Bab 9

177 17 0
                                    

Pria itu menepikan kendaraannya tepat di bahu jalan. Kemudian mematikan mesin dan membuka seat belt yang membelit tubuhnya dengan cekatan. Sementara itu, Diola tetap bergeming dan tidak melakukan apapun. Tatap matanya lurus kedepan, kosong.

Rami yang melihat hal tersebut praktis bertanya. Lagi pula, kenapa lagi dengan perempuan itu? Kenapa ia bisa berubah-ubah mood hanya dalam waktu singkat?

"Kamu mau terus seperti itu atau kita turun lalu makan?"

Diola terkesiap. Ia mengerjapkan matanya, dan membuang pandang ke arah Rami yang kini menatapnya dengan sebelah alis terangkat.

"Semakin cepat kita lewati ini, semakin cepat aku antar kamu ke kantor," tegas pria itu yang nampaknya sudah kesal hingga ke ubun-ubun.

"Iya," Diola menjawab pasrah lalu melepas seat belt dan memilih untuk turun lebih dulu.

"Iya," Diola menjawab pasrah lalu melepas seat belt dan memilih untuk turun lebih dulu

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Kemudian Rami menyusulnya dari belakang. Pria yang mengenakan pakaian dan kacamata hitam bertengger di atas hidung kaukasiannya itu sempat mencuri perhatian orang sekitar dengan penampilannya. Beberapa pengunjung rumah makan tersebut—yang sebagian besar adalah perempuan—terlihat tengah berbisik satu sama lain.

Diola mendecih, menatap sebal ke arah mereka semua. Tidakkah mereka tahu, bahwa pria tampan itu menyebalkan?! Tapi, tetap saja dalam hati kecilnya ia merasa bangga dengan keberadaan Rami kala itu.

Ya. Pria itu bersamanya!

Ia menyunggingkan senyum tipis, namun tak lama memudar karena sentuhan tangan Rami yang bertengger di belakang pinggulnya. Tubuhnya praktis menegang, reaksi alami.

"Kita duduk di mana?" tanya Rami berbisik di samping telinganya.

Bahkan ia bisa merasakan jika tengkuknya kini meremang. Hanya dengan Rami memperlakukannya seperti itu.

"Di sana," Diola mengedikkan dagu, menunjuk ke satu arah.

Kemudian perempuan itu berjalan mendahului dan Rami mengekori di belakang. Dengan seorang pelayan yang mendampingi, mempersilahkan serta menyerahkan buku menu.

Pesanan mereka datang tanpa perlu menunggu lama. Diola buru-buru menghabiskan sarapannya. Dalam diam. Karena tidak ada gunanya ia terus melawan pria itu. Toh, selama ia diam, Rami pun tak banyak bicara. Sesekali pria itu menanyakan seputar menu sarapan mereka. Selebihnya mereka berdua menyantap sarapan dengan hikmat.

"Anyway, Dio. Bagaimana kamu bisa tiba-tiba bekerja sebagai editor?"

"Aku melamar posisi itu. Kenapa?"

Rami mendesah, "aku tahu. Maksudku, bukankah kamu ini seorang penulis?"

"Tidak masalah, kan?"

Pria yang duduk di sebelahnya itu membungkuk ke arahnya. Praktis membuat Diola mundur sejengkal demi menjaga jarak dengannya. Lagi pula, mereka berada di tempat umum. Demi Tuhan!

AFTERTASTE ☑️Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin