Bab 13

177 18 0
                                    

Noura Kanazi membuat ponselnya berdering. Sepersekian detik ia sempat menatap layarnya, namun seolah sadar karena bukan hanya dirinya yang ada di dalam ruangan tersebut. Pria itu segera menyentuh tombol silent agar dering tersebut berakhir.

Ia menatap dirinya di depan cermin. Menimbang-nimbang sesuatu, namun urung ia lakukan. Panggilan tersebut akhirnya berakhir beberapa saat kemudian.

Well, pria itu memang pernah berkata ketika akan pergi meninggalkan Noura. Jika perempuan itu butuh sesuatu, ia meminta Noura untuk jangan pernah sungkan menghubunginya. Tapi, tidak seperti ini. Bukan seperti yang sekarang coba dilakukan oleh perempuan itu.

Semenjak kedatangannya di Semarang tiga hari yang lalu, Noura terus saja mencoba untuk menghubunginya. Perempuan itu rupanya tak patah arang. Ia terus membujuk dan memperingati Rami jika apa yang tengah pria itu lakukan adalah sebuah kesalahan.

Tidakkah dia sadar jika dirinya adalah kesalahan itu sendiri? Dan Rami merasa jika ia tidak sedang melakukan kesalahan apa pun saat ini. Karena tempatnya memang bersama dengan Diola. Itu adalah kebenaran yang ia yakini saat ini.

Tapi kenapa?

Kenapa Noura terus berusaha untuk menyeretnya kembali?

Pria itu memejamkan mata sejenak. Coba menetralkan sejenak hatinya yang bergejolak kala itu. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menepis rasa sakit yang mulai menggerogotinya.

Apa ini? Ada apa dengannya? Kenapa ia merasakan lagi keraguan itu?

Rami menggeleng dan membuka matanya, sekali lagi menyelami sosok yang ada di hadapannya. Kedua tangannya mencengkam sisi wastafel lalu ia menyalakan keran air dan membasuh wajah.

Ia harus kembali. Tidak boleh goyah hanya karena bujuk rayu Noura. Ia harus ingat akan tujuannya saat ini. Dan Diola, kekasih hatinya. Perempuan itu ada di luar sana, sedang bersiap untuk menerima sesuatu darinya. Bukankah ini yang ia inginkan? Kebaikan berkali-kali lipat yang Tuhan berikan untuknya.

Pria itu segera mengamit bungkusan hitam yang diberikan oleh Deby dan mengenakannya. Sebuah kemeja linen hitam, sesuai dengan permintaannya.

Dan rencananya ia akan memadukan kemeja tersebut dengan celana denim putih yang ia kenakan sore tadi.

Okay, Rami tak punya banyak waktu untuk mempersiapkan kejutan ini. Tentu saja, ia merencanakan candlelight dinner ini seorang diri di sela-sela kesibukan project terbarunya.

Jadi, dengan Deby bersedia membantunya bahkan hingga jauh-jauh datang dari Bandung tentu saja Rami merasa diberkati. Well, satu lagi sahabat yang mengiringi perjalan karirnya. Deby adalah seorang make up artist yang kerap kali Rami gunakan jasanya. Yah, hampir di semua project yang Rami kerjakan selalu melibatkan Deby di dalamnya.

"Selera Rami boleh juga," ujar Deby terdengar hingga ke dalam kamar mandi. Sontak membuat Rami tersenyum masam mendengarnya.

Memang betul, itulah mengapa dirinya rela datang hingga sejauh ini. Karena perempuan itu memang layak ia perjuangkan. Dan pantas ia dapatkan.

Denting pesan masuk membuyarkan fokusnya dari suara Deby di luar sana. Rami segera mengamit ponselnya dan melihat nama pengirim pesan tersebut. Masih orang yang sama, Noura.

Pria itu mengeraskan rahang, dan memilih untuk mengabaikannya sementara. Ia menautkan kancing kemejanya hingga ke bawah. Kemudian melipat lengannya hingga ke siku.

Ia menyugar rambutnya secara bergantian. Lalu menepuk pipinya dan merapikan sekali lagi kemejanya. Sebelum akhirnya ia kembali mengamit ponsel dan membuka pesan dari Noura.

AFTERTASTE ☑️حيث تعيش القصص. اكتشف الآن