9. Putri Duyung Tangkapan Bajak Laut

1.6K 240 1
                                    

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

-:*:- e d e l w e i s -:*:-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-:*:-


Bandoeng, 18 Desember 1938

Tidak ada yang memperlakukan dirinya selayaknya anjing peliharaan di tempat ini. Tidak ada kata-kata setajam samurai yang keluar dari mulut Mevrouw Amanda untuk Indo hina macam Kirana. Nyatanya, wanita itu bahkan lemah lembut tak seperti ekspetasinya.

Sampai sekarang, gadis itu sama sekali tidak tahu alasan di balik mereka membeli dan mengurusnya layak anak sendiri--ah ralat, hanya Mevrouw Amanda yang macam itu, tidak dengan Meneer Eduardo yang hanya datar dan datar.

Walaupun demikian, Kirana masih mengucap syukur sebab sang pembeli tak menjadikannya gundik bagai anjing.

"Aku sama sepertimu, Kirana."

Jawaban itu membuat Kirana paham sendiri mengapa Mevrouw Amanda tak berperilaku macam Nyonya-Nyonya londo lainnya yang tak tahu diri. Dia sama seperti dirinya, Indo-Eropa. Yang mendapat layaknya sanksi sosial dari masyarakat. Disebut anak haram dan pengkhianat Nusantara.

Mevrouw Amanda tersenyum lembut. "Kamu bisa merajut?"

Gadis itu bangun dari lamunan dan mengangguk sopan padanya yang duduk tepat di sebelah. "Tentu, Mevrouw."

"Baiklah. Ini, teruskan. Aku ingin punya syal yang cantik dan nyaman," ungkapnya sembari menyerahkan syal cokelat setengah jadi bersama dua jarum pada Kirana.

Menyamankan diri duduk di kursi teras rumah kokoh, gadis itu perlahan kembali melanjutkan syal milik Mevrouw Amanda tanpa protes.

"Kirana ... "

Anak itu menoleh kecil dengan senyum tipis. "Ya, Mevrouw?"

Dia sampai ikut tersenyum sedamai air danau dibuatnya. "Apa kamu bisa mengurus bocah laki-laki?"

Huh?

Pertanyaan Mevrouw Amanda yang tiba-tiba membuat Kirana sedikit tertegun. Mevrouw Amanda punya anak? Tapi mengapa Kirana tidak pernah merasakan tanda-tanda anak laki-laki di rumah ini?

Dia masih terdiam dengan tangan yang tidak ikut diam; terus menjait tanpa tahu wanita di sebelahnya lagi menanti jawaban. Hingga, Kirana spontan menggigit daging pipi dalam saat merasakan jarum menusuk telunjuknya, memberi cacat pada sidik jari dan Mevrouw Amanda tidak menyadarinya. Melihat darah yang mengucur, gadis itu menyusutkan telunjuknya ke kain jarik.

"Kirana?"

"Ah, iya?" Kegiatan merajutnya sontak terhenti.

Melihat raut linglungnya, wanita itu terkekeh anggun. "Ada masalah?"

"T-Tidak, Mevrouw," ucapnya seraya menunduk kecil.

"Jadi ... bagaimana?"

Apanya? Mengurus anak kecil?

EdelweisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang