20. Pesakitan Renjana

1.4K 240 6
                                    

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

-:*:-


21 November 1939
Alkmaar, Belanda

Chrysanta Rhodes adalah bangsawan Yunani yang dinikahkan dengan putra bungsu dari silsilah keluarga bangsawan Alkmaar, Ernst Dijkgraaf. Pernikahannya dengan Ernst membuahkan empat orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan. Georgo, Edwin, Hestia, dan Gladys. Semuanya penurut, kecuali Edwin yang selalu Ernst panggil 'si pembangkang'.

Edwin memang bukan anak multitalenta, bukan pula anak yang ramah-tamah dan rendah hati, namun Chrysanta tidak pernah secuil pun memiliki rasa benci padanya. Selalu melimpah ruahkan kelembutan tatkala amarah anak itu lagi mencuat, karena memang itu yang hanya dibutuhkan Edwin. Kelembutan dan kesabaran.

Maka dari itu, Chrysanta dirasa amat ragu-ragu menerima usulan perjodohan antara Abony dan Edwin dari keluarga Aegeus. Dirinya tahu betul, akhir-akhirnya Edwin akan memberontak meski tak memperlihatkannya jelas. Chrysanta tahu jika kala itu anaknya tengah tersulut emosi tak terbendung saat mendengarnya. Terlebih tiba-tiba.

Saban malam sebelum acara pertunangan, Chrysanta selalu dirundung cemas akan apa yang dilakukan Edwin nanti. Dan kekhawatirannya benar saja, anak itu pergi dari kediaman ayahnya menyisakan jendela yang masih terbuka.

Chrysanta luruh tak dapat membendung air mata. Jantungnya berdetak tak karuan melihat Edwin sudah tiada lagi terlihat di kamar. Kabur amat jauh, hingga ke Prancis lalu ke Amsterdam menjadi perwira rendahan. Sampai Eduardo tetiba mengirimi surat jika Edwin aman bersamanya di Hindia Belanda.

Sama sekali tak pernah terbayangkan bagaimana Edwin di negeri jajahan Belanda. Chrysanta hanya menangis bergelung dengan nestapa, tiada henti lara menyiratkan renjana.

Hingga hari ini, sudah terhitung sembilan tahun Chrysanta tak jumpa dengan anak kesayangannya. Anak manisnya, yang dulu kerap menangis dalam pelukannya saat merasa lelah setelah marah. Ia rindu, menatap wajah Edwin. Yang tampan dan dewasa. Bahkan Chrysanta tak bisa membayangkan bagaimana rupa anak itu hari ini.

"Ik wil Edwin knuffelen," (Aku ingin memeluk Edwin) lirih Chrysanta serak. Nampak garis-garis keriput mulai menghiasi wajah jelitanya.

Duduk lemah di bibir ranjang sambil terus menggenggam dan sesekali mencium aroma dari baju mungil milik Edwin sewaktu balita. Kristal dari matanya mulai berjatuhan. Terisak hingga Ernst menghampiri dan mendekap istrinya tak tega.

Ernst bersumpah, jika anak pembangkang itu kembali, ia akan menghajarnya. Ia tak pernah rela melihat istrinya sekacau ini. Seumur-umur Ernst tak pernah membuat Chrysanta menangis berkepanjangan hingga kesehatannya terganggu, dan Edwin dengan mudahnya membuat sang ibu macam ini. Sungguh Ernst rasa-rasanya ingin membuat anak tempramen itu menyesal dan berlutut.

"Ernst... laten we achter Edwin aan gaan. Ik ben bang. Angst om onregelmatig te eten. Als hij ziek is, wie zorgt er dan voor hem?" (Ernst ... ayo kita susul Edwin. Aku takut. Takut jika makannya tak teratur. Jika sakit, siapa yang akan merawatnya?) bujuknya parau.

EdelweisWhere stories live. Discover now