"Tunggu aku mau ngomong sesuatu." Bintang berhasil masuk ke kamar Baskara sebelum Baskara mengunci pintu. "Aku nggak tahu kenapa kamu tiba-tiba sensi sama aku lagi. Aku nggak tahu kamu lagi ada masalah apa. Atau karena kamu masih marah soal gimana kalau aku pergi dari sini?"

Meski cowok itu berbalik menatapnya, tetapi dia tak menjawab pertanyaan Bintang. Bintang menghela napas pelan.

"Soal pertanyaan itu bukan sekadar pertanyaan doang, tapi aku juga mau berusaha untuk ingat kondisi sebenarnya kenapa aku bisa ada di sini. Aku harus keluar untuk cari tahu. Di sini, aku nggak bisa ingat apa pun. Biarin aku—"

"Stop."

"Aku belum sele—"

"Gue bilang stop, sialan!" Meski tak berteriak, tetapi kata-kata Baskara penuh penekanan dan membuat Bintang menciut. Ditambah tatapan Baskara yang asing juga kata-kata kasar yang tak pernah dikatakan Baskara padanya sebelum ini. "KELUAR DARI KAMAR GUE SEKARANG!"

Setelah teriakan Baskara, suasana hening tercipta cukup lama.

Bintang terdiam memandang Baskara dalam keheningan. Dia heran kenapa matanya jadi berkaca-kaca. Pandangannya ke Baskara juga jadi buram. Walau air matanya belum luruh ke pipi, tetapi air matanya sudah menumpuk di pelupuk mata.

Baskara melihat itu dengan terkejut. Cowok itu tak mengatakan apa-apa. Dia mengambil kunci motornya dan berhenti di depan Bintang yang menghalangi jalan.

"Minggir."

Bintang keluar dari kamar itu untuk memberikan Baskara ruang. Meski begitu, dia tak tenang karena tak tahu apa yang salah dari dirinya. Tak mungkin kan Baskara semarah ini karena dia membuka pintu kamarnya tanpa permisi?

Bintang berlari mengejar Baskara dan berhasil meraih ujung kaos cowok itu, tetapi tangannya langsung ditepis dengan kasar. Membuat Bintang mematung. Tangannya terasa kebas oleh tepisan kasar Baskara yang kuat.

"Ck. Jangan sentuh gue." Tanpa berbalik, Baskara meninggalkan kalimat terakhir yang menyakitkan.

Bintang mengepalkan tangannya sambil melihat pintu yang sudah tertutup. Rasa sesak di dada yang membuatnya mengeluarkan air mata karena sikap asing Baskara.

Bintang akan kabur, tetapi sebelum itu dia harus tahu kenapa Baskara marah.

Berbulan-bulan menghabiskan waktu di apartemen hanya ditemani Baskara, Bintang telah merasakan sebuah ikatan yang tak disadarinya kepada cowok itu.

***

Baskara memanggilnya pagi-pagi buta dan saat ini Aska dan Baskara berada di luar gedung apartemen. Hanya saja sudah belasan menit berlalu dan Baskara belum juga mengatakan sesuatu. Cowok itu juga membiarkannya merokok. Meski Aska tahu Baskara bukan seorang perokok, tetapi karena tak tahan akhirnya dia sedikit menjauh dari Baskara untuk menghilangkan penat dengan sebatang rokok yang sudah dinikmatinya sejak dua menit lalu.

Aska pikir Baskara tak akan mengatakan sesuatu. Ditatapnya cowok itu dengan heran. Terlihat jelas di wajah Baskara, terdapat keraguan yang besar. Apa dia ragu mengatakan sesuatu yang dipikirkannya sejak tadi?

"Jadi, apa yang mau lo omongin, Bro?" Aska mengisap rokoknya dalam-dalam.

"Apa wajar mimpiin cewek yang dikenal di dunia nyata?"

"Uhuk!" Aska menekan dadanya. "Uhuk. Uhuk."

Dia terlalu terkejut sampai batuk. Tak mungkin Baskara bertanya serius hanya soal memimpikan seorang cewek, kan? Aska langsung membelalak.

"Bentar. Maksud lo mimpi ... basah?"

"He'em."

"Ohok. Ohok." Batuk Aska semakin parah dari sebelumnya.

Seorang Hari ... mencurahkan isi hatinya akan hal itu?

