PART 1

22K 2.3K 50
                                    

PART 1

Siswi itu memandang sebuah gedung sekolah yang tinggi. Di dalam sebuah mobil sedan hitam dia menumpu sikunya di atas paha sembari menopang dagu.

Pada akhirnya dia kalah berdebat dari Shareen, seseorang yang sudah dia anggap kakak sejak 5 tahun yang lalu dan menganggapnya adik. Seseorang yang memohon kepada papanya untuk memasukkan anak jalanan ke dalam kartu keluarga sebagai anak.

Nama anak itu Bintang.

Hanya Bintang.

Bahkan dia lupa dia terlahir dengan nama apa. Tanggal lahirnya pun hanya perkiraan dalam identitas barunya.

Bintang masih 12 tahun saat itu, berdiri di depan rumah yang akhirnya dia temukan dengan susah payah karena telah berubah pikiran untuk menerima tawaran Shareen. Dia tak memiliki apa pun. Bahkan berkali-kali dia merasa tak enak karena menumpang di rumah keluarga kecil yang memperlakukannya seperti keluarga sungguhan.

Mobil itu berhenti tak jauh dari gerbang tinggi sebuah SMA yang masih ada kaitannya dengan SMA tempat Bintang sebelumnya. Dia dialihkan ke SMA ini karena di SMA sebelumnya dia memiliki prestasi yang bagus dan guru memberikan surat rekomendasi yang pada akhirnya diterima oleh Bintang atas saran Shareen.

"Kok bengong?" Shareen menoleh pada Bintang yang masih merenung. Perempuan itu mengusap rambut adiknya sambil tersenyum. "Ayo masuk. Nanti ke kantor aja seperti yang Kakak arahin tadi, oke?"

"Aku pergi dulu, Kak." Bintang menarik tangan Shareen dan mencium punggung tangannya. "Babay." Lalu dia keluar dari mobil itu dan melambaikan tangan berkali-kali sampai mobil itu menjauh dari area sekolah.

Bintang mengambil sebuah permen lolipop dari saku bajunya, lalu memisahkan stiknya dan membiarkan bulatan kecil permen itu di mulut. Ketika melihat tempat sampah, dia melempar stik putih itu tepat sasaran memasuki lubang kecil bagian atas tempat sampah. Sambil berjalan, dia mengikat rambutnya yang sempat terurai karena belum kering sepenuhnya akibat buru-buru ke sekolah.

Diambilnya gelang hitam di saku kemeja sekolah, lalu dia pakai di pergelangan kiri.

Tanpa gelang, tangannya terasa telanjang.

Ini kenyamanan sesungguhnya! teriaknya dalam hati, tepat saat dia mengangkat wajah dan melihat seorang cowok yang berdiri di hadapannya dan memandangnya lekat-lekat.

"Lo." Suara berat dari siswa berkemeja putih rapi—tetapi tidak dengan rambutnya yang agak gondrong berantakan—membuat Bintang terkejut karena sudah pasti cowok asing yang menatapnya aneh itu sedang berbicara padanya.

"Apa kita pernah ketemu sebelumnya?" Lanjut cowok itu bertanya, membuat Bintang menaikkan alis tinggi-tinggi.

"Enggak," jawab Bintang, lalu dia berjalan melewati cowok asing itu. Namun, pergelangan tahannya ditahan.

Bintang menoleh dan membelalak pada cowok asing bernama Baskara yang tertulis pada label nama di dada kanan kemeja putihnya.

"Heh, Baskara, ya? Nggak kenal. Lepasin, Sat." Bintang menarik tangannya sekuat tenaga, tetapi Baskara tak mau melepasnya.

"Sialan. Lepasin gue!" seru Bintang tertahan. Pipi kirinya membulat karena permen.

Siswa-siswa lain yang tadinya sibuk dengan urusan masing-masing, menjadi berhenti karena apa yang terjadi pada dua orang di tengah-tengah koridor itu.

Bukan hanya kebingungan atas apa yang terjadi. Tetapi fakta bahwa Baskara adalah siswa yang tak pernah mau menyentuh perempuan sampai orang-orang berpikiran Baskara berpegang teguh pada agama dan ada juga yang berpikir Baskara menganggap perempuan adalah makhluk menjijikkan sampai ada juga yang menganggap Baskara adalah gay, lalu tiba-tiba cowok itu memegang tangan seorang cewek yang belum terlihat di sekolah itu sebelumnya.

"Nggak denger?" Bintang benci melihat ekspresi cowok di depannya itu. Sebelum dia berteriak lepas, dia menghancurkan permen di mulutnya sampai terdengar bunyi dan menelannya hingga tak tersisa. "LEPASIN GUE, BANGS*T!"

Bola mata siswa-siswi di sana nyaris keluar dari tempatnya, kecuali Bintang dan Baskara.

Yang satu menatap penuh emosi, yang satu menatap datar dengan ekspresi malas yang memang sudah tercetak sejak lahir di wajahnya.

Semua siswa di sekolah itu tak ada yang berani mengganggu Baskara apalagi sampai memaki-maki cowok itu di hadapannya langsung.

Baskara memiliki mata yang sayu, tetapi yang membedakan dengan yang lain adalah aura cowok itu yang menakutkan. Tubuhnya yang lebih besar dari teman seusianya, suaranya yang berat mengintimidasi, apa pun yang dia lakukan akan terlihat seperti dia adalah bos besar di sekolah ini.

"Jawab dulu pertanyaan gue," kata Baskara dengan suara rendah, tak ingin menakuti cewek di depannya.

Bintang menegakkan posisinya sambil memijat pelipis dengan tangannya yang bebas. Jantungnya sampai berdegup kencang karena emosi. Dia berharap tidak terkena serangan jantung di usia dini.

"Kan udah." Suara Bintang melemah demi kesehatan mentalnya. Sekali saja dia berteriak, maka cowok di depannya akan dia habisi dengan pukulan bertubi-tubi. "Tolong dilepas. Kita nggak kenal. Tolong, ya? Gue udah minta tolong nih padahal gue nggak ada salah sama lo. Malah lo yang salah sama gue."

Baskara menunduk dan meremas rambutnya. "Kepala gue sakit." Lalu dia memandang Bintang lagi sambil mendekat, membuat Bintang refleks mundur. "Gue yakin kita pernah ketemu."

"Astaga enggak." Bintang melihat sekitar dan melihat tatapan terkejut siswa-siswi lain.

Jangan-jangan.... preman sekolah?

atau cowok ini orang gila?!

Bintang lebih takut berurusan dengan orang gila daripada preman. Berhadapan dengan preman adalah keseharian Bintang saat masih tinggal di jalanan.

Bintang menaruh tangannya di atas punggung tangan Baskara yang memegangnya. Tanpa mengalihkan pandangan dari tatapan Baskara, Bintang mengusap tangan Baskara sampai cowok itu tersentak dan mengendurkan genggamannya.

Bintang berhasil melepaskan diri dan kabur dari tempat itu mencari ruangan yang harus dia kunjungi.

Meskipun dirinya sempat merinding karena menyentuh tangan lawan jenis dengan cara menggoda, Bintang tak punya cara lain untuk kabur selain melakukan hal menjijikkan itu.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang