Arsa tak menyangka melihat Bintang bersama cowok berpakaian rapi dan wangi. Bintang memakai pakaian laki-laki. Itu tak masalah, tetapi Arsa curiga pakaian yang Bintang pakai adalah pakaian milik Baskara.

"Ada banyak hal yang harus aku tahu dari dia. Kalau aku udah ingat semuanya, aku pasti ingat kamu juga dan cari kamu," kata Bintang. Dia ingin segera menyelesaikan pembicaraan mereka dengan cara yang baik.

"Nggak akan.... Lo nggak mungkin nyari gue." Arsa terdiam lagi sambil menatap Bintang lamat-lamat. "Kalau lo ingat semuanya, lo pasti nggak akan datengin gue lagi."

"Kenapa gitu?"

"Gue yakin lo masih kecewa dengan kejadian lima tahun lalu." Arsa menatap sekeliling dan mulai melangkah menjauhi Bintang. "Waktu itu gue terlalu terlalu nakal milih jadi preman buat bersenang-senang."

"TUNGGU!" teriak Bintang. "Kecewa?"

"Iya." Arsa berhenti dan berbalik. "Gue bingung kenapa lo bisa lupa tentang gue. Lo juga lupa Julie. Bahkan yang lain juga. Kayaknya gue harus pulang ke rumah setelah sekian tahun kabur untuk nyari kalian lagi karena gue nggak bisa apa-apa di jalan."

Bintang mengernyit setelah mendengar kalimat terakhir Arsa. "Kamu sebenarnya punya keluarga?"

"Masih. Mau gimana pun gue kabur, mereka masih aja nyari gue. Gue selalu gagal nyeberang pulau karena orang-orang mereka." Arsa menghela napas panjang. "Gue juga jadi incaran preman-preman itu karena mulai nggak sejalan. Gue pengecut di mana pun. Sembunyi dari siapa pun. Terus hidup dengan pelarian. Dan paling penting nggak tahu diri karena berniat untuk pulang."

Arsa berbalik pergi dan menjauh dari Bintang yang termangu di tempatnya berdiri. Bintang ingin ingat sesuatu dari penjelasan Arsa, tetapi Bintang juga tak bisa membuat Baskara jadi curiga tentangnya dan Arsa. Dia memang tak ingat Arsa, tetapi jika berhubungan lagi dengan Arsa hanya akan membuat Bintang berada dalam situasi rumit.

"PERCUMA GUE KABUR DARI RUMAH DAN HIDUP DI JALAN KALAU PADA AKHIRNYA GUE SENDIRIAN JUGA DI JALANAN."

Bintang terkejut mendengar teriakan itu. Dilihatnya Arsa sudah berada jauh dan berjalan mundur.

"BINTANG! LO BELUM CERITA APA PUN PENYEBAB LO DI JALANAN. KITA PASTI BAKALAN KETEMU LAGI. GUE JUGA BAKALAN CARI JULIE DAN YANG LAIN! AH! GUE INGAT KAKAK YANG WAKTU ITU! NAMANYA KAK SHAREEN!"

Hati Bintang langsung terasa hangat mendengar nama itu. Pikirannya langsung tak fokus pada ucapan Arsa.

"MASA SIH LO LUPA DIA JUGA? POKOKNYA GUE AKAN LEBIH GAMPANG KETEMU LO KARENA INGAT NAMANYA. MASALAHNYA SEKARANG ADALAH GUE HARUS KABUR. GUE MASIH PENGIN NIKMATIN HARI-HARI TERAKHIR GUE DI JALANAN!"

Arsa berbalik dan berlari dengan kencang. Sebuah mobil berhenti di sisi trotoar dan dua pria tinggi berjas turun dengan cepat dan mengejar Arsa. Mobil itu kembali melaju mengikuti rambu-rambu lalu lintas. Arsa dan dua pria berjas yang mengejarnya sudah menghilang oleh kejahuan.

Shareen. Nama itu tak asing, tetapi Bintang tak bisa ingat apa pun tentangnya.

Bintang mendongak dan tak sengaja melihat sebuah pesawat yang terlihat sangat kecil di langit. Bintang tak tahu mengapa tiba-tiba saja matanya memanas. Air matanya lalu mengalir ke pipi. Dia menangis untuk yang pertama kalinya setelah dia terbangun hari itu di samping Baskara.

Pikirannya tak hanya berpusat pada seseorang bernama Shareen, tetapi Baskara juga dia pikirkan begitu dalam. Bintang merasa apa yang dia rasakan tak masuk akal. Dia tak pernah punya perasaan sedalam ini pada Baskara. Jika pun dia tak bisa bertemu Baskara lagi setelah ini, maka dia akan kembali ke jalanan sebagaimana dia nekat kabur dari rumah tanpa membawa apa-apa di umur 8 tahun.

Bintang memegang kepalanya yang sakit. Satu-satunya harapannya sekarang adalah cepat bertemu Baskara. Ketika berbalik untuk kembali ke tempat di mana dia dan Baskara berpisah, sosok yang memenuhi pikirannya sekarang berdiri tak jauh darinya dengan raut wajah lega.

"Ketemu," kata Baskara sembari berhenti dan menyugar rambutnya yang sedikit basah karena keringat. Dia melihat sekeliling dengan mata curiga. "Yang tadi ke mana? Gue yakin dia orang yang nyuri HP."

Bibir Bintang bergetar. Suaranya pun tersedu-sedu sampai Baskara memusatkan perhatian padanya. Bintang menggigit bibirnya karena berusaha untuk tidak menangis. Namun, rasa sakit di dadanya membuatnya tak bisa menahan tangisnya yang berakhir keras. Bintang tak peduli lagi ada yang memperhatikannya. Tak peduli Baskara menatapnya dengan heran. Dia mendekati Baskara walau dengan kedua kakinya yang lemah.

Ketika tiba di depan Baskara, dia menjatuhkan diri dan tanpa sengaja masuk ke dalam pelukan cowok itu, dan menangis sekencang-kencangnya tanpa tahu alasan yang jelas.

Baskara bergerak menjauh hingga membuat Bintang nyaris terjatuh. Dilihatnya wajah Bintang yang penuh dengan air mata, lalu Baskara melihat ke jalan dan menghentikan taksi yang lewat. Tanpa mengatakan apa pun, Baskara mengangkat Bintang ke dalam gendongannya, membawanya masuk ke dalam taksi, lalu mereka berangkat menuju apartemen.

Di dalam mobil itu, Bintang masih menangis dan menyembunyikan wajahnya di lengan Baskara. Baskara hanya melihat dan belum juga membuka suara. Meski penuh tanda tanya, tetapi Baskara tak ingin tahu apa pun sekarang. Baskara tak tahu apa Bintang sedang menipunya dengan tangis palsu atau tidak karena baru kali ini Baskara melihat Bintang menangis. Benar tidaknya Bintang bekerja sama dengan cowok bernama Arsa yang mencurigakan itu, Baskara tak peduli.

Karena satu-satunya hal yang diinginkan Baskara saat ini adalah membawa Bintang pulang ke apartemennya dan mengurungnya di sana.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Matahari Dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang