AIW | 30

2.6K 161 20
                                    

Tubuh Mamanya telah tertindih oleh tanah dan membentuk gundukan yang diatasnya kemudian tertancap nisan bertuliskan nama sang Mama. Terduduk, dia mengusap nisan kayu yang bertuliskan nama sang Mama. Jemarinya bergerak meraih bunga yang kemudian dia taburkan di atas rumah baru Mamanya.

Hari ini tepat tujuh hari kepergian Mamanya. Setiap hari dia datang ke rumah baru Mamanya dan sesekali bercerita banyak hal meski hanya suara angin yang menyahut di setiap ucapannya. Dia bercerita semua yang dia rasakan, seolah-olah Mamanya berada di hadapannya mendengarkan ceritanya dengan seksama.

Sampai detik ini, Prilly merasa bangga pada dirinya sendiri karena mampu bertahan hingga akhirnya dia menerima kenyataan pahit dalam hidupnya, Mamanya meninggalkannya tanpa kesan yang baik. Dia sudah berdamai dengan keadaan, menerima takdir hidupnya.

Hari ini kedatangannya berbeda dari hari-hari sebelumnya. Jika sebelumnya dia datang bersama adik-adiknya, maka hari ini dia datang bersama Ali. Hari ini dia tidak bercerita kepada Mamanya. Bukan karena ada Ali yang menemani, melainkan ada sesuatu yang harus disampaikan.

"Mama apa kabar? Aku harap Mama gak bosen lihat aku setiap hari. Hari ini aku libur dulu ya Ma, cerita-ceritanya. Besok kita lanjut lagi cerita-ceritanya dan maaf kalau Mama sampai muak denger cerita aku. Hari ini aku bawa Ali ke sini, bertemu Mama sekaligus ada yang mau kami sampaikan ke Mama."

Prilly mengusap air matanya kemudian menatap Ali yang merengkuhnya dari samping memberi ketenangan.

"Mama, yang akan kami sampaikan penting banget buat Mama tahu. Kami akan segera menikah, Ma. Aku sama Ali minta restu dari Mama. Doakan semoga kehidupan rumah tangga kami diliputi kebahagiaan. Mama kalau mau ada yang disampaikan datang ke mimpi aku ya, Ma. Aku kangen banget sama Mama padahal baru seminggu Mama pergi tapi kangennya kayak udah setahun."

Ah, bualan macam apa ini. Bukankah dirinya lama tak bertemu Mamanya dan ketika ingin bertemu, takdir memisahkannya bersama sang Mama. Dia justru bertemu Mamanya dalam keadaan menyedihkan.

"Sebenarnya aku gak tahu besok aku masih bisa kunjungi Mama apa gak. Soalnya besok aku harus mempersiapkan pernikahan aku dan Ali. Tapi aku janji, setelah semuanya selesai aku bakal ke sini lagi bersama keluarga kecil aku dan adik-adik. Aku sama adik-adik udah bahagia, Mama di sana jangan lupa bahagia sama pilihan Mama."

Prilly tersenyum getir memandangi batu nisan sang Mama dan tanpa bosan mengusap batu nisan itu.

"Doakan juga cucu Mama sehat selalu sampai saatnya lahir ke dunia. Mama jangan khawatir, aku bakal kasih tahu anak aku siapa Neneknya yang sudah melahirkan Mamanya."

Lalu pandangan Prilly jatuh pada nisan di sebelah Mamanya, tempat peristirahatan Papanya. Mamanya dikebumikan di dekat Papanya. Meski sempat berdebat dahulu dengan Erwin. Erwin menentang keinginannya karena sampai detik ini Erwin membenci Papanya yang membuat Mamanya berubah.

Pada akhirnya perdebatan itu dimenangkan olehnya dan dengan berat hati adiknya itu menerima tempat peristirahatan sang Mama berdampingan dengan sang Papa. Meski kedua adiknya enggan mengunjungi sang Papa dan hanya fokus pada Mamanya, dia sebagai seorang Kakak senantiasa memberikan nasehat kepada kedua adiknya meski tidak berhasil membuat kedua adiknya luluh namun dia yakin perlahan tapi pasti kebencian itu akan luntur. Dia mengerti kebencian kedua adiknya tidak lebih dari rasa marah dan kecewa kepada sang Mama. Sejahat apapun Papanya di masa lalu, sang Papa tetaplah Papa mereka yang sempat menjadi orang pertama menggendong mereka ketika baru lahir ke dunia.

"Papa, aku kembali datang. Pa, aku ke sini bawa seseorang yang bakal jagain aku dan menyayangi aku juga menggantikan sosok Papa dalam hidup aku. Pa, yang tenang ya di sana sama Mama. Maafkan adik-adik yang sampai detik ini hatinya masih keras. Mereka bukannya gak mau menyapa Papa, mereka hanya butuh waktu untuk menerima kenyataan. Papa memang jahat karena udah bikin Mama berubah. Tapi Papa tetaplah Papa kami, lelaki yang pernah memberi Mama cinta dan pada akhirnya menghancurkan Mama bersama kami. Pa, beberapa hari lagi aku bakal menjadi seorang istri dari lelaki yang aku cintai. Aku berharap kisah cintaku dan lelaki di sampingku tidak seperti kisah Papa dan Mama, ya. Aku gak mau anak-anak kami bernasib seperti aku dan adik-adik. Sekarang Papa gak sendiri, ada Mama di samping Papa," Prilly melirik nisan Mamanya kemudian mengusap nisan Papanya dengan mata berair. Detik kemudian, tangisnya pecah.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 01, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Am I Wrong?Where stories live. Discover now