─ xv: "BOTH ARE PERSPECTIVES"

Start from the beginning
                                    

       "Bukankah sudah kukatakan untuk tak melawan secara langsung? Saat ini, dia punya kekuasaan dan uang. Mustahil untuk merebut itu di depan matanya. Kurasa kita sudah membahas ini di mobil hari itu. Kau sungguh keras kepala menolak nasihatku karena kau selalu ingin mengungguliku, bukan?" Lagi, pernyataan itu menarik perhatian Richard. "Kau ingin menemukan kecacatanku sehingga kau bisa menunjukkan kelebihanmu untuk menarik perhatian ayah. Itu tak akan terwujud jika begitu cara kerja seorang reformis yang kau pilih—kasatmata."

       Richard menundukkan kepala seketika bersamaan dengan bibirnya yang mengerucutkan kekesalan. Tak pernah sekalipun dalam hidupnya ia merasa terima jika Adam merendahkannya secara langsung seperti ini. Namun, menyerang secara fisik atau ucapan dalam nada tinggi tampaknya akan lebih menurunkan harga diri. Maka ia terdiam selagi hati meneriakkan sumpah serapah untuk kakak yang kelewat pintar sebagai teman obrolan.

       "Cobalah kendalikan emosi dan bakat bicaramu, Richard. Kau tak bisa mendapatkan apa yang kau mau jika kau tak persuasif dan manipulatif. Bakat bicaramu bisa bekerja dengan hal itu, dan mereka akan terwujud apabila kau mengubah sikapmu di hadapan ayah. Turuti apa yang ia mau, tusuk dia jika kau sudah memiliki kekuatan. Kurasa, kita anak paling durhaka di dunia."

       Hilang sudah kekesalan Richard karena kalimat terakhir yang Adam lontarkan. Kekehannya justru terdengar seirama dengan Adam yang mengerti ketidaksukaan Richard apabila tampak bodoh di hadapan orang lain—terlebih Adam. Apabila menyinggung Richard, rasanya Adam sudah kehilangan kekuatan untuk menjadi kolot dalam sebuah perdebatan seolah sang adik adalah pujaan hati. Bahkan hingga saat ini, analisis Adam guna menemukan penyebab di balik kepedulian yang berlebihan pada sang adik belum berhasil ia temukan.

       Pemuda yang telah menyelesaikan tawanya pun mengangguk kemudian. "Tak ada yang seperti kita. Mungkin, Tuhan memang sudah membuat takdir itu untuk menghentikan tindakan ayah yang tak kunjung diulas publik. Sebenarnya aneh jika orang seperti Attlee tak tahu soal ini. Tapi bisa saja Attlee menolak mengakuinya karena ia juga ingin mengambil keuntungan, bukan? Padahal dia pemimpin partai buruh. Namun, pekerja ayah yang dilabeli buruh dibiarkan menderita di bawah pujian yang ia lontarkan untuk ayah. Motifnya sama pula, ayah menerima pekerja di atas empat puluh tahun."

       "Ya," gumam Adam kini menyandarkan salah satu lengan pada kepala bangku taman, "dan kau tahu keuntungan apa yang Attlee perjuangkan?"

       Richard terdiam untuk sesaat. Iris tertuju pada dedaunan di atas kepala yang menari-menari menguping percakapan keduanya sementara mimik tampak memikirkan sesuatu.

       "Kau?" Adam mengangkat alisnya. "Maksudku, kau keuntungannya karena dia ingin Marlene menikah denganmu suatu hari nanti. Jika Attlee menentang ayah, maka dia tak bisa mendapatkanmu. Terkadang aku punya firasat jika Attlee menjadikanmu menantunya untuk ditarik ke lubang politik. Dia pasti tahu terkadang kau menjelma menjadi kritikus politik untuk mengkritik orang-orang pemerintahan melalui tulisanmu yang menyebut mereka sebagai metafora saja."

       "Mungkin, tapi aku tak bisa bergabung dengan politik Inggris karena aku seorang komunis. Di sebuah pertemuan politik, mereka akan membiarkanku mengungkap sudut pandang politikku, dan ucapanku kentara sekali merujuk pada komunisme. Karier politikku akan berhenti saat itu juga sementara ayah berusaha mengembalikan nama baikku bagaimanapun caranya."

       "Menarik," jawab Richard seraya mengetuk-etukkan telunjuk pada dagu. "Aku menantikan saat itu yang kutebak tak akan kau lakukan karena dirimu bekerja di balik bayangan. Terdengar seperti pengecut bagiku."

The Theory of MetanoiaWhere stories live. Discover now