOnde histórias criam vida. Descubra agora