Zayn

2.5K 236 30
                                    


"Kau terlalu mendengarkan kata hatimu, Zayn." Ujar wanita parubaya yang baru saja menyeruputi minumannya itu.

Lelaki didepannya hanya menatapnya kosong. "Hidup itu memang tak terdug. Well, kau pasti sudah tahu itu. Takdir kadang mempermainkan kita." Lanjut wanita itu lagi.

Rambut cokelatnya yang terurai lewat bahu. Dari lekukan wajah mereka berdua, bisa ketahuan kalau mereka adalah Ibu dan Anak.

"Urgh. Aku seperti telah membesarkan seorang pengecut."

"Ibu, Ayolah." Si anak angkat bicara. Tidak terima dikatakan pengecut oleh Ibunya sendiri, Trisha Malik.

Zayn memang sudah berencana menemui Ibunya yang kebetulan ada London saat itu.

Starbucks.

Dan disinilah mereka sekarang. Setelah memastikan tidak ada yang memerhatikan atau mengikutinya, Zayn langsung menceritakan semua permasalahannya pada ibunya. Tanpa menyembunyikan apapun.

"Semasa aku hidup, tidak akan ada seorang pun yang akan bisa membuatku melakukan apa yang tidak ingin ku lakukan!" Wanita itu menekankan setiap kata-katanya.

Zayn tertegun memikirkan kata-kata ibunya. Jika ibunya saja tidak akan membiarkan orang lain mengatur-ngatur hidupnya. Lantas ada apa dengan Zayn? Hanya karna orang-orang itu mengancamnya akan berbuat jahat pada keluarganya, ia langsung merelakan dirinya menjadi budak salah satu mantan personel boyband yang pernah menjadi enemy mereka.

Ya. Siapa lagi kalau bukan The Wanted.

Belum lagi menghadapi BOS BESAR yang nantinya lebih sadis dari Max.

Zayn terus terhanyut dalam pikirannya. Jika ia mengelak dan menentang Max George, apa yang akan ia lalukan selanjutnya untuk melindungi keluarganya?

"Apa kau bahagia hidup seperti ini?" Tanya Trisha yang langsung disambut gelengan Zayn.

Trisha menghembuska nafasnya. Sepertinya, ia kehabisan kata untuk menasehati anak laki-laki stau-satunya itu.

"Ingatlah Zayn. Ibu akan selalu ada untukmu. Ayah akan selalu ada untukmu. Mungkin saat ini Doniyah dan Waliyha sedang marah, tapi bukan berarti Safaa juga." Ujar Trisha.

"Pikirkanlah baik-baik. Kau adalah anak laki-lakiku. Anak laki-laki Tricia Malik. Kau punya 4 saudara laki-laki yang sangat membutuhkanmu diluar sana. Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Zayn"

4 saudara laki-laki? Zayn tersenyum kecut mendengarnya. Pikirannya kembali membawanya pada usia 16 tahun.

Saat itu mereka berlima, Zayn, Harry, Liam, Niall dan Louis duduk mengelilingi perapian di halaman belakang rumah Harry.

Mereka saling bertukar pikiran, bernyanyi bersama. Berusaha mengetahui apa yang seharusnya mereka ketahui. Berusaha tak menyembunyikan apapun dari yang lain.

Dengan wajah polosnya, Niall angkat suara. "Do you think we'd be the same without one of us?" Tanpa aba-aba, semuanya pun menggeleng serempak.

"NO!"

Jelas sekali mereka sangat meyakini ucapan mereka itu. Sambil tersenyum, Niall langsung memetik gitarnya dan mengundang teman-temannya bernyanyi bersama malam itu.

Zayn kembali pada dirinya sendiri. Tak bisa dipungkiri ia sangat merindukan 4 sahabatnya. Ia merindukan kejahilan Harry, merindukan nasehat kebapakan Liam, juga merindukan lelucon dari Louis dan cara Niall tertawa.

Dua detik kemudian, suara seorang gadis mengagetkannya.

"Zayn?"

Yang dipanggil pun menoleh.

STRONG [One Direction after Zayn left] Where stories live. Discover now