Bab 27

133 13 0
                                    

Ponsel dalam genggaman tangannya berdering. Nama Irvin tertera pada layarnya. Setelah beberapa jam dari kejadian tadi, pria itu baru kembali menghubunginya.

Diola segera membalik layar ponselnya, dengan tujuan agar pria yang tengah kembali mengemudikan mobilnya tersebut tidak mengetahui siapa orang yang menghubunginya.

Namun, sepertinya ia agak sedikit terlambat karena pria itu sudah tahu sejak dering pertama terdengar.

Hanya saja yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Diola, jika pria itu akan bereaksi cepat bagaikan kilat begitu mengetahui jika Irvin adalah orang yang mencoba menghubunginya.

Pria itu segera banting steer dan mengambil jalur lain yang tentu saja berlawanan arah dengan jalan menuju rumah kos Diola.

Ya, Tuhan... jangan lagi!

"Ram! Apa-apaan?! Kamu mau ke mana?"

"Ke mana saja. Asalkan tidak ada dia yang mengganggu," jawabnya acuh sembari membuka aplikasi maps pada ponselnya.

"Kamu ini kenapa? Sebentar lagi kita sampai dan kamu justru mengambil jalur lain?"

"Aku tahu dia ada di rumah kos kamu, Dio. Dan aku nggak akan biarkan dia mengganggu kita."

"Mengganggu? Siapa yang kamu maksud sebagai pengganggu?"

"Irvin," jawab Rami singkat.

Diola menghela napas berat dan menggelengkan kepalanya. Entah sampai kapan ia akan terombang-ambing seperti ini. Padahal dirinya hanya ingin kembali ke rumah kosnya. That's all!

Rencana yang ia gagas dengan Irvin gagal dan urung terjadi. Diola benar-benar telah salah ambil langkah. Niat hati menyelesaikan urusan, justru saat ini ia terjebak bersama Rami. Another drama.

"Rami, stop."

Pria itu tak menggubris. Ia terlalu fokus dengan kemudi dan juga aplikasi petunjuk arah di ponselnya.

"Ram, aku bilang stop!" teriak Diola.

Refleks. Pria itu pun menginjak pedal remnya secara mendadak.

"Kenapa, Dio?!" Rami balik berteriak.

"Aku minta kamu untuk berhenti. So, do it!"

"No, I can't! I can not stop, Dio."

"Kenapa?" Diola bertanya dengan nada putus asa.

"Karena aku nggak bisa melakukannya. Kalau aku berhenti, lalu, kamu akan pergi begitu saja."

Diola menelan liurnya. Beberapa jenak ia terdiam. Mengambil jeda untuk keduanya.

Dadanya terasa sesak kala Rami mengatakan kalimat tersebut padanya. Perlahan kedua matanya mulai panas dan napasnya pun sesegukan. "Bagaimana kalau sebaliknya?"

"Maksud kamu?" pria itu bertanya polos.

Diola membuka seatbelt yang melilit tubuhnya. Ia kemudian menghadap Rami dan memberanikan diri untuk menyentuh wajah pria itu.

Rami praktis memejamkan kedua matanya. Ia pasrah melebihi apapun ketika Diola pada akhirnya menyentuh dirinya.

"Kita bisa mulai lagi semua dari awal, Ram. Dengan satu catatan. Aku ingin akhiri semuanya hari ini."

Seperti dirinya sengaja dihempas ketika tengah berada di atas awang, ia terjerembab dan sakit bukan main.

Ketika ia membuka matanya. Sesuatu yang tersaji di depannya membuat hatinya mencelos seketika. Perempuan itu menatapnya dengan mata yang merah. Menahan air matanya.

AFTERTASTE ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang