Part 32 - "Well i hope so but let's forget the past "-

Start from the beginning
                                    

Aku tahu pembicaran ini sudah mulai habis. Jadi aku segera kembali ke tempat tidurku dengan air mata yang sudah menetes ke pipiku. Aku masih mendengat Luke memanggil nama Stephanie tapi aku sudah cukup mendengar semua omongannya.

Aku menangis dengan tenang agar Luke tidak mendengarku. Apakah semua yang di bicarakan tadi benar? Pertama, Luke adalah mantan Stephanie sebelum Angelina? Dan kedua, Luke hanya menggunakan semua mantannya untuk sesuatu hal? Jadi, Luke hanya mencintai seseorang karena ada maunya bukan karena dia benar-benar suka? Jadi, dia hanya menggunakanku? Apa? Seharusnya aku sudah tahu dari awal kalau kisah cintaku dan Luke mamang aneh. Mana ada orang yang benci dengan orang lain tiba-tiba menjadi cinta? Itu sangat tidak masuk akal.

Aku belum pernah mempunyai pacar sebelumnya dan aku juga benar-benar mencintai Luke. Itu menjadi alasan kenapa aku berada disini pada detik ini. Aku masih terus menangis sambil mataku terasa bengep.

Aku tidak bisa tidur dan aku masih mendengar suara Luke ngobrol dengan Stephanie. Tiba-tiba suara puntu kamar terbuka dan Luke masuk ke kamar. Dia menutup pintu kamar dan naik ke atas kasur di sampingku, atau mungkin di belakangku karena aku sekarang membelakangi dia. Aku menahan semua emosiku. Padahal aku ingin sekali berbicara dengannya tentang masalah ini. Tapi aku masih menangis, hanya mengeluarkan air mata dan tidak bersuara agar Luke tidak curiga. Kemudian aku merasakan tangan Luke merangkul pinggangku. Tangisanku makin manjadi, tapi aku berusaha tenang dan tidur. Tapi aku tidak bisa.

Aku masih memikiran tentang pembiacaraannya tadi. Mengapa aku sangat bodoh? Mengapa aku harus suka dengan Luke? Sekarang aku jadi benci dengan Luke jika fakta-fakta itu benar. Fuck him! Fuck her! Fuck all! I just wanna cry right now but Luke's behind me. Aku berusaha tenang karena Luke sedang memelukku dan jika aku menangis, pasti dia akan tahu. Luke memberikan ciuman di kepalaku dan disana aku bukan merasa senang atau apa. Aku malah merasa benci dan marah.

Paginya aku terbangun. Well aku mengecek hpku yang masih ada di genggamanku dan sekarang masih jam 8. Aku melihat ke belakangku dan Luke ada disama, masih tertidur. Sekarang aku merasa kesal melihat wajahnya, sejak pembicaraan tadi malam. Matanya bergerak dan dia bangun.

"Mmmm..," Luke melihatku dengan matanya yang masih sipit. "You woke up too early."

"I know, i cant sleep," Aku melihat ke matanya yang biru laut itu.

Luke mengerutkan kedua alisnya, "Kenapa?"

Well, aku sebaiknya menjelaskannya tentang apa yang aku dengar tadi malam. Aku sungguh emotional dengan pembicaraan itu. Aku membasahi bibir bawahku dan Luke melihat ke bawah bibirku.

"Semalam aku terbangun, dan mendengar pembicaraan kau dan Stephanie," aku berusaha untuk tidak membawa emosiku dulu. Aku masih berbicara dengan lembut.

"What the fuck? Apa yang kau dengar?" tanyanya, nadanya mulai panik. Apakah yang dibicarakan semalem itu benar?

"Aku mendengar semua," jawabku. "Luke, apa semua yang dikatan oleh Stephanie itu benar? Kau hanya menggunakanku untuk sesuatu? Kau tidak mencintaiku, Luke."

"No, i love you! I fucking love you, Violin," Dia melihatku kedalam mataku. Dia benar-benar fokus melihat mataku. "Jangan mendengar kata-kata Stephanie."

"Tapi aku mendengarnya," aku mengalihkan mataku dari mata Luke. "Aku mendengar semuanya, Luke." Luke terdiam hanya melihatku dengan kaget. Aku hampir mengeluarkan air mata tapi aku tahan karena aku tidak mau terlihat seperti anak lemah di depan Luke. Semua itu adalah kesalahan Luke, jadi buat apa aku menangis. "I need fresh air." Aku bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju pintu keluar kamar.

"Wait Violin, we need to talk!" Aku melihat ke belakang dan melihat Luke shirtless duduk di atas kasurnya. "Please?" Dia mengangkat alisnya, meminta permohonan padaku. Tapi aku sekarang sedang butuh udara segar untuk menenagkan pikiranku.

Everything I Didn't SayOn viuen les histories. Descobreix ara