PART 40

4K 677 50
                                    

PART 40

Jawaban Bintang disertai tatapan yang kosong membuat Baskara tak memberikan respons untuk waktu yang lebih lama dari sebelumnya. Dia menjauh dari Bintang, menjaga jarak dari cewek itu dan melempar pistol di tangannya ke sebuah meja yang jauh dari tempat tidur hingga terdengar bunyi dua benda yang saling bertubrukan.

Bagaimana dia bisa punya pemikiran yang seperti itu? Kenapa? Dia juga tak punya siapa-siapa yang menjadi di dunia ini yang menjadi alasannya untuk hidup dengan damai? Di benak Baskara hanya ada pertanyaan-pertanyaan yang tak bisa dia tanyakan kepada Bintang secara frontal. Belum 24 jam bertemu, Bintang membuat Baskara merasakan sebuah ketidaknyamanan di hatinya.

Selain alasan ingin mendengar jawaban jujur Bintang mengenai bagaimana dia bisa menyusup, Baskara jadi tertarik membuat Bintang lebih lama berada di dekatnya. Baskara merasa antara dirinya dan Bintang ada sebuah kesamaan.

Baskara mengernyit setelah melihat Bintang meliriknya diam-diam, lalu Baskara menyunggingkan senyum misterius. Bintang langsung menyembunyikan wajahnya di atas kedua lututnya yang tertekuk.

"Jadi, lo siap mati? Kalau gitu kenapa lo berusaha untuk kabur?"

Bintang menatapnya sambil berdecak dan mata yang mendelik kesal. "Karena aku nggak punya alasan untuk lebih lama di sini. Aku nggak kenal Kakak siapa."

"Ah...." Baskara lalu memikirkan berbagai hal. Cara bicara cewek di dekatnya itu memang terlihat seperti anak yang jauh lebih muda darinya. Rasanya aneh bagi Baskara mendengar seorang cewek asing yang memanggilnya Kakak, tetapi di waktu yang bersamaan itu terdengar menyenangkan.

Sekarang Baskara tahu bagaimana bertindak di depan Bintang. Dia akan menghadapi Bintang seperti bagaimana Bintang menghadapinya.

Tak perlu ada ancaman siksaan fisik lagi. Namun, untuk penyiksaan mental Baskara akan tetap menggunakannya dengan cara yang halus. Pengurungan itu termasuk penyiksaan mental. Baskara tak akan membiarkan Bintang pergi sebelum memberikan jawaban yang memuaskan tentang bagaimana dia bisa muncul di apartemennya.

Bagaimana pun, kemunculan cewek itu di apartemennya membuatnya penasaran. Dibanding melibatkan orang lain seperti polisi atau pihak keamanan apartemen dalam pencarian jawaban itu, Baskara akan merasa lebih tertantang mencari jawaban dengan caranya sendiri sekaligus mengisi hari-harinya yang sudah cukup lama membosankan.

Bintang menatap Baskara dengan mata menyipit. "Lagi mikir apa?"

"Gue bakalan ngasih lo kesempatan untuk ingat gimana caranya lo ada di kamar gue." Baskara mendekat, lalu duduk di samping Bintang. "Tapi lo akan terus jadi tahanan di sini sampai lo bisa ingat apa yang sebenarnya terjadi."

"Aku nggak ingat. Aku nggak tahu." Bintang menggeleng.

"Pokoknya gue nggak akan ngebiarin lo lolos sebelum lo ngasih jawaban yang memuaskan kenapa lo bisa ada di apart gue." Baskara berdiri sambil mengayunkan tangan. "Coba ingat-ingat lagi."

"Tunggu!" Bintang menahan tangan Baskara dengan kedua tangannya. "Oke, aku setuju. Dari cara Kakak ngancem udah kentara Kakak itu orang jahat, tapi aku nggak punya pilihan lain. Ayo, Kakak dan aku gantian jelasin apa yang terjadi kemarin. Kakak jelasin aktivitas Kakak, aku juga bakalan jelasin aktivitas aku."

"Sebelum itu, kita belum kenalan." Baskara mengulurkan tangan. "Nama lo?"

"Bintang." Tatapan Bintang penuh harap saat memandang manik mata Baskara. "Tolong lepasin dulu soalnya aku mau jabat tangan Kakak."

"Nama gue Hari." Baskara menarik tangannya kembali dan merasa senang ketika melihat Bintang memutar bola mata. Baskara tahu Bintang menginginkan kesempatan untuk dilepaskan. "Matahari."

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang