PROLOG

892 30 0
                                    

Langit tampak abu, mendung

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.

Langit tampak abu, mendung. Hujan bahkan sudah berhenti turun sejak beberapa jam yang lalu. Sore itu kelabu, seperti yang tengah hatinya alami.

Jauh hari sebelumnya, pria itu berjanji akan menjemputnya di bandara ketika ia sampai di Kuala Lumpur. Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Pria itu membohonginya telak. Tidak sama sekali menunjukkan batang hidungnya. Namun, mengirim orang suruhannya untuk menjemput dirinya.

Sejak menginjakkan kakinya di KL airport, cuaca memang tidak mendukung. Hujan deras disertai dengan petir. Udara dingin menusuk hingga kulit arinya. Beberapa kali dirinya merapatkan jaket denim yang ia kenakan.

Sambil berjalan tanpa tujuan menuntun koper di belakangnya, ia beberapa kali memeriksa ponselnya. Membuka aplikasi pesan instan, berharap mendapatkan pesan balasan dari pria itu. Namun, rupanya sejak ia mengirimkan pesan tersebut sebelum pesawatnya take off hingga landing—bahkan pesan-pesan sebelum itu. Notifikasi tak kunjung berubah. Masih belum dibaca.

"Diola Tamma?" seseorang memanggil namanya. Suaranya asing, bukan milik pria itu.

Diola menoleh ke arah datangnya suara bariton tersebut, "ya?" ia tidak ingat siapa pria yang memanggil namanya tersebut. Apakah ia mengenalnya? Tampak asing.

"I'm Nicholas. But you may call me Nick," ujar pria itu mengulurkan tangan dan dibalas oleh Diola dengan sedikit ragu-ragu.

"Do I know you, Nick?" mata perempuan itu menyipit. Keningnya berkerut. Mencoba mengamati wajah pria yang mengaku bernama Nicholas itu.

"Uhm, tak lah. Awak tak kenal saya," ujarnya berbahasa Melayu. Diola semakin penasaran dengan pria yang jika terus ditelaah jengkal wajahnya mengingatkannya pada seseorang. "But, awak kenal Ramien, right?"

"Kamu siapa?" perempuan itu memastikan sekali lagi. Hanya untuk berjaga-jaga. Bisa jadi instingnya salah, hanya karena keduanya sepintas terlihat sama. Ditambah lagi pria itu mengenal Rami.

"Saya dah cakap, nama saya Nick. Well, Ramien's cousin."

Kedua mata Diola membulat tak percaya. Pantas saja pria asing itu tampak tidak asing lagi buatnya. Memang jika dilihat secara seksama, sepintas air wajah keduanya hampir mirip. Namun tetap saja mereka berbeda. Pria yang kini berada di hadapannya terlihat jauh lebih muda dari Rami.

"Sepupu Rami?" tanya Diola sambil mengerlingkan pandangan ke sekitarnya.

"Di mana dia?" imbuhnya.

"He's not here," jawab pria itu singkat. "Jom lah awak ikut saya."

Diola melongo. Ia tak bergerak sedikit pun. Masih diam di tempatnya. Setidaknya ia harus tetap waspada. Bisa jadi ini modus penipuan, kan?

Ia sekali lagi membuka ponselnya. Sekali lagi mencoba menghubungi Rami. Namun, nomor teleponnya masih tetap tidak aktif. Bagaimana ia bisa membuktikan ucapan pria ini? Kalau dia adalah sepupu Rami.

AFTERTASTE ☑️Kde žijí příběhy. Začni objevovat