Bab 33

140 15 0
                                    

Menit terlama yang pernah Diola lalui seumur hidupnya adalah menit dimana ia berada di tempat yang sama dengan pria yang tadi sempat mendapatinya mengejar Rami dan menangisi kepergiannya.

Well, yeah... saat ini, dalam perjalanannya menuju rumah kos Diola. Baik Irvin atau pun perempuan itu, tak ada satu pun di antara keduanya yang mau mengalah mencairkan suasana. Mereka sama-sama mengunci mulut dan membiarkan rasa canggung melingkupi keduanya.

Ketegangan yang tersaji bahkan sudah terjadi sejak beberapa saat yang lalu. Saat sebelum keduanya memutuskan untuk pulang bersama.

Sikap Irvin tak sehangat biasanya. Bahkan pria itu cenderung menghindari Diola saat menyelesaikan tugasnya malam itu sebagai koordinator event tersebut. Membuat Diola urung untuk memperparah keadaan. Ia memilih untuk membiarkan Irvin seperti itu—dengan sikapnya. Sampai kemudian, ketika acara benar-benar selesai. Pria itu menghampirinya dan mengajaknya untuk pulang bersama.

Memang ada rasa kaku kala itu. Namun, Diola tak ingin berbuat bodoh untuk kesekian kalinya malam itu—selain mengikuti alur.

So, disinilah dirinya—berada di samping Irvin yang tengah fokus dengan kemudinya. Sementara waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Suasana Kota Semarang yang mulai lengang membuat keadaan semakin sunyi.

Awalnya, Irvin memilih untuk menyalakan audio player dengan musik pilihannya. Namun, ketika salah satu lagu favorit keduanya muncul, tanpa tedeng aling-aling pria itu mematikan audio player-nya.

Aneh.

Selanjutnya, ia memilih untuk tidak lagi memeriahkan suasana hening di antara keduanya. Dan malah terdiam hingga setengah perjalanan keduanya menuju rumah kos Diola.

"Kamu berbohong soal tadi kan, La?"

Hingga akhirnya pria itu memutuskan untuk bersuara. Diola yang kala itu memilih untuk menghadap keluar jendela pun akhirnya menoleh ke arah sumber suara.

"Soal apa?" tanyanya polos.

Irvin mendengus kesal dan tertawa sinis secara bersamaan. Sebenarnya, lebih karena ia gemas. Sebab Diola masih bisa berkelit dalam situasi seperti itu.

"Kamu masih menginginkan dia, dan berpura-pura memiliki perasaan padaku."

"Vin..." Diola mendesah kemudian menundukkan kepala.

"Aku... kecewa sama kamu, La," ungkap pria itu dengan suara bergetar.

Mendengarnya saja, ulu hati Diola mendadak nyeri. Ia jelas dapat merasakan jika Irvin tengah menahan sesuatu dalam dirinya. Hingga suaranya bergetar demikian, Diola yakin jika sebenarnya Irvin tak sanggup untuk mengungkapkannya.

Hanya karena sudah terlanjur kecewa dengan perbuatannya. Pria itu pada akhirnya memilih untuk jujur.

"Maafin aku, Vin."

Sesuatu yang tertahan itu akhirnya Irvin utarakan juga. Sebuah butir air mata yang keluar secara tiba-tiba adalah bukti dari kekecewaannya terhadap Diola. Pria itu menangis karenanya.

Dengan jari telunjuknya yang besar, Irvin segera menghapus butir air mata yang muncul di ujung ekor matanya. Lalu, ia tertawa sembari mendesah frustasi.

Argh! Bodoh, Diola! Lihat apa yang telah ia lakukan hingga membuat Irvin menangis di depannya. Benar-benar keterlaluan!

"Vin, aku—" perempuan itu menyentuh pundak Irvin, sementara pria itu secara bergantian mengganti posisi tangannya di atas kemudi.

"Kamu nggak perlu berbuat sejauh itu hanya untuk menghiburku, La. Just tell me the truth, tentang perasaan kamu. Tidak perlu berbohong, tapi, pada akhirnya membuatku sakit seperti ini."

AFTERTASTE ☑️Where stories live. Discover now