Dia pikir Baskara itu cowok yang belum pernah mengalami mimpi basah. Aska bahkan pernah berikir bahwa Baskara adalah seorang aseksual.

Aska juga tahu bahwa Baskara belum pernah masturbasi sampai umurnya 17 tahun. Baskara pernah mengakui itu setelah Aska menawari segudang video porno di lapotopnya kepada Baskara. Aska pikir Baskara akan senang, tetapi rupanya Baskara menolaknya mentah-mentah. Pembahasan mengalir sampai pada persoalan masturbasi.

Cowok di depannya ini memang beda dari yang lain, tapi mimpi basah adalah sesuatu hal alami dari tubuh yang tak bisa dia hindari.

"Wajar wajar aja, kok. Itu artinya cewek yang lo mimpiin itu sering lo pikirin." Aska mematikan rokoknya untuk berpikir dengan serius. "Hm..., katanya sih kalau sampai mimpi berhubungan badan, itu artinya lo emang pengin ngelakuin itu di dunia nyata."

Hening. Aska merasakan Baskara sedang menatapnya. Ketika dia melihat Baskara, benar bahwa Baskara menatapnya dengan tatapan penuh peringatan.

Apa dia salah bicara? Aska tak merasa salah bicara, tetapi dua harus memperbaiki kata-katanya sebelum dibunuh.

"Gue bahkan nggak pernah mikir yang enggak-enggak bareng dia," kata Baskara, lalu menatap ke lain arah lagi.

"Ah, haha. Gue tadi salah ngomong kayaknya. Maksud gue, itu artinya lo ada ketertarikan sama dia, tapi ketertarikan itu nggak selamanya soal nafsu seks. Oke? Jadi, jangan khawatir. Itu normal, kok. Normal." Aska mengibaskan tangannya sambil terkekeh sok asyik. Apa yang Aska pikirkan berbeda dengan yang barusan dia ucapkan. Bagaimana pun, yang namanya ketertarikan ada hubungannya dengan nafsu. Kedua hal itu tak bisa dipisahkan satu sama lain.

Aska melirik Baskara. Apa cowok itu sedang tidak ingin mengakui bahwa dirinya menyukai seseorang?

"Udah dua kali gue mimpiin cewek yang sama."

"Uhuk. Uhuk." Aska menunduk dan memukul-mukul dadanya. Tersedak bukan karena asap rokok, tetatpi ludahnya sendiri. "Emang biasanya mimpi cewek lain?"

"Biasanya mukanya nggak jelas."

"Ahaaha." Aska mengibaskan tangannya. Wajar Baskara seperti itu. Selama mengenal Baskara, cowok itu tak pernah memperlihatkan ketertarikannya kepada seorang cewek. "Dah mo balik?"

"Ya." Baskara meninggalkan tempat itu dan kembali memasuki gedung apartemen.

Di dalam lif, dia merenungkan perlakuannya tadi kepada Bintang. Sekarang, Baskara khawatir Bintang akan kecewa kepadanya. Mimpi sialan itu sudah mengganggu pikirannya sampai membuatnya tak ingin dekat-dekat dengan Bintang. Sikap Bintang yang bodo amat berada di dekatnya membuat Baskara semakin frustrasi.

Baskara mengingat ke belakang dan menyadari bahwa Bintang tak takut sama sekali padanya. Apa Bintang tak tahu soal dua manusia berbeda jenis kelamin dalam satu ruang yang sama adalah hal yang berbahaya?

Baskara memang tak pernah sampai ingin macam-macam kepadanya, tetapi karena mimpi yang mengganggu itu membuat Baskara justru takut pada dirinya sendiri.

Apa sudah waktunya dia membiarkan Bintang pergi?

Baskara menatap pintu lif yang terbuka.

Tidak. Dia tidak ingin Bintang pergi meninggalkannya. Dia sudah nyaman dan takut akan kehilangan, tapi Baskara juga tahu tak selamanya mereka bersama. Entah apa yang akan terjadi ke depannya. Akan tetapi, bagaimana pun itu, satu-satunya yang diinginkan Baskara saat ini adalah mengurung Bintang dan tak membiarkannya ke mana-mana.

Jika perlu membawa Bintang ke sebuah tempat terpencil di mana Bintang tak akan bisa lari darinya.

Baskara membuka pintu unit apartemennya dan melihat Bintang yang ketiduran di sofa.

Ada satu hal yang paling terbaik dari semua hal, yaitu membuat Bintang bergantung padanya.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